01 || Sania Sheza Almahyra

20 4 0
                                    

"Live is love. Love is live"

💞💖💞

Gadis itu tersentak, ia terbangun seketika. Mulutnya terlihat merintihkan nama seseorang. Terus memanggil tanpa ada sahutan. Ia putus asa. Tubuh menggigil itu bangun membersihkan dirinya dengan air hangat. Tubuh itu tampak lebih baik. Setelah dirasa cukup, gadis cantik tersebut keluar dari kamar mandi. Kemudian diambil selimut untuk membaluti tubuhnya.
Matanya berusaha terpejam, namun sia-sia. Gadis yang bernama Sania itu mengambil ponselnya di atas nakas.

Saya izin telat, kurang enak badan.

Sania menekan tombol send.

Ting... pesan balasan masuk.

Kalau tidak enak badan, tidak usah sekolah, nak.

Dengan lesu jarinya menari lagi.

Gpp, Bu.

Sania mengambil minyak kayu putih yang ada di samping tempat tidurnya. Tangannya menggosok-gosok keningnya. Terasa sedikit hangat. Matanya mencoba terpejam. Selimut ditarik sampai ke lehernya. Tak lama kemudian ia tertidur pulas dengan nafas teratur. Mimpi yang selalu tidak diinginkan pun hadir. Terkadang dia merindukan sesosok dalam mimpinya.

Tok... tok... tok... Terdengar suara ketukan pintu. Suara tersebut tidak mampu membangunkan Sania.

"Assalamualaikum, dik Sania," seseorang memberi salam.

Sania masih tak bergeming. Mulutnya terus merintihkan nama. Nafasnya mulai berat.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Seorang perempuan dengan perkiraan umur tiga puluhan, masuk ke dalam. Kebetulan pintu tidak terkunci. Perempuan yang biasa dipanggil bu Reya, setengah kaget melihat Sania berpeluh sebesar biji jagung dengan mulut terus menyebutkan nama seseorang. Bu Reya memegang kening gadis tersebut, terasa sangat panas. Tanpa pikir panjang, Bu Reya langsung mengambil kompresan dan diletakkan di kening Sania. Sania tampak lebih tenang. Bu Reya tersenyum, pasti anak ini belum makan... batin Bu Reya. Kemudian ia beranjak dari tempatnya. Ia hendak mengambil makanan untuk Sania di rumahnya. Rumah Bu Reya pas disamping kontrakan Sania.

Bu Reya kembali dengan membawa nasi dan lauk seadanya ditambah beberapa obat. Ia menunggu Sania terbangun, tidak ingin mengganggu gadis itu walau hanya sekedar menyuruh makan. Tangan Bu Reya tergerak untuk memperbaiki selimut Sania. Kompresan yang sudah agak miring diperbaiki.

Setelah menunggu lama, tapi Sania tak kunjung bangun. Memikirkan banyak yang harus dikerjakan, Bu Reya pun meninggalkan Sania dengan secarik pesan.

Dik, makanan sama obatnya jangan lupa dimakan ya.

Sejam kemudian, Sania membuka matanya. Ia memegang kain kompresan di dahinya. Pasti Bu Reya... batin Sania. Badannya terasa lebih sehat. Sania pun bangkit dari tempat tidurnya, dilihatnya nasi dan obat. Ia tampak berpikir sejenak, kemudian ia beranjak ke kamar mandi. Ingin membasuh badannya sedikit biar lebih fresh. Setelah makan dan minum obat Sania mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke sekolah. Rambut hitam lurus panjangnya tergerai bebas. Tidak ada riasan rambut, Hanya dirapikan dengan sisir. Perlengkapan sekolah sudah disiapkan, Sania bergegas ke sekolah. Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh. Sebentar lagi di sekolah sudah jam istirahat. Belum lagi, jalanan macet. Sania segera keluar rumahnya.

Di halaman rumah, Sania berpapasan dengan Bu Reya yang sedang menyiram bunga.

"Eh... dik Sania, sudah sehat?"

"Udah mendingan, Bu. Makasih ya Bu makanan sama obatnya!"

"Sama-sama, dik. Kalau kamu engga enak badan, jangan sekolah dulu. Kamu masih nampak pucat"

The Primadona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang