↱ asuma™ ↰

1.1K 191 35
                                    

requested by JametCans

[Name] menyesali keputusannya untuk pulang lewat gerbang belakang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Name] menyesali keputusannya untuk pulang lewat gerbang belakang sekolah.

“Halo, Asuma [Name]. Tumben lewat jalannya orang-orang biasa. Mau caper pasti, ya?”

Ah, itu dia alasan utamanya.

Sebelumnya, [Name] ingin memakai earphone dengan volume musik dikeraskan agar telinganya tidak bisa mendengar ocehan dari sekumpulan perempuan pembully yang mayoritas adalah penghuni kelas tetangga. Tapi tampaknya akan ada konsekuensi (agak) buruk lain seperti jadi mengabaikan sapaan teman-teman baiknya kalau benar-benar mendengarkan musik sekeras itu.

Payung biru pastel dipegang [Name] erat-erat, bibirnya juga masih terkatup rapat, menahan kata-kata sarkas yang hanya dilemparkannya saat sangat ingin menangkis ejekan dari siswi-siswi yang sedang bersantai di salah satu gazebo kecil taman. Langkah kakinya dipercepat, mengorbankan kebersihan sepatu dan kaus kakinya untuk menghindari perkelahian dengan mereka.

Musim hujan, tanah basah setiap waktu, bahkan beberapa sudut taman belakang sekolah sudah dipenuhi genangan. Seringkali hujan deras seperti hari ini membuat antrian tunggu jemputan di lobi jadi sangat penuh, akan lama kalau cuma berdiam menunggu jumlah murid berkurang. Lagipula [Name] sudah berjanji kepada ayahnya untuk cepat-cepat keluar dari sekolah setelah bel pulang berdering.

Namun ekspektasinya terlalu mudah dibayangkan dalam kepala.

“Woi, Anak Papa. Kalo diajak ngomong, ya jawab, dong. Katanya anak kesayangan guru, kok bodoh,” cibir seorang siswi yang bersandar dengan angkuhnya di sebelah siswi pertama yang sudah melempar serangan awal pada [Name].

Siswi ketiga yang duduk tepat di tempat paling jelas untuk melihat jalan setapak taman tertawa aneh. “[Name] itu nggak sombong, cuma pemalu,” timpalnya, sok tahu.

Mempercepat langkah sama sekali tidak membantu, karena siswi keempat, yang dikenal paling pedas ocehannya, sekarang ini mendekati posisi [Name].

Seragamnya berantakan, tanpa sabuk. Dasi yang biasanya jadi pelengkap atribut sekolah, sekarang dipegangnya erat. Tatapan matanya tajam menusuk bagi orang-orang yang belum terbiasa berhadapan langsung dengannya. Tapi bagi [Name], tatapan lucu itu dianggapnya mirip tatapan milik salah satu karakter ‘adik kelas’ pengisi posisi wing spiker dari tim peran ayahnya dalam sebuah performansi stage.

Alih-alih kabur ketakutan, [Name] berhenti berjalan tepat di hadapan siswi itu dan terbahak, membuat sekumpulan perempuan di gazebo terkejut dan mulai menggumamkan kata “orang gila”.

Memutuskan untuk menyerang balik, [Name] membalas tatapan itu dengan ekspresi skeptis. “Pertama-tama, kalian itu pathetic banget, tau ga? Udah nilai tesnya jelek-jelek, nggak belajar atau usaha gimana kek, malah nongkrong di sini kayak berang-berang gak punya rumah. Ih.”

❝papa❞|haikyuu!! verseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang