"Jangan panggil om, panggil papa."
Semua yang ada di meja makan itu terkejut mendengarnya.
"Ma--maksudnya apa, ya?" tanya Vanya dengan senyum canggung. Ia sungguh tak mengerti apa yang dimaksud oleh papa Altariksa.
"Sebelumnya Papa mau tanya sama Alta."
Altariksa yang merasa namanya disebut pun menoleh. "Tanya apa?"
"Kamu bahagia sama Vanya?"
"Bahagia." jawab Altariksa tanpa berpikir.
Kemudian, Papa Altariksa kembali menatap Vanya. "Kamu bahagia sama Alta?"
Vanya mengangguk pelan. Sungguh ia tidak mengerti dengan pembicaraan ini.
Papa Altariksa berdiri dari duduknya dan menatap Altariksa dan Vanya bergantian. "Jaga hubungan kalian, jangan sampai putus." setelah mengucapkan itu, Papa Altariksa berjalan pergi meninggalkan meja makan.
"Papa setuju kamu sama Vanya." Mama Vanya membuka suaranya. Kemudian, ia menyusul suaminya dan meninggalkan Altariksa dan Vanya berdua di meja makan.
Altariksa menatap Vanya. Jantungnya berdebar-debar. Ia tak menyangka akhirnya Papanya menyetujui hubungannya dengan Vanya. Cukup lama ia menahan amarahnya karena Papanya yang selalu merendahkan Vanya. Rasanya seperti mustahil, tapi nyata.
***
Altariksa memberhentikan mobilnya saat sudah berada di depan rumah Vanya. Ketika Vanya hendak membuka pintu mobil, Altariksa menahannya. Vanya pun menoleh. "Kenapa?" tanyanya.
"Kita ga tau kan takdir kita buat kedepannya gimana? Aku mau apapun yang terjadi kita lewatin sama-sama. Aku ga mau kehilangan kamu kayak sebelumnya. Udah cukup kita tersiksa dan aku mau kamu bahagia sama aku."
"Gimana pun kedepannya, kamu mau kan kita sama-sama terus?" lanjutnya.
Vanya tersenyum senang. Kemudian ia menganggukkan kepalanya. Altariksa yang melihat itu pun sontak memeluk Vanya dengan erat.
Menurutnya, Vanya adalah gadis yang kuat. Mau menemani dirinya disaat berbagai masalah menimpanya. Bahkan gadis itu pun terkena imbas dari masalahnya juga. Ia berharap kedepannya akan lebih baik dengan Vanya.
"Izinkan aku membahagiakan kamu."
***
Altariksa menunggu Vanya di gerbang sekolah. Beberapa kali ia melihat jam yang berada di tangannya.
"Vanya mana sih?" ucapnya dengan mata yang terus melihat ke luar gerbang.
Bibirnya tersenyum saat melihat Vanya yang sedang berlari ke arahnya.
Saat Vanya sudah berada di dekatnya. Gadis itu terlihat seperti kehabisan nafas.
"Kamu kenapa lari?"
Vanya masih mengatur nafasnya sebelum membuka suara. "Motor Abang mogok. Jadi aku lari, takut telat."
Altariksa menyentil jidat Vanya.
"Sudah aku bilang, berangkat bareng. Kamunya ga mau."Vanya mengusap jidatnya. "Sakit!"
Altariksa terkekeh, ia menarik tangan Vanya untuk ikut dengannya memasuki sekolah.
Di koridor sudah banyak murid yang berdatangan. Tak sedikit murid perempuan yang memandang Altariksa kagum, seolah tak menghiraukan Vanya yang berada di sebelah Altariksa.
"Dasar genit! Udah tau ada ceweknya, masih aja ngeliat Alta begitu!" kesal Vanya pelan.
Ya! Popularitas Altariksa kembali seperti semula. Tidak ada hujatan atau cacian yang terdengar lagi. Bisa dibilang mereka bermuka dua.
Saat mereka ingin memasuki kelas. Tiba-tiba Fitri datang dari dalam dan langsung memeluk Vanya erat. Gadis itu menangis.
Vanya dan Altariksa terkejut melihat Fitri. Bahkan genggaman tangan Altariksa sampai terlepas dari tangan Vanya.
"Lo kenapa?" tanya Vanya sambil berusaha mengangkat wajah gadis itu dari bahunya.
"Maafin gue." ucap Fitri masih di sela tangisannya.
"Maaf kenapa?"
Fitri melepas pelukannya. Ia mengusap air mata yang ada di pipinya. "Maaf, gue pernah berniat merusak hubungan lo dengan Alta." ucap Fitri yang membuat Vanya terkejut.
"Ma--maksud lo?"
Fitri kembali meneteskan air matanya. "Jujur, gue suka sama Alta. Semenjak itu, gue berusaha bikin Alta terlihat buruk di mata lo. Foto yang waktu Alta di peluk cewek di bar, itu dari gue. Gue bener-bener ga tau kenapa gue ngelakuin hal itu ke sahabat gue sendiri." jelas Fitri.
Altariksa yang mendengar itu pun mengepalkan tangannya. "Lo tau? Gara-gara lo, hubungan gue sama Vanya hampir hancur!"
"Gu--gue minta maaf, Ta. Gue sekarang sadar, lo ga bakal pernah membalas perasaan gue. Karena gue tau, perasaan lo cuma untuk Vanya. Sekali lagi gue minta maaf."
Bukannya marah, Vanya malah tersenyum mendengarnya. Ia memeluk Fitri dengan erat. "Gue maafin."
Fitri membalas pelukan itu tak kalah erat. "Makasih."
"Kok dimaafin?! Harusnya dikasih pelajaran! Contohnya suruh dia traktir kita makan di kantin."
Vanya menoleh ke Altariksa. Ia memukul pundak cowok itu dengan keras. "Ga usah kompor!"
"Ta, maafin gue." pinta Fitri dengan wajah yang memelas.
"Jelek banget muka lo! Lagian itu juga udah lalu. Ga usah dibahas lagi." ucap Altariksa dan hendak memasuki kelas. Namun langkahnya terhenti. Ia kembali menatap Fitri dan menunjuk wajah Fitri. "Tapi kalau lo masih ngelakuin hal itu. Ga ada ampun buat lo." ucapnya dan melanjutkan langkahnya.
"Ga usah didengerin. Dia emang agak aneh." ucap Vanya. Fitri pun tertawa mendengar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTARIKSA [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[TELAH TERBIT DI BANANABOOKS & TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE KESAYANGAN KALIAN] ⚠️CERITA INI MENGANDUNG KATA-KATA KASAR⚠️ Altariksa Ferando, seorang laki-laki yang selalu ditimpa oleh masalah dalam hidupnya. Berbagai macam cobaan yang harus dihadapin...