Bulan membuka matanya, ketika merasakan nyeri yang sangat hebat di punggunh dan lehernya.
Silaunya cahaya yang masuk lewat fentilasi jendela, membuat wanita itu kesusahan untuk membuka matanya.
Saat hendak menggerakan tangannya, ia tersadar akan tali yang mengikat tangannya di belakang kursi.
Sepanjang malam, ia berusaha untuk berteriak serta melepaskan ikatan tali tersebut. Namun, semua usaha yang dilakukannya nihil.
Bulan merasakan mual akibat bau tidak sedap serta engapnya ruangan tempatnya berada saat ini.
"Hoek ... hoek ..."
Ia mulai mual dan hendak mengeluarkan isi perutnya, ketika terdengar suara tumit sepatu yang beradu dengan lantai. Suara tersebut kian mendekat ke ruangan tempat ia berada.
Hingga akhirnya, sosok Brenda, wanita licik yang sudah menyiksanya sejak tiga bulan yang lalu, muncul dari balik pintu.
Wanita itu nampak tersenyum miring, sebelum berjalan mendekatinya.
Dengan sedikit berjongkok, tangan Brenda mulai menyentuh dagu Bulan, kemudian mencengkramnya dengan kuat.
"Senang melihatmu menderita, bitch!" ucapnya yang dengan kasar melepaskan cengkramannya, sehingga wajah Bulan terpaksa menoleh ke kiri.
"Bagaimana kabarmu? Apa kau merasa bebas, setelah berhasil resign dari perusahaanku?" celoteh Brenda dengan tangan yang tersilanh di depan dadanya.
Bulan terlihat murka, dengan sengaja, wanita itu membuang ludah yang tepat mengenai wajah menjijikan milik Brenda.
"Setidaknya aku bahagia bukan karna menyiksa orang lain," ketusnya sambil membalas tatapan tajam milik Brenda. Sungguh, ia sangat membenci wanita yang sedang berdiri di hadapannya itu.
"Kau?! Beraninya meludahiku?!" kesal wanita itu dengan suara histeris miliknya.
Bulan tidak peduli, toh menurutnya wanita gila itu pantas mendapatkan hal tersebut.
"Iya, aku berani meludahimu. Mengapa harus takut?" jawab Bulan dengan nada rendah dan ekspresinya yang biasa saja, seolah meludahi Brenda adalah hal yang pantas.
PLAKK
PLAKK
PLAKK
PLAKK
Empat tamparan bolak balik, dihadiahi Brenda kepada Bulan. Membuat pipi putih mulus wanita itu memerah, bahkan cincin wanita kejam itu, melukai sudut bibir Bulan.
Bulan terkekeh, kepalanya terangkat untuk menatap wajah Brenda. Tatapan meremehkan serta senyum sinisnya, membuat Brenda semakin marah.
"Yah, ternyata ini alasan kenapa Bimo lebih milih kak Bianca daripada lo. Jalang!" ucap Bulan dengan nada meremehkan.
Hal tersebut membuat Brenda menjambak rambut panjang milik wanita itu.
Bulan sedikit meringis, tarikan Brenda sangatlah kuat, bahkan kepalanya mulai terasa pusing sekarang.
"Jalang ya? Mau gue ajarin jadi jalang ga? Kebetulan, banyak anak buah gue yah lagi jomblo," jawab Brenda sambil menarik rambut Bulan semakin keras.
Tangan kirinya yang sedari tidak ia gunakan, terangkat untuk membuat gerakan seolah sedang memanggil seseorang.
Setelahnya, kedatangan tiga orang pria berbadan besar yang diyakini Bulan sebagai anak buah wanita itu, membuatnya takut.
"Brenda lepasin! Lepasin Brenda!" teriaknya sambil mencoba melepaskan diri dari kursi yang mengikatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOON ~ In The Darkness (END)
FantasyDia yang tak pernah lelah menerangi kami sepanjang malam. Dia yang tetap setia, walau kadang bentuknya tak sempurna, Dia yang membuatku mengerti akan sisi lain, selain kegelapan