Yang menyepelekan masalah orang lain adalah mereka yang tidak mengerti bagaimana rasanya tersakiti.
.
.
.
.
."Valid no debat! Keputusan Omma sudah bulat?" Nyonya Madagaskar terlihat sangat serius kali ini. Baru pertama kali Anta melihat ommanya berekspresi seserius itu karena menyangkut dirinya.
Anta terkekeh. Tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali membawa semua masalah yang ada dengan senyuman dan candaan.
"Kalo begitu baiklah Omma ratu yang terhormat. Perintah diterima dengan baik oleh pangeran Januari Arjanta," jawab Anta sambil menundukan kepalanya. Di bawah sana senyumnya sudah menggembang lebar, mungkin ia akan tersenyum sepanjang hari.
Nyonya Madagaskar mengusap rambut Antara pelan. Anta duduk di atas brankar, padahal sore ini dokter bilang ia sudah boleh pulang tapi karena rasa keras kepala ommanya, Anta harus dirawat lagi hingga benar-benar sembuh.
"Kamu tau kenapa Omma bisa sayang banget sama kamu?" Nyonya Madagaskar menatap Anta dalam. Ini sudah saatnya ia cerita, lagipula ini bukan rahasial yang harus ia jaga terus menerus.
"Dulu waktu kamu umur empat tahun, kamu pernah jatuh karena didorong Rehan. Kamu dilarikan ke rumah sakit, entah berapa kantong darah yang di butuhkan buat menyelamatkan kamu. Dulu kamu kurus, ringkih, badan mu rasanya tinggal tulang." Ommanya tersenyum sambil menangis.
"Omma seneng badanmu berisi kaya sekarang tandanya orang tua kamu ngurus kamu dengan baik, tapi omma salah."
Anta tersenyum. Di genggam tangan ommanya lalu ia cium, untuk kesekian kalinya Anta masih tetap tersenyum. Ia menyaka air mata ommanya dengan lembut.
"Jangan nangis, ya. Anta udah baik-baik aja, Omma. Anta paling nggak bisa liat air mata omma sama bunda."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Hans datang bersama tiga orang dibelakangnya. Sadar mereka butuh waktu untuk berbicara dengan bebas Nyonya Madagaskar memilih untuk keluar ruangan setelah teman-teman Anta menyalimi pungung tangannya.
"Kok bisa?" tanya Hans.
Anta mengangkat bahunya acuh tak acuh. Tidak ingin membagi cerita sedih yang ia alami pada teman-temannya, lebih baik dipendam saja. Jika ada cerita yang membahagiakan pasti ia akan menceritakan pada temannya yang lain.
"Lo, sih! Ngajak Bima buat nengokin orang sakit. Bukannya bikin sembuh malah bikin nambah pikiran!" kata Hilal. Ia duduk di sofa lalu menunjuk Bima yang berdiri disamping Anta sambil memakan buah apel.
"Payah! Nengokin bukannya bawain buah malah dia yang numpang makan," jawab Rohman sambil tertawa.
Bima menelan apel yang ada di mulutnya. "Gue kesel banget makanan gue di kulkas ilang mulu."
"Terprediksi bahwa rumah Bima ada tuyulnya," ucap Anta sambil terkekeh.
"Bener. Tuyulnya juga udah paham gue. Palanya nggak botak, nggak pendek. Rambut hitam, sedikit ganteng!" jawab Bima bersemangat.
"Tuyul jaman sekarang udah naik tahta, ya?" Rohman menggaruk lehernya bingung. Tidak mengerti apa yang temannya bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari ✔
Teen Fiction[ Januari Arjanta ] Orang bilang awal Januari itu adalah awal dari segalanya, begitu juga menurut dia. Januari adalah awal dari kebagian dan awal untuk melepas semua beban yang selama ini dia pikul berat di tahun lalu, lebih tepatnya akhir Desember...