Chapter 1

3.2K 318 7
                                    

Aku melihat dengan seksama pergerakan para pemberontak di hadapanku. Wajah-wajah itu tak asing lagi, mengingat aku sendirilah yang menjaga dan membesarkan mereka. Sekarang setelah menjadikan mereka agen-agen handal, mereka dengan tak tau malu mengkhianati kepercayaanku.

"Hahaha! Lihatlah kak! Dari dulu aku sudah tak menyukai sikap sok berkuasa mu itu! Jadi untuk menyadarkanmu aku bersumpah untuk mengambil semua orang-orang berharga di sisimu!"

Suara itu lantang, menyuarakan ketamakan yang membuatku berkedut jijik. Dia adalah Meira, salah satu anak remaja yang aku didik sepenuh hati. Namun tak kukira bahwa ia adalah serigala berbulu domba. Ia sangat mahir menggunakan wajahnya yang lemah lembut, membuat lawannya gatal untuk melindungi disisinya. Akting itu jugalah yang membuatku untuk memutuskan membawa Meira dulu. Sekarang mengingatnya saja aku kesal.

"Kau adalah gadis kecil menjijikkan. Seluruh tubuhmu membawa aura mengesalkan. Jika saja aku dulu tak membawamu, aku akan terbebas dari semua pengkhianatan ini."

Aku berucap panjang untuk pertama kalinya. Biasanya aku akan menampakkan ekspresi hangat saat menatap wajah-wajah di hadapanku ini. Namun setelah apa yang mereka lakukan, perasaan hangat tersebut telah menguap kepermukaan.

"Huh! Sudah hampir diujung hayat pun kau masih saja berbicara sok bijak. Andre! Tembak jantung ketua sekarang!" Meira berteriak pada Andre yang sudah siap menodongkan pistol.

"Andre, pikirkan lagi perbuatanmu ini. Kau yakin ingin membunuhku?" ucapku masih dengan ketenangan yang sama.

Andre terlihat ragu setelah mendengar apa yang aku ucap. Yah, setidaknya bocah itu masih ada sedikit hati nurani.

"Andre! Apa lagi yang kau pikirkan? Kita sudah sampai sejauh ini, dan kau masih ragu?? Jika kau menyerah dan menolong ketua, maka kau akan menjadi orang pertama yang dibunuh olehnya!" Meira melotot pada Andre yang seketika kembali mengangkat pistolnya.

Sialan si Meira lonte ini! Lihat saja jika aku berhasil lolos, kau akan kujadikan umpan musuh.

"Meira, kau kira aku tak menyadari keburukan mu itu? Aku sejak lama sudah tau, tapi aku memberimu kesempatan untuk berubah mengingat 10 tahun aku menjagamu." Ucapku memecah keheningan.

"Kau kira aku hanya diam saja saat melihat usaha-usaha mu untuk merayu Andre dan yang lainnya? Tidak Meira sayang. Aku tau segala sesuatu dari rencanamu itu. Setiap sisi di markas ini, aku sendiri yang merakitnya. Jadi jika aku mau, aku bisa saja meledakkan kita semua sekarang juga."

Meira tampak kaget akan perkataanku. Wajahnya yang cantik menegang saat melototiku.

"Andre! Cepat tembak!!"

Aku menyeringai saat melihat reaksi panik Meira.

"Yah, sekali lagi. Aku adalah wanita 37 tahun yang kesepian. Tak memiliki keluarga, dan aku sudah menganggap kalian berlima seperti anak-anakku sendiri. Jadi walau aku tau kalian mulai memihak Meira, aku terus memberi kalian kesempatan untuk memilih hingga sekarang." Biasanya aku tak akan mengucapkan kalimat-kalimat penuh kasih sayang seperti ini, karena terdengar menggelikan menurutku. Tapi entah mengapa aku merasa harus mengatakan ini sekarang.

"Andre, Joan, Aaron, Elin, dan juga kau, Meira. Kalian sudah seperti anak-anakku sendiri dan tak akan pernah berubah walau kalian berkhianat seperti ini." Aku menatap mereka semua yang saat ini merasa tak nyaman.

"Aku tak tau apa alasan kalian untuk berkhianat, tapi jika dengan membunuhku kalian bahagia, maka lakukanlah."

Andre yang memegang pistol sedikit gemetar. Walau begitu aku sudah tak peduli. Setelah jalan pengkhianatan yang mereka pilih, saat itu juga hatiku tenggelam.

"Heh! Berikan pistolnya padaku! Kau bajingan menyedihkan, menembak saja tak bisa!" Sepertinya hanya Meira yang tak tersentuh, melihat dirinya dengan tangguh merebut pistol dari tangan Andre.

DORRR!

Aku sudah menjadi agen rahasia kurang lebih 27 tahun lamanya. Ditambah Meira hanya menggunakan pistol paling biasa yang sebenarnya sangat mudah untukku hindari, tapi seperti kataku tadi. Jika dengan membunuhku mereka bahagia, maka bunuhlah. Jadi aku tak bergeming dan menerima peluru tersebut. Anggaplah ini sebagai rasa terimakasih ku untuk 10 tahun ini kalian menemani hari-hariku.

Adelyn POV end

•••

Normal POV

Peluru dilepaskan dan menembus jantung Adelyn, membuat wanita 37 tahun itu terjatuh ke lantai. Darah segera menggenang disekitar, melemahkan Adelyn dengan cepat.

"Ketua! Maafkan muridmu ini!!" Elin, yang sedari tadi hanya diam tiba-tiba berlari ke Adelyn dengan air mata dan ingus diwajahnya.

Adelyn dengan nafas lemah menyangkal, "tidak. Aku tak pernah mengalahkanmu, Elin. Jangan menangis—" Adelyn segera memuntahkan seteguk darah.

Melihat kondisi naas dari ketua mereka, remaja-remaja yang lain tak dapat menahan diri lagi. Mereka semua kecuali Meira bersujud dan menangis pada Adelyn yang sekarat.

"Ka-kalian adalah anak-anak ke-sayanganku... hiduplah dengan bahagia––." Setelah itu Adelyn benar-benar pergi. Dengan senyuman kecil ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Pada tanggal tujuh, bulan tujuh, dimalam Jum'at tepat saat gerhana bulan, Adelyn tutup usia di angka tiga puluh tujuh-nya.

To be continued


Hasil gabut hehe :'))

Hasil gabut hehe :'))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Adelyn old]

Untuk Adelyn pas udah reinkarnasi, mukanya beda lagi ;)
See u next time 💖

I Refuse to be a Chess PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang