6. Rencana melarikan diri

6 2 0
                                    


Chan menuruni tangga dengan langkah pelan. Dapat ia lihat,di ruang keluarga sudah ada kedua orang tuanya serta paman dan bibinya. Ia belum melihat adiknya,Luna. Mungkin gadis itu sedang bersiap untuk acting -nya nanti.

"Kau tampan sekali,Kale. Aku yakin, Lilian akan semakin terpesona," puji Cate yang hanya dibalas dengan senyuman tipis oleh Chan.

Mata wanita itu tak lepas dari anaknya. Yah,pria dengan stelan jas dan potongan rambut undercut itu terlihan berkali-kali lipat lebih tampan dari biasanya. Walaupun begitu,terbesit rasa khawatir di dalam hatinya. Ia tahu,senyum manis yang ia lihat tadi hanyalah sebuah senyuman palsu. Dengan menutup matanya,ia berdoa kepada sang pencipta. Agar anaknya bisa memperoleh kebahagian setelah ini.

"Dimana Luna? Sebentar lagi,Lilian dan orangtuanya akan tiba," tanya Arche sambil menatap Cate dan Kelly bergantian.

"Dia bilang ingin pergi ke toilet tadi,biar aku cek dulu," jawab Cate sambil berlalu dari ruang keluarga.

Chan meneguk segelas americano dengan perasaan campur aduk. Pria itu hanya diam sambil menatap ke lantai, dia hanya menjawab jika ditanya. Hal tersebut membuat Kelly dan Jupiter yang sedari tadi mengawasinya,merasa iba.

"AAAA!!! Arche,Jupiter,cepat kesini!" teriakan Cate membuat mereka semua menghampiri wanita itu,terkecuali Chan.

Dengan langkah lebar,pria itu melangkah menuju ke halaman belakang rumah pamannya. Tangan gemetarnya,dengan cepat membuka pintu gubuk kecil itu menggunakan kunci kuno yang ada di kamar tempat ia tidur. Tanpa menunggu lama,pria itu mengunci dirinya di dalam gubuk itu. Ia berharap,ini semua akan berhasil.

Sementara itu,di toilet kamar Chan, Jupiter dan Arche berusaha untuk membopong Luna yang pingsan dengan keadaan basah kuyup. Cate yang pertama kali melihat itu pun,hanya bisa menangis histeris karena shock.

"Tenanglah,Cate. Luna akan baik-baik saja,medicine akan segera datang," kata Kelly sambil memeluk Cate yang masih menangis.

***

Jam yang melingkar di tangan Jupiter sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi , ketika medicine berpamitan pada mereka. Lilian dan keluarganya baru saja tiba,beberapa saat yang lalu.

Ada yang aneh, sejak menghampiri Luna di kamarnya tadi, Jupiter sama sekali belum melihat Chan. Pria itu seakan menghilang dari pandangannya,bahkan hingga sekarang, saat dimana pertunangannya akan segera dimulai.

"Arche,apa kau melihat Kale? Aku tidak melihatnya sejak tadi," ujar Jupiter,yang membuat senyum di wajah Arche menghilang. Pria paruh baya itu langsung berjalan cepat,menuju ke kamar yang ditempati oleh Chan.

"CHAN! DIMANA KAU?!" teriaknya sambil membuka pintu dengan keras.

Hening,tidak ada sahutan apapun dari dalam ruangan itu. Arche pun masuk dan menggeledah setiap sudut kamar itu. Pria itu tidak berhenti meneriaki nama Chan.

"Apa yang terjadi,Arche?" tanya June begitu melihat Arche tiba di ruang keluarga,dengan wajah marahnya.

"Chan menghilang,kita harus berpencar untuk mencarinya. Aku yakin,dia tidak mungkin pergi jauh dari sini," jelas Arche yang membuat seisi ruangan kaget,apalagi Lilian yang hamper pingsan,begitu mendengar penuturan pria itu.

Semua mulai berpencar, untuk mencari Chan. Mereka menggunakan mobil masing-masing,kecuali Lilian. Wanita dengan gaun peach Panjang itu,menyusuri halaman belakang rumah Jupiter. Dengan tangisan yang tidak bisa ia bendung lagi, wanita itu meneriaki nama Chan dan menyusuri setiap sudut halaman belakang tersebut dengan teliti.

"CHAN, kemana kau pergi?" teriakan dengan suara parau itu,membuat jantung Chan berpacu semakin cepat. Pria yang masih terduduk di dalam gubuk tua itu belum bisa menemukan cara untuk pergi. Ia berharap Lilian tidak curiga dengan gubuk ini.

Chan mulai lemah. Pria dengan stelan jas itu, mendengar suara langkah kaki yang mulai mendekat ke arah gubuk tempat ia berada.

Sepertinya, sebentar lagi ia akan segera ditemukan.
Dengan lemah pria itu memegang perutnya, sepertinya luka tembaknya terkena sesuatu, sehingga itu kembali berdarah.

'Pantas saja aku lemah' batinnya sambil menghela napas berat.

Tangan kanan pria itu memegang pintu berusaha menopang tubuhnya yang semakin melemah dan berat.

'Hari ini datang tanpa peringatan.
Hari dimana aku ingin menghilang dari dunia yang hiruk pikuk ini.
Hari dimana aku ingin berhenti menjadi seseorang yang patuh pada mereka.
Mungkin, ini adalah hari dimana aku tersadar. Tersadar bahwa memberontak diperlukan untuk hal serius seperti ini.
Bukankah selama ini aku sudah cukup patuh? Bukankah selama ini aku tidak pernah memberontak?

Kupikir langkahku terlalu jauh, tapi kurasa tidak.
Seseorang punya hak atas hidupnya, atas masa depannya, dengan siapa ia akan hidup, siapa yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya, dan dengan siapa dia akan menua.

Negri yang gelap ini,bisakah aku pergi?
Bulan,bantulah aku pergi,terangilah jalanku. Bantu aku,sekali ini saja... '

Dengan suara lirih, Chan menyampaikan isi hatinya yang selama ini ia pendam. Ia tidak ingin mati,tapi hidup pun rasanya tidak ada gunanya.

Cahaya terang adalah hal terakhir yang dilihat oleh pria itu,sebelum akhirnya tertidur dengan sangat nyenyak.

***
Lilian berlari menuju gubuk tua yang ada di sudut halaman belakang rumah Jupiter.

Gadis itu mengabaikan gaunnya yang kotor,terkena lumpur.
Chan adalah pria yang ia impikan untuk menjadi pendampingnya kelak. Ia tidak bisa merelakan pria itu, sekalipun ia tahu,apa yang dilakukan pria itu padanya hanyalah sebuah sandiwara.

Tangan kecil gadis itu,mulai memegang gagang pintu yang sudah tua itu. Jantungnya berdetak lebih cepat, tangannya gemetar.
Walauoun begitu, ia tetap memutar gagang tersebut.

Nihil. Pintu itu terkunci, tidak ada orang di rumah ini yang bisa membantunya.
Semuanya sedang sibuk mencari Chan.

Dengan sisa keberaniannya, Lilian mendobrak pintu tersebut. Walaupun gagal dan membuat punggungnya sakit, gadis itu tetap mendobraknya. Bahkan, ia melakukannya lebih dari sekali.

"Chan, apa kau di dalam? Kumohon, keluarlah! Tolong terima aku! Aku akan berubah untukmu sayang, kumohon keluarlah," pintanya dengan suara lirih, ia sudah sangat frustasi dengan semua ini.

Entah mengapa dan bagaimana caranya, ia benar-benar ingin memiliki Chan. Katakan dia egois karena tidak memikirkan bagaimana Chan yang tersiksa akan perjodohan ini. Namun, tidak boleh kah ia berharap tentang sebuah keluarga yang indah, bersama seorang pendamping yang sangat sempurna?
Atau memang caranya yang salah,mengharapkan kebahagiaan di atas penderitaan orang lain?

"Hey! Lilian, berhentilah melukai dirimu! Apa kau sudah gila?" Tanya Will, sepupunya yang sudah kembali ke rumah Jupiter.

"Tolong aku, Will. Tolong dobrak pintu ini, aku yakin Chan ada di dalam sini. Kumohon, bantulah aku," pinta Lilian dengan wajah yang sudah basah oleh airmata.

"Apa kau yakin? Aku tidak menjamin dia berada di dalam sana, tapi aku akan melakukannya untukmu," Ujarnya, kemudian mulai mendobrak pintu yang tadi berusaha didobrak oleh Lilian.

Tidak perlu menunggu lama, pintu itu sudah berhasil terbuka. Hal itu membuat Lilian langsung menerobos untuk masuk ke dalam gubuk itu.

"Chan, dimana kau?" ujar Lilian, masih mencoba meyakinkan dirinya. Padahal sudah jelas, gubuk itu kosong, tak berpenghuni.

"Sudah kubilang kan? Dia bukan anak kecil yang bersembunyi di sini. Ini bukan permainan petak umpet, ini perjodohan, Lilian," kata Will, kemudian menuntun Lilian untuk kembali masuk ke dalam rumah.

***

Annyeong! double update guys...

hope you enjoy this part yaa

see yaa

MOON ~ In The Darkness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang