Chan membuka matanya, ketika merasakan sakit di bagian perut dan punggungnya. Jasnya dipenuhi dengan noda darah, punggungnya terasa sangat sakit.
Dengan pelan, ia berusaha untuk bangun. Jujur saja, tempat ini sangat baru baginya. Jendela besar dengan kaca yang besar tanpa sekat, gorden abu transparan, lantai putih polos.
Oh ayolah, ini sangat jauh dari gaya bangunan di Nirvana. Ini sedikit terlalu minimalis.
Baru dua langkah ia berjalan, hantaman sebuah penggorengan, membuatnya kembali tak sadarkan diri.
Bulan Pov
Aku baru saja terbangun dari tidurku, ketika mendengar suara benda jatuh dari arah ruang makan.
Walau masih sempoyongan, langkah kecil yang membawaku ke sana, kian cepat. Tak lupa Aku menyinggahkan diriku di dapur, mengambil penggorengan kecil sebagai senjata. Kalau-kalau yang datang adalah orang jahat.
Di jam tiga pagi seperti ini, siapa lagi yang akan menyusup, jika bukan orang jahat?
Kulangkahkan kakiku dengan pelan dan hati-hati, mencoba untuk tidak membuat suara. Sambil memantau orang itu.
Aku melihat siluet pria di sana, di jendela besar yang ada diantara meja makan dan area tempat biasanya aku bekerja.
Ia bangun dengan kesusahan, sambil memegang punggung dan perutnya. Mungkin terbentur saat menerobos tadi. Langkahnya sempoyongan, perlahan tapi pasti, ia mulai berjalan keluar dari gorden yang menutupi dirinya.
Aku sempat terpesona, ketika melihat ketampanan pria penyusup itu. Dia mengenakan jas hitam yang sangat gagah di tubuh proposionalnya.
Bertepatan dengan dirinya yang hendak mengangkat kepalanya, penggorengan ditanganku refleks menghantamnya hingga terjatuh dalam pelukanku.
Bulan pov End
"Kenapa berat banget sih? Nyusahin," kesal Bulan begitu berhasil membaringkan pria tadi di sofa.
Dengan gerakan cepat, ia membuka sepatu yang dikenakan pria itu, tak lupa melonggarkan dasinya agar tidak kekurangan oksigen. Begitulah yang ia ketahui selama ini.
Tangannya sibuk membuka jas hitam milik pria itu, ketika ia merasa tangannya mengenai sesuatu yang basah."Aaaa! D-darah? D-dia kenapa?" Teriaknya dengan histeris. Tanggannya dengan cepat membuka jas itu, terpampanglah kemeja putih yang dipenuhi dengan noda darah di bagian perutnya. Bahkan, itu belum berhenti keluar.
"Ambulans, aku harus telfon ambulans," ujarnya sambil meraih handphonenya yang ada di atas meja.
Belum sempat telfon itu tersambung, ia kembali panik dengan alasan apa yang akan ia katakan. Tapi, melihat kondisi pria itu, ia mengabaikan semua itu, dan meminta agar ambulans segera datang.
***
Tangan mungil milik bulan, ikut mendorong brankar rumah sakit yang membawa pria itu. Ia benar-benar panik dan khawatir saat ini.
Saat tiba di depan ruang operasi, ia tidak diperbolehkan untuk masuk, dengan berat hati, gadis itu mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada di lorong itu.
Keheningan menjadi temannya. Namun, itu tidak berlangsung lama. Kedatangan seorang suster membuatnya tersadar dari lamunanya.
"Permisi, mba. Mba harus isi data diri pasien dan menandatangai surat persetujuan operasi yah. Kalau tidak, operasi tidak bisa dilakukan," jelasnya yang membuat Bulan sempat panik.
Tangan wanita itu sibuk mengobrak-abrikan tasnya, mencoba menemukan benda yang ia cari. Hingga akhirnya, ia menemukan dompet berwarna hitam milik pria itu.
Dengan cepat, ia membukanya kemudian mengambil sebuah kartu yang diketahuinya sebagai kartu identitas pria itu.
Nama: Chan Kale
T. T. L.: Nirvana, 20 agustus 1997
Umur: 24 tahun
Blood: A
Profesi: senimanDengan cepat, ia mengisi data tersebut. Namun, ia sedikit melakukan perubahan di tempat lahir pria itu serta profesinya.
Bagaimana bisa pihak rumah sakit percaya akan adanya tempat bernama nirvana?
Dengan cepat, gadis itu menanda tangani surat itu kemudian memberikannya pada pihak rumah sakit.
Sementara itu, di sisi lain, Bimo baru saja tiba di apartemen milik adiknya, pria dengan stelan jas itu, baru saja sampai dari perjalanan bisnisnya. Ia sengaja datang dini hari, untuk memastikan apakah adiknya ada di apartemen, atau sedang pergi ke club malam bersama teman-temannya.
Langkah pria itu mendekati sofa, saat hendak menyimpan jasnya, ia terkaget ketika melihat sebuah jas hitam yang tergeletak di sana. Mata pria itu kembali menjelajahi isi ruangan itu, sampai akhirnya ia melihat sepasang sepatu vantofel hitam yang juga tergeletak tidak jauh di sana.
"Ini bukan barang-barang cewek," gumamnya, kemudian beranjak menuju ke kamar Bulan, adiknya.
Yang ia dapati ketika masuk adalah ranjang yang berantakan, dengan selimut yang sudah setengah terjatuh di lantai. Ia juga melihat piama milik Bulan, yang tergeletak di sana.
"Ini kenapa? Cewek nakal, lo bakal dihukum sekarang!" geramnya sambil mengutak atik benda pipih yang baru saja dikeluarkan pria itu dari dalam sakunya.
Bulan terkaget, ketika handphone-nya berbunyi, gadis itu sangat panik ketika melihat nama Bimo yang tertera di layar ponselnya.
Dengan tangan gemetar dan detak jantung yang tidak beraturan, gadis itu mengangkat telpon dari kakaknya.
"H-halo, Bim," sapanya kaku.
"Lo dimana?!"
Bentakan dari Bimo, membuat Bulan terdiam karena takut. Setelah menghembuskan napas panjang, gadis itu pun kembali menjawab, kali ini ia tidak mau berbohong."Gue lagi di rumah sakit, Bim"
"Ngapain di sana? Lo sakit?"
"B-bukan gue, tapi ngg... anu"
"Bukan lo? Cowok itu yang sakit? Huh?"
"K-kok lo bisa tau, Bim?"
"Ga penting! Share loc sekarang!"
Tut... tut... tut...Setelah bentakan Bimo, sambungan telpon diputuskan oleh pria itu. Tanpa menunggu lama, Bulan mengirimkan lokasinya kepada Bimo, sesuai dengan apa yang sudah diperintahkan oleh pria itu.
Ia benar-benar takut sekarang. Namun, ia bisa apa? Ia benar-benar harus jujur pada Bimo. Namun, akankah pria itu percaya?
Sudahlah, Bulan pasrah sekarang.Tak lama setelah itu, suster dan dokter yang menangani pria asing tadi, keluar dengan mendorong brankar pria itu. Bulan berjalan mendekati mereka, guna mengetahui kondisi pria tadi.
"Gimana keadaan dia, dok? Dia baik-baik aja kan dok?" tanyanya khawatir.
"Dia baik-baik saja kok, tadi luka tembaknya kembali terbuka, mungkin tertusuk sesuatu, makanya kami melakukan operasi. Tapi, sekarang dia sudah baik-baik saja, dia hanya butuh istirahat sebentar," jelas dokter yang membuat Bulan menghbuskan napas lega.Dengan bantuan suster, Bulan mendorong brankar pria tadi, untuk dibawa menuju ke ruang rawat.
Bertepatan dengan Bulan yang hendak masuk ke ruang rawat, kedatangan Bimo dengan ekspresi prnuh amarahnya, membuat Bulan gemetar ketakutan.
Tanpa menunggu Bimo berbicara, Bulan menarik tangan pria itu, kemudian membawanya untuk masuk ke dalam ruang rawat.
"Gue bakal jelasin semuanya ke lo, tapi, lo harus tenang dan ga boleh berisik, dia masih belum sadar dan butuh istirahat," jelas Bulan, yang membuat Bimo menatapnya datar.
"Sebenarnya, gue juga ga kenal sama dia. Gini ceritanya, tadi gue kebangun gegara dengar suara berisik dari ruang makan, gue pun bangun buat ngecek, belum sempat dia ngomong, gue langsung mukul dia pake penggorengan sampe pingsan, pas gue nidurin dia di sofa, tangan gue ga sengaja kena perutnya, dan itu darah. Makanya gue nelpon ambulans dan bawa dia ke sini. Kalo lo ga percaya, lo bisa liat ini dompetnya," jelas Bulan, sambil memberikan dompet milik pria tadi kepada Bimo.
***
I'm back again guys, don't be boring when you got some notification from me, because it would be my last update until mmm maybe long time...
hope you enjoy this part yaa
don't forget to vote and comet
see yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
MOON ~ In The Darkness (END)
FantasyDia yang tak pernah lelah menerangi kami sepanjang malam. Dia yang tetap setia, walau kadang bentuknya tak sempurna, Dia yang membuatku mengerti akan sisi lain, selain kegelapan