Uzumaki Naruto; Niguel Nicandro
-----
Dia menggulung ke atas rambut panjangnya. Pulang bekerja, Hinata pasti langsung ke kampus. Menyibukkan dirinya untuk persiapan tugas akhir berikut sidang meja hijau yang beberapa bulan ke depan akan terlaksana. Kini gadis itu duduk di kantin. Suasana lumayan sepi, tentu dapat bersantai seraya mengumpulkan artikel sebagai bahan riset baginya. Tepukan di pundak membuat Hinata terperanjat dan ia spontan menoleh ke belakang. "Shion! Kamu kayak pencuri."
Gadis itu tertawa ringan, lalu mengambil duduk berhadapan dengan Hinata. "Salahmu sendiri. Jangan terlalu seriuslah Hin! Sikapmu itu yang nanti mengambil alih masa mudamu dengan cepat." Shion membuka bungkus keripik yang ia bawa dan mulai mengunyah keripik kentangnya.
"Jika ada seseorang yang paling tidak cocok untuk memberi saran, itu adalah dirimu. Lamban, pemalas, hobinya cuma berkencan," cibir Hinata. Pasalnya, Shion memang termasuk orang yang kelewat santai, dia tak ingin menyulitkan hidupnya karena harus berpikir keras. Dampak positifnya, ia menjadi sosok yang lebih periang dan gampang bergaul. Sisi buruknya, baik Hinata maupun Tenten tak akan pernah mau melibatkan Shion dalam urusan rumit. Bisa-bisa semuanya justru menjadi kian runyam, cukup pertama dan terakhir mereka pernah melakukan hal tersebut dan seketika keduanya mendadak jera untuk melibatkan Shion lagi.
"Penting bagi gadis seperti kita untuk menjaga kecantikan diri, Hin. Itu aset terbesar, menentukan seperti apa kehidupan kita nantinya." Shion berkata asal, hingga Hinata merapatkan gigi-giginya karena geram. Berujung gadis itu menghela napas dalam, memusatkan kembali perhatiannya pada layar laptop di hadapannya. "Bagaimana di tempat kerjamu tadi?" tanya Shio lagi, saat mendapati Hinata lebih berminat pada tugas-tugasnya. "Ayolah, Hin! Di rumah kerjamu pun itu-itu terus. Kalau begitu jangan memintaku datang tadi, menyebalkan sekali. Pantaslah pria di kampus kita takut mendekatimu. Kamu dan Tenten sangat mirip, sama-sama kaku juga membosankan." akhirnya Shion menunjukkan sikap aslinya. Selain yang disebutkan Hinata, temannya inilah yang paling cerewet di antara mereka bertiga. Dia tidak akan mau berhenti selagi merasa diabaikan.
"Baiklah. Asal kamu diam, laptopnya kumatikan." Shion menutup rapat mulutnya usai mengangguk. "Tentsn belum selesai?" tanyanya lagi sembari dia memasukkan laptop ke dalam tas. "Shion, kamu tuli?! Aku bertanya loh!" seru Hinata ulang. Tapi temannya itu masih diam, menunjuk bibirnya yang terkatup rapat."Astaga! Kenapa aku bisa berteman dengan orang sepertimu, sih! "Mulutmu kaku?" selanjutnya Hinata mendesah pelan gara-gara menghadapi tingkah Shion.
"Tenten masih membantu dosennya untuk mengecek tugas-tugas mereka."
"Aku lupa kalau dia mengambil pekerjaan itu."
"Wajarlah, otakmu kepenuhan sama hal-hal yang enggak penting." delikan tajam langsung menghunus ke arahnya. "Hin, besok aku ikut ke tempat kerjamu ya?"
"Untuk apa?" Kening Hinata berkerut, dia menjawab cepat saking keheranan. Ini kali pertama Shion minta diajak ke tempat kerjanya.Apalagi gadis itu lebih suka datang awal ke kampus demi menghabiskan waktu. Ya, baik Hinata, Shion maupun Tenten merupakan mahasiswi di akhir semester. Hanya saja, ketiganya mengambil jurusan yang berbeda-beda.
"Boleh ya, please ...!" Shion mengedip-ngedipkan kelopak matanya, berusaha merayu agar Hinata mau mengajaknya besok.
Dan pada akhirnya Hinata tak sanggup menolak bujukan temannya, ia meraup napas panjang dan berkata, "Ya sudah, tapi bakal kusuruh pulang kalau kamu bikin ulah di sana."
"Memangnya apa yang kulakukan?"
"Ja-ngan meng-go-da ta-mu yang ber-kun-jung!" Hinata memberi jeda untuk setiap suku kata yang dia ucapkan, memberi peringatan keras kepada Shion.
"Ok, Madam."
"Terserah! Kamu selalu begitu setiap kali diingatkan. Minggu lalu kamu menggoda teman Tenten di apartemen kita. Kamu tahu apa yang dikatakan pemuda itu?"
"Apa?"
"Dia jadi takut menemui Tenten di apartemen, semuanya karena tingkahmu yang menakutkan itu." spontan Shion terbahak. Dia tersedak akibat tertawa saat keripik kentang ada di mulutnya.
"Sinting! Memangnya aku Sadako apa?" protes Shion dan dia tertawa lagi. "Dasar cupu. Baru dirayu sedikit langsung K.O." shuon mengambil botol air mineral dari dalam tasnya, sekalian menyimpan keripik kentang yang masih tersisa.
"Mending kita susul dia sekarang."
"Siapa? Si cupu itu?" gurau Shion dengan tawa yang lagi-lagi terlepas. Sedangkan, Hinata tak bisa menahan rasa gelinya. Dia ikut tertawa.
"Aku masih ingat waktu itu dia gagap karena kamu terus mengganggunya. A-nu, i-tu," mereka serempak tergelak keras. "Kamu jahil banget Shion." Hinata memegangi perutnya sembari menarik napas dalam-dalam. "Kurasa dia menyukaimu."
"Ha?! Ya ampun, tunjuk kandidat lain untuk kupilih. Aku bisa sangat kerepotan kalau berpacaran dengannya. Kenapa malah kubayangkan?" Hinata terpancing oleh gelagat Shion yang menurutnya benar-benar lucu. Dia berputar-putar sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya. "Aku mulai gila. Tidak, tidak mungkin terjadi. Kacamatanya terlalu tebal, model rambutnya kuno, baiklah ... kupikir yang ini tidak terlalu aneh. Tetapi apa dia selalu berpakaian seperti itu? Bukan musim dingin 'kan sekarang?"
"Hentikan, Shion! Perutku sakit." Keluh Hinata.
Serta-merta seorang pria bergaya cupu lengkap dengan pakaian musim dingin terngiang-ngiang di benaknya, membuat gadis itu gagal meredam humor yang menggelitik. Puas tertawa, dia menarik tangan Shion dan mempercepat langkah untuk menemui Tenten. "Aku berdoa semoga dia juga ada di situ sekarang."
"Kamu bukan temanku lagi, Hin! Jangan coba-coba menjodohkanku dengannya," ancam Shion dengan nada bercanda, kendati Hinata terus terkikik geli di sepanjang koridor yang mereka lewati.
-----
"Gunakan ini." si pria bernama Shikamaru menyerahkan sebuah kamus kecil kepada Niguel. Keduanya tengah duduk santai sambil mengobrol dalam Bahasa Inggris.
"Terima kasih, memang ini yang kubutuhkan.Aku pasti mampir setiap hari ke kafe. Siapa nama gadis itu?" tanya Niguel dengan dahi mengernyit.
"Gadis mana?Terima kasih, sayang," ucap Shikamaru begitu mendapati istrinya menyajikan dua cangkir espreso ke atas meja.
"Karyawanmu," jawab Niguel seadanya dan Shikamaru dapat menebak siapa yang dituju oleh lelaki bertubuh jangkung ini.
"Hinata?! Barangkali dia yang kamu maksud." Bibir Niguel bergerak pelan, menyebut ulang nama yang disebutkan Shikamaru tanpa suara. Ekspresinya menunjukkan ketertarikan terhadap Hinata.
"Selain dia, semua karyawanku pria. Hinata bekerja paruh waktu untukku, khusus di pagi hari. Siangnya dia pergi ke kampus," papar Shikamaru menceritakan sedikit info tentang Hinata dan Niguel bertambah antusias mendengarkannya. "Kamu suka atau penasaran?" Senyum sipu hadir di bibir lelaki dengan tatapan hangat tersebut. Ia menggaruk-garuk kepalanya karena canggung, menyebabkan Shikamaru terkekeh singkat. "Dia gadis yang baik. Kamu bisa coba mendekatinya jika mau. Sepengetahuanku dia belum punya kekasih."
Penuturan Shikamaru menguatkan rasa penasaran Niguel terhadap Hinata. Ia melipat bibir sambil menautkan jari-jarinya, seakan sedang merancang sesuatu di dalam pikirannya. "Hinata, nama yang cantik," katanya lirih.
"Siapa tahu kamu menemukan jodohmu di sini." imbuh Shikamaru, terdengar semacam gurauan walau ia serius saat mengatakannya. Tak lama keduanya beriringan menyesap hati-hati suguhan kopi yang masih panas. Raut kasmaran terukir pula di wajah Niguel, usai dia meletakkan cangkir keramik ke tatakannya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Espresso & Beauty Barista✓
ChickLit"Señorita, qué dijo? Solo pido café." Niguel menginginkan secangkir kopi, namun Hinata tak jua mengerti ucapannya. Mereka terjebak dalam perbedaan bangsa dan bahasa,namun saling jatuh cinta.