Chapter 13

473 95 9
                                    

Adelyn POV

Aku terbangun dengan instingku yang menyala menandakan datangnya bahaya. Perasaan mengancam yang sudah lama tak kurasakan, seolah mengingatkanku kembali pada kehidupan berbahayaku sebelumnya.

"Ginger, menghilang lah dulu," ujar ku pada Ginger yang juga baru terbangun. Segera serigala kecil itu mengangguk dan menghilang seolah debu tertiup.

Dengan langkah lebar, aku menghampiri kamar ibuku dan melihat sosok beliau yang terbaring kaku di kasur.

"Ibu, sepertinya akan ada bencana yang datang ke mari." Aku berbisik dengan lembut sembari mengusap rambut indah ibu yang kecoklatan itu. Aku juga tak tau, mengapa aku sangat percaya diri bahwa bahaya sedang mengancam diriku sekarang, tapi aku berusaha untuk mempercayai instingku yang semenjak dulu telah menyelamatkanku berkali-kali dari misi-misi berbahaya.

"Untuk sementara, ibu akan aku titipkan pada paman Han. Ibu pasti tak akan keberatan 'kan?" tanyaku dengan bodoh padahal tau jika ibu tak akan menjawab. Apa aku sudah mulai gila? Entahlah.

Dengan bantuan mantra meringankan beban yang susah payah kupelajari selama ini, aku membawa tubuh ibu menuju ke sebuah rumah mewah dengan tingkat mantra perlindungan terbaik se-Delred. Ini jugalah yang membuatku rada tenang untuk menitipkan tubuh ibu di rumah keluarga Violence.

Tok tok tok

Tak sampai setengah menit ku mengetuk dan pintu di buka, menampakkan sosok menyendiri Han Violence. Aku sudah berkali-kali melihat Han, malah sudah sedari aku masih bayi. Aku masih ingat betul bagaimana seorang pria yang sedikit lebih tampan dari ayah kandungku yang bajingan, datang dan menawarkan ibu yang menggendongku sebuah tempat tinggal. Saat itu Han seolah malaikat turun yang menolong ibu dan diriku yang belum bisa apa-apa.

"Adelyn?" Dia tampak terkejut saat tau jika aku lah yang mengetuk pintu sambil membopong tubuh ibu. Buru-buru Han membantuku untuk menggendong ibu dengan sangat mudah di pelukannya.

"Paman, tolong aku!" Dengan akting anak kecil lemah yang telah aku praktekkan sejak kecil, aku mulai mengeluh dengan tampang takut.

"Ada apa, Adelyn? Katakan saja pada paman, jangan takut seperti itu." Han ingin memelukku, tapi ada ibu yang sudah ia peluk, jadi ia hanya mengusap punggungku berusaha menenangkan.

"Aku selalu merasa tidak tenang dan setiap saat berhalusinasi bahwa akan ada yang membawa ibuku pergi, hiks!" Aku mengadu sambil menutup wajah dengan kedua tangan, sambil mengintip ekspresi wajah Han sesekali dari sela-sela jariku.

Aku sudah mengerahkan seluruh kemampuan akting sedih yang sudah terlatih sejak aku bayi itu, dan selama ini tak ada yang bisa tak luluh. Dan benar saja, dari mata-ku yang mencuri intip, dapat kulihat raut prihatin serta khawatir dari wajah tampan Han.

"Sudah, tidak apa-apa lagi, Adelyn. Ayo kita masuk dulu."

Han yang sambil menggendong ibuku, menuntunku ke dalam rumahnya yang besar namun sepi. Hal pertama yang Han lakukan adalah membawa ibuku ke sebuah kamar kosong dan membaringkannya di kasur kamar tersebut. Aku tentu mengekorinya dan saat itu juga aku ingin sekali mengapresiasi setiap perlakuan khusus yang hanya ia berikan pada ibu. Dari menyelimuti tubuh ibuku dengan teliti, sampai merapikan rambut ibu yang sedikit berantakan lantaran membawa ibu kemari.

"Paman," panggilku pada Han yang tenggelam dalam lamunan sembari memandang wajah ibu.

"Ah, maaf Adelyn. Paman malah bengong dan melupakanmu," ujar Han menghela nafas. Tangannya memijat lembut kerutan di dahinya seolah ratusan masalah bersarang di dalam sana.

Aku hanya diam sambil menunggu pergerakan Han selanjutnya. Tak lupa aku mempertahankan akting sedih dan takutku sebelumnya.

Merasa lebih tenang, Han mengalihkan pandangannya dari ibu ke arahku. Diusapnya rambut acak-acakanku yang dua hari ini tak kuurus. Jika Aiden melihat rambutku saat ini, aku jamin ia akan berteriak memanggilku gadis gembel.

I Refuse to be a Chess PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang