15. Over protective

11 1 2
                                    

Chan menggendong Bulan ala bridal style, pria itu meminta Heri untuk mengikuti meeting hari ini.

Persetan dengan wajah tidak terima milik gadis sialan bernama Brenda itu, ia ingin Bulan segera ditangani oleh dokter.

"Chan, aku gapapa ko. Aku bisa jalan sendiri, kamu ikut aja yah meetingnya," kata Bulan yang membuat pria itu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Chan terus berjalan menuju lift. Tidak peduli dengan bisikan serta tatapan para pegawai di perusahaan itu.

Hal tersebut, membuat Bulan ketakutan. Akan lebih baik jika ia mendengarkan omelan suaminya, dibandingkan dengan diamnya pria itu. Hal itu terasa berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari biasanya.

Chan mendudukkan gadis itu di jok depan mobil. Pria itu kemudian memutari mobil untuk masuk di sisi pengemudi.

Lagi, tanpa mengatakan apapun, pria itu mulai melajukan mobil menuju rumah sakit terdekat, ia tidak ingin luka bakar itu membuat istrinya menderita.

Tangisan Bulan, membut perhatian pria itu teralihkan. Ia ingin sekali menepikan mobilnya dan memeluk gadis itu, hanya saja ia tidak ingin keadaan istrinya menjadi semakin parah.

"Tenang, sayang. Akan aku pastikan kamu tidak akan kesakitan lagi," pintanya sambil menggenggam erat, tangan Bulan.

Membuat gadis itu menghapus airmatanya. Jujur saja, pahanya terasa sangat perih dan panas. Ia sungguh tidak bisa menahan rasa sakit itu lebih lama.

Kepanikan Chan, membuat pria itu mengemudikan mobil dengan lebih cepat. Sialnya, ia harus terhenti karena kemacetan yang terjadi.

Jarak rumah sakit tidak terlalu jauh dari sana, namun tidak bisa dibilang dekat juga.

Pria itu melepaskan jasnya, kemudian membalut kaki istrinya dengan benda itu. Setelah keluar dari mobil, pria itu memutari mobil untuk menggendong sang istri.

Entah, hal gila apa lagi yang akan dilakukannya. Bulan sudah pasrah karena kesakitan.

"Kamu tolong tahan sedikit. Aku akan bergegas menuju ke rumah sakit," kata pria itu, dengan berlari sambil tetap menggendong istrinya.

Terik matahari, tidak membuat pria itu berhenti. Ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan seleksi pertamanya dulu.

Chan semakin mengeratkan gendongannya, pria itu berlari dengan kecepatan yang lebih cepat dari sebelumnya. Ringisan Bulan, membuatnya sangat kesal.

Tatapan kagum dari para pengendara serta pejalan kaki yang ada di sepanjang trotoar, tidak ia hiraukan.

Persetan dengan semuanya itu, Bulan adalah hal yang paling penting sekarang.

Bulan membuka matanya, ketika merasakan tubuhnya sudah dibaringkan dan tengah didorong. Rupanya, Chan berhasil membawa gadis itu ke rumah sakit.

Pria berkemeja putih dengan keringat yang membasahi hampir seluruh tubuhnya itu, membantu para perawat untuk mendorong brankarnya.

'Tenaganya dari apa sih? Ga cape apa udah lari-larian dari tadi?' batinnya kemudian kembali memejamkan matanya.

Rasa sakit dan perih itu, semakin menjadi, membuatnya tidak sanggup untul menahannya.

Chan kembali dibuat emosi, ketika perawat menahannya di depan pintu UGD. Pria itu bahkan tidak bisa duduk tenang di kursi yang ada di lorong.

Jarinya sibuk mengutak-atik benda pipih yang ia keluarkan dari salu celananya, kemudian beralih memejamkan matanya menahan amarah.

Suara hentakan sepatu yang beradu dengan lantai, kian mendekati Chan. Membuat pria itu membuka matanya, untuk melihat siapa yang datang.

"Chan, gimana kondisi Bulan?" tanya Bunga, ekspreai khawatir terlihat jelas di wajah wanita itu.

"Dia masih diperiksa, ma. Semoga saja tidak parah," jelas pria itu sambil mengusap punggung ibu mertuanya yang sudah menangis itu.

Tidak berselang lama, kedatangan Bimo dan Ian yang masih berbalut pakaian kantor, membuat Chan menatap mereka dengan wajah penuh penyesalan.

"Kamu ga salah, kamu udah lakuin yang terbaik buat dia," kata Bimo sambil menelusuri penampilan acak-acakan Chan.

Dasi yang sudah hilang entah kemana, kemeja putih yang lusuh dan sedikit basah akibat keingat, serta rambut yang acak-acakan.

"Tetap saja, kalau aku menjaganya dengan baik, ini tidak akan terjadi," jawab Chan dengan nada pelan. Pria itu benar-benar menyesal.

"Bagaimana kejadiannya?" gantian Ian yang bersuara.

"Saat di ruang rapat, aku belum menemui Bulan. Kukira ia tidak ikut rapat hari ini, ternyata aku salah. Dia masuk bertepatan dengan datangnya seorang OB, dan dengan sengaja bajingan itu menyenggolnya hingga terjatuh dan tersiram kopi panas di pahanya. Aku ingin langsubg bangun, tapi, Heri menahanku. Biar bagaimanapun, aku tidak boleh gegabah. Namun, kelakuan bajingan yang lancang menyentuh paha istriku membuatku tidak bisa diam lagi. Setelah menghantam bajingan itu, aku membawa Bulan ke sini. Maafkan aku, jika saja aku bisa lebih baik lagi menjaganya, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi," jelas pria itu dengan tatapan sendu yang menggambarkan penyesalannya.

"Tidak masalah, Chan. Kamu sudah melakukan yang terbaik, syukurlah dia tidak dilecehkan. Dan, semoga saja luka bakarnya tidak parah," kata Ian sambil menepuk pelan pundak menantunya itu.

Chan beranjak menuju ke arah seorang dokter wanita, yang baru saja keluar dari UGD.

"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanyanya dengan wajah khawatir.

Sialnya, sang dokter malah terpesona dengan ketampanan Chan. Hal itu semakin membuat pria itu marah.

"Dokter! Saya bertanya!" bentaknya karena tak kunjung mendapat jawaban. Malah melihat senyum menggoda dokter sialan itu. Ck, menjijikan.

"Eh, oh, anu. Luka bakarnya tidak terlalu parah, ia hanya masih shock dengan kejadian yang baru menimpanya. Saya sudah buatkan resep, tolong oleskan salapnya dua kali sehari, setelah mandi pagi dan sebelun tidur di malam hari," jelas sang dokter dengan mata yang sibuk menelusuri penampilan Chan.

"Chan, masuklah. Biar aku yang ngurusin ini," perkataan Bimo, yang menyadari tingkah aneh sang dokter, membuat Chan mengangguk kemudian berlalu dari sana. Ia sangat khawatir pada Bulan, dan sangat ingin memeluk istrinya itu.

Chan memasuki ruangan UGD tersebut. Dapat ia lihat, istrinya yang terbaring lemah.

Bulan terkaget begitu Chan memeluknya dengan sangat erat. Ia bahkan dapat merasakan punggungnya sedikit basah, apakah pria itu menangis?

"Chan, kamu nangis?" tanyanya sambil berusaha melepaskan pelukan mereka.

Chan akhirnya melepaskan pelukan tersebut, matanya yang sembab serta pipi yang masih basah akibat airmatanya membuat Bulan melongo.
"Maaf," ucapnya sambil menggenggam erat tangan Bulan.

"Gapapa, ini bukan salah kamu. Jangan nangis dong, aku jadi pengen nangis kan," pinta Bulan dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Entah mengapa, gadis itu menjadi ikut sedih melihat keadaan suaminya.
Padahal, biasanya ia tidak seperti ini. Sepertinya ada yang aneh.

"No! Don't cry!" titah Chan, sambil mengusap kasar sisa airmatanya.

"Mulai sekarang, kamu tidak akan kerja di perusahaan dia lagi. Dan, aku akan mengalihkan pekerjaanku di rumah saja, tidak ada penolakan!" tambah pria itu, yang membuat Bulan menghela napas berat. Kemudian mengangguk patuh.

Suaminya sedang dalam mode over protective sekarang.

***

Annyeong😁

Bosan ga, dapat notif moon mulu?

Wkwk, enjoy this part guys😘

Don't forget to give this part vote and coment ya😘

See yaa

MOON ~ In The Darkness (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang