ALTARIKSA - 06

28.2K 2.2K 7
                                    

Vanya melangkahkan kakinya dengan langkah yang panjang. Ia ingin cepat sampai diruangan tempat Bagas dirawat. Lihat saja nanti, bakal ia omelin habis-habisan cowok satu itu. Apa sih yang ada dipikiran Bagas sampai tidak mau memberitau padanya bahwa ia dirawat dirumah sakit? Padahalkan Vanya adalah sepupunya.

"Vanya tungguin dong" ucap Altariksa yang berada jauh dibelakang Vanya. Gadis itu berjalan cepat sekali. Untuk apa jalan cepat-cepat, Bagas kan tidak akan hilang hanya karena mereka berjalan santai.

Altariksa terkekeh pelan saat mengingat Vanya tidak tahu ruangan Bagas berada. Dia menanyakan saja tidak, dengan pedenya berjalan mendahuluinya. Lihat saja, dalam hitungan detik Vanya pasti akan berbalik dan menanyakan dimana ruangan Bagas.

Satu

Dua

Ti....

"Alta! Ruangan Bagas dimana?!" teriakan Vanya yang menggelegar diseluruh koridor rumah sakit membuat Altariksa tertawa puas, dalam hati tentunya.

"Makanya lo jangan sok jalan duluan!" ucap Altariksa sambil berjalan mendekat kearah Vanya yang terdiam dengan mata yang menatap Altariksa dengan tajam.

"Ayo gue anter tuan putri" ucap Altariksa sambil merangkul Vanya. Vanya diam saja ketika tangan Altariksa bertengger manis dipundaknya. Ia tidak marah karena ia sedang lelah untuk marah-marah. Jadi lebih baik ia diam saja. Selagi Altariksa hanya berlaku sewajarnya, jadi tidak apa kan?

Altariksa memegang knop pintu ketika sudah berada didepan ruangan Bagas. Pintu pun terbuka, menampilkan Bagas yang sedang berbaring diranjang rumah sakit dengan tangan yang sibuk bermain ponsel.

Vanya dan Altariksa dapat melihat wajah Bagas yang lebam. Bahkan di dahinya pun tertempel perban. Wajah Bagas sangat kacau

"Loh Anya?" ucap Bagas. 'Anya' adalah panggilan Bagas untuk Vanya. Bagas tidak mau memanggil Vanya dengan panggilan yang sama dengan orang lain.

"Bagus banget ya lo! Sakit bukannya ngabarin gue lo malah diam-diam begini! Lo anggap gue apa selama ini? Orang lain? Lo gak tau gue khawatir pas gue tau lo masuk rumah sakit! Lo nyebelin banget sih!" omel Vanya panjang lebar. Bagas hanya bisa pasrah sambil menutup wajahnya dengan bantal.

"Kalau lo gak lagi sakit udah gue pukul lo. Lo denger gak sih?! Muka lo jangan ditutup begitu!" Bukan hanya Bagas yang merasa telinganya sakit akibat teriakan Vanya. Tetapi juga Altariksa, kini orang itu sedang menutup kedua telinganya.

Vanya menarik-narik bantal Bagas. Sementara Bagas yang tenaganya masih belum stabil pun melepaskan bantal tersebut.

"Bawel kamu!" cibir Bagas.

Altariksa yang melihat keakraban kedua orang itu hanya bisa diam. Sebenarnya apa hubungan Vanya dengan Bagas. Vanya juga tidak memberitahunya Bagas itu siapanya. Vanya hanya memintanya untuk mengantarkan tempat dimana Bagas dirawat. Ia sungguh bingung melihat wajah panik Vanya ketika mengetahui Bagas dirawat dirumah sakit. Jadi apa hubungan Vanya dengan Bagas. Pertanyaan itu terus berputar dikepala Altariksa.

"Tau ah! Nyebelin lo" ucap Vanya. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Sepi sekali. Kemana orang tua Bagas?

"Nyari mama sama papa ya?" ucap Bagas yang mengetahui isi pikiran Vanya.

Vanya mengangguk sebagai jawaban.

"Mama sama papa baru aja pulang. Sebenarnya mereka mau nemenin gue disini. Tapi gue usir" dusta Bagas. Vanya membelalakan matanya mendengar penjelasan Bagas. Berani sekali orang ini mengusir orang tuanya sendiri.

"Kenapa lo usir?!" tanya Vanya dengan nada yang meninggi. Bagas tertawa melihat respon Vanya. Mudah sekali orang ini dibohongi.

"Engga lah! Mereka pulang. Nanti malam baru mereka balik lagi" Vanya hanya mengerucutkan bibirnya. Dan itu membuat Bagas menepuk bibir Vanya.

"Jelek muka lo kalau begitu"

"Nyebelin!" Vanya mendekat hendak memukul Bagas. Tetapi suara dehaman Altariksa membuatnya menghentikan langkahnya. Ia baru ingat jika ada Altariksa.

"Oh iya, ada Alta. Maaf ya gue lupa" ucap Vanya sambil memperlihatkan cengirannya. Altariksa hanya menganggukan kepalanya.

"Eh ta! Pasti lo kan yang ngasih tau Anya kalau gue dirumah sakit" ucap Bagas. Altariksa hanya tersenyum tanpa dosa. Bagas mendelik, kebiasaan orang satu ini. Gara-gara Altariksa, ia jadi kena omel Vanya.

"Kalian kesini gak bawa apa-apa? Parah banget sih kalian"

"Ngapain bawain lo makanan? Lo aja gak ngasih tau kalau lo dirumah sakit. Itu hukuman buat lo yang sok kuat!" cibir Vanya.

"Iya, betul kata Vanya. Lo juga ngapain sih ke tempat Adrian sendirian? Mau nyari mati lo?" cibir Altariksa.

"Gue sebenarnya kesana karena dua hal. Yang pertama karena gue pengen balas perbuatan tu cowok yang udah nyakitin kesayangan gue. Dan yang kedua ini, gue yakin lo bakal kaget ta" Altariksa mengernyit bingung. Kedua hal tersebut membuat Altariksa pusing. Ia sungguh tak mengerti apa yang dimaksud oleh Bagas.

"Lo kalau ngomong yang jelas dong. Kesayangan lo? Gue bakal kaget? Apaan coba? Kagak ngerti gue!"

"Aduh otak lo cetek bener dah. Kesayangan gue itu maksudnya Vanya. Dan yang bakal membuat lo kaget itu....."

___________________________________


[Mulmed : Fitri]

ALTARIKSA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang