↱ suna™ ↰

3K 429 45
                                    

requested by YeseulChim

“Papapapapa!” Kamu berlari menuruni tangga rumahmu, menuju  seorang pria yang sedang menyeduh teh hangat di pantry dapur dengan kesan vintage itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Papapapapa!” Kamu berlari menuruni tangga rumahmu, menuju  seorang pria yang sedang menyeduh teh hangat di pantry dapur dengan kesan vintage itu. “Papa udah nge-stok bahan makanan, belom?!”

Pria itu—Suna Rintarou—mengambil sebuah sendok kecil, tangannya dengan tekun dan perlahan mengaduk teh herbal yang mengisi cangkir keramik itu. “Hm? Buat apa stok bahan makanan?”

“Haaah! Itu, lho, virusnya masih bertebaran!”

Rintarou mengerjapkan sepasang mata sipitnya yang mirip rubah, kentara sekali sedang keheranan. “Kamu ngomong apa, sih?”

Merengut kesal, kamu menarik sebuah kursi untuk duduk, “Masih banyak virus di luar rumah, tapi bahan makanan kita udah habis! Siapa coba yang mau beli? Siapa?!”

“Ya kamu, lah.” Pria berambut hitam legam terbelah tengah itu meniup uap yang berenang di udara dengan suhu ruang yang cukup dingin itu. “Cuma pake jaket sama masker, ntar kalau udah selesai tinggal pulang, cuci tangan sama cuci kaki. Udah, ‘kan? Nggak susah sama sekali.”

Tepat setelah Rintarou menyelesaikan kalimatnya, kamu membenturkan dahimu ke permukaan dingin meja keramik pantry, secara dramatis. “Kenapa ... kenapa harus aku?”

“Karena kamu itu ...,” Rintarou menjeda kalimatnya sebentar untuk mengelus pipimu, “... anak Papa yang paling cantik, [Name]. Anak cantik kalau nggak belajar mandiri, nanti gedenya jadi apa, dong?”

“Iya, sih .... Tapi, Pa—”

Belum juga kalimatmu tersampaikan secara komplit, pria berpostur tinggi tegap itu meletakkan selembar kertas kecil yang tadinya tergeletak di atas wadah gula ke hadapanmu. “Nih.”

Kamu menelengkan kepala, mengidentifikasi coretan-coretan kata yang terdapat pada kertas itu. “Eh? ... Ini apa, Pa?”

List barang belanjaan.”

“Ya iya, tapi buat apa?”

“Biar kamu belanjanya efektif, gak lupa-lupa, dan gak bolak-balik supermarket.”

Benar juga. Saat disuruh belanja bulanan di supermarket, perhatianmu pasti teralihkan ke hal-hal lain. Seperti makanan ringan, diskon parfum, permen, manisan yang dipajang di samping kasir, maupun hal kecil yang remeh lainnya.

Contohnya seperti minggu lalu. Rintarou tidak sempat berbelanja bulanan karena salah satu teman lamanya mengajak ia pergi ke suatu acara reuni tiga angkatan klub bola voli yang pernah papamu itu masuki sewaktu masih menjadi seorang murid di SMA Inarizaki. Kamu diberi kewajiban selama seharian penuh untuk mengurus pekerjaan rumah.

Dan dari seluruh kewajiban yang ditugaskan, hanya 50% yang tuntas dengan nilai di atas rata-rata.

Salah satu yang tidak tuntas di antaranya adalah pergi ke supermarket terdekat untuk belanja bulanan.

Pemicu kegagalan tugas ini adalah dirimu yang sibuk fokus kepada seorang cowok yang lewat di depanmu sambil tersenyum sampai kamu jadi tidak jadi membeli selai cokelat dan roti tawar pesanan papamu, dan malah membeli pelembut pakaian.

Yah, Rintarou sebenarnya bisa memaklumi kelalaianmu, namun pria itu juga ingin membimbing kamu dengan benar supaya bisa menjadi orang tua yang baik.

Jadi sekarang, ia ingin memulainya dengan menyuruhmu berbelanja pada malam hari ini.

“Tapi, ‘kan, Pa.” Kamu masih ingin beralasan. “Temen aku bilang ada tugas dadakan dengan deadline jam 8 nanti. Gak mungkin aku belanja barang segini banyaknya sendirian, jomblo pula.”

Rintarou hanya memandangi wajah memelasmu dengan ekspresi datarnya. “Halah, kebanyakan komplain kamu. Udah, ayo berangkat.”

“Eh?”

“Ayo berangkat belanja, Papa temenin.”

“Beneran?”

“Ga. Bo'ongan.”

“Sudah kudugog—”

“Engga, Sayangku. Astaga.” Rintarou beranjak dari pantry, lalu menuju gantungan jaket di pojok ruangan untuk mengambil sweter tebal warna hitam-nya. “Papa serius, ayo berangkat.”

Yes,” katamu. Kamu mengambil jaket merah maroon berbordir kanji 稲荷崎高校 berwarna hitam di bagian punggungnya, lalu memakainya dengan cepat.

Setelah itu kamu menghampiri papamu yang sudah menunggu di depan pintu rumah, “Belanja sama Papa sama dengan beli puding.”

Rintarou memandangmu skeptis, kemudian tergelak sembari mencubit hidungmu pelan. “Ga gendut, tuh, perutmu kalo makan puding terus?”

Mengerutkan dahi sebagai respon, kamu gantian menyerang papamu dengan tonjokan di lengan atas pria itu. “Ih, Papa, mah. Ga boleh body shaming, tau! Ntar kalo kena pasal, mampus. Aku gak mau nolongin.”

“Utututu, anak Papa ngambek .... Sini, Papa cium dulu.”

“Gak mau!”

“Gak mau!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#

heh gimana ini, aku jadi bucin suna beneran :')

oiya btw, ini last update sebelum aku middle-test, jadi untuk readers yang udah request kemaren dimohon sabar yaa ✧

— peace out ♡.

❝papa❞|haikyuu!! verseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang