Chapter 10

1.4K 225 10
                                    

Dalam kurun waktu beberapa jam, berita mengenai kematian Aster Yvette, menyebar ke seluruh penjuru Delred. Mulanya berita tersebut ingin dirahasiakan, tetapi setelah beberapa pertimbangan diumumkan ke publik. Penyebab kondisi Aster juga diberitahukan, dan segera menggemparkan warga Delred. Saat tahu kaum iblis yang diduga menjadi pelaku, para penyihir marah dan tak berdaya.

Sejarah kelam antara kaum penyihir dan kaum iblis telah lama pecah. Namun diantara pertarungan itu, kaum penyihir selalu dikalahkan oleh kemampuan pengendalian pikiran milik kaum iblis. Jika dibandingkan, kemampuan seluruh kota Delred hanya dapat mengalahkan 3 iblis saja! Jadi dapat dihitung seberapa besar dan menyeramkan jika kekuatan seluruh kaum iblis disatukan.

Di rumah, Adelyn baru saja selesai mandi dan melihat serigala kecilnya yang terlupakan. Serigala itu tidur dengan patuh di ranjang kamar Adelyn. Bulu merahnya menyala-nyala di bawah sinar matahari yang menerobos masuk dari jendela.

Adelyn menggendong serigala itu dan membawanya ke dapur. Saat itu sudah menjelang subuh, dan Adelyn baru keluar dari kamar Aster jam 3 tadi. Ia sudah terlepas dari rasa sedih dan bersikap seperti biasa.

Jujur Adelyn yang telah menjadi agen rahasia selama 27 tahun, kematian rekan adalah suatu hal wajar. Boleh sedih, tapi jangan terlalu berlarut-larut.

Kejam memang, tapi Adelyn sendiri juga sadar jika ia sudah tak berperasaan. Saat tau Aster meninggal, ia hanya kaget sejenak dan setelah itu tak merasa sedih yang luar biasa atau semacamnya.

Di dapur, Adelyn memakan roti dan serigala merah ia berikan daging segar. Namun alih-alih mulai makan, serigala itu melompat ke bagian rempah-rempah.

Alis Adelyn terangkat saat melihat serigala kecilnya menggigit-gigit jahe. "Kenapa kau memakan itu? Itu pedas."

Adelyn merebut jahe yang ada di gigi serigala merah. Serigala yang diambil makanannya oleh Adelyn, tiba-tiba melolong sedih. Kaki-kaki kecilnya melambai-lambai untuk meraih kotak jahe.

"Serigala atau bukan sih? Makannya aneh banget." Karena tak tahan akan rengekan sang serigala, Adelyn melemparkan sekotak jahe yang telah dikupas. Hal inilah yang menyebabkan Adelyn segera terpikir untuk memberikan serigala merah tersebut nama.

"Serigala yang suka makan jahe, kalau begitu kau kupanggil Ginger." Ujar Adelyn santai sambil memakan rotinya.

"Rrrr~"

Keesokan harinya, Adelyn telah menetapkan suatu tujuan. Menjadi kuat sampai bisa mengumpulkan 100 iblis. Walau ia ikhlas-ikhlas saja dengan kematian Aster, jika masih bisa diselamatkan kenapa tidak? Jadi mulai hari itu Adelyn memulai latihan gila-gilaannya.

Karena ia tak bisa melakukan sihir, mau tak mau Adelyn kembali berlatih sesuai dengan pengalamannya menjadi agen rahasia dulu. Namun terkadang dia akan berlatih bersama Ginger, dan mengembangkan skill-skill baru.

Seharian penuh keduanya berlatih, hingga di hari kedua Aster meninggal, pintu rumah Adelyn kembali diketuk dengan bar-bar.

"Elyn! Ini aku Aiden! Buka pintunya!!" Adelyn yang baru saja menyelesaikan 200 kali sit up, ngos-ngosan. Keringat telah membasah kuyubkan seluruh tubuh Adelyn, seolah baru keluar dari dalam air.

Ketika Aiden melihat penampakan itu, ia salah paham. Buru-buru bocah itu mengelap wajah kemerahan Adelyn dan berusaha merapikan rambut Adelyn yang menjuntai keluar dari ikatan.

"Tidak apa-apa, jangan menangis lagi Elyn." Aiden lalu memeluk Adelyn sembari menepuk-nepuk punggung gadis itu yang juga basah oleh keringat. Untuk sesaat, Adelyn bingung sebelum akhirnya mendorong Aiden menjauh.

"Elyn, kau baik-baik saja 'kan? Ingin kumasakkan sesuatu?" Alih-alih marah, Aiden berusaha menghibur Adelyn lagi. Melihat Adelyn yang hanya diam, ia akan berbicara lagi sebelum didahului oleh Adelyn.

"Maaf, Aiden. Saat ini aku ingin sendirian. Jangan kesini lagi untuk sementara waktu," ujar Adelyn dan setelahnya masuk kedalam rumah lagi.

Walau sifat Aiden usil, tapi ia sangat pengertian. Ia paham jika Adelyn saat ini butuh ruang untuk sendiri. Jadi setelah memastikan bahwa Adelyn tak melakukan sesuatu yang bodoh, ia pergi dari kawasan rumah gadis itu.

•••

Kerajaan Canvira, Ibu Kota

Saat ini kawasan ibukota terlihat sangat hidup. Ratusan kepala hilir mudik dari ujung ke ujung. Yang paling ramai adalah di daerah pasar. Semenjak pagi sudah ada puluhan kereta bangsawan yang datang ke pasar.

Hal ini bukan tanpa sebab, setelah ibukota menerima tentang berita kemenangan Pangeran Kedua di Medan perang, para bangsawan segera berlomba-lomba untuk membeli hadiah termahal dan terunik yang sekiranya dapat menarik perhatian pangeran kedua. Mereka tak punya waktu banyak, lantaran pasukan pangeran kedua telah diperjalanan pulang ke ibukota dalam tiga hari kemudian.

"Tuan, apakah tuan akan pergi membeli hadiah juga?" Di kediaman Count Fredrick, Miguel dengan sopan menuangkan teh ke gelas Fredrick.

"Yah, sebenarnya aku sudah membeli hadiah. Tapi aku tak yakin jika hadiah tersebut cukup untuk menarik minat pangeran." Mulanya Fredrick masih ragu pada Hugo, dan masih mendukung pihak Putra Mahkota. Namun setelah Hugo yang pulang dengan kemenangan, otomatis kesempatan Hugo menjadi raja selanjutnya lebih besar lagi.

"Lalu apa kira-kira hadiah yang bisa menguntungkan kita?" Tanya Miguel lagi terkesan mengorek informasi.

"Ini... seperti ada. Tujuh tahun yang lalu ada rumor jika mantan tunangan pangeran telah melahirkan seorang putri. Pangeran sangat memperhatikan mereka berdua, sampai-sampai melanggar perintah raja berulang kali." Miguel menegakkan telinganya dan terus bertanya.

"Lalu apa yang terjadi dengan keduanya?"

"Entahlah, ada yang bilang dibunuh oleh raja, ada juga yang bilang di culik oleh bandit hutan. Tak ada yang tau jelasnya," Fredrick menyesap tehnya dengan tenang.

"Kalau boleh tau... siapa nama mantan tunangan pangeran itu?" Fredrick melirik Miguel yang bertanya terus menerus, mencibir.

"Kenapa kau sangat penasaran dengan ini? Memangnya jika kau tau, mereka bisa kau temukan apa?"

"S-siapa tau saya beneran tau dan bisa membantu tuan mencari mereka." Miguel berusaha tersenyum dan nadanya sengaja dibuat gagap.

Fredrick mendengus sebelum menjawab, "heh. Namanya Aster. Aster McLaren. Anak dari kediaman Baron McLaren." 

Miguel yang mendengar nama yang tak asing itu mau tak mau membeo, "hah? Aster??"

"Kira-kira bagaimana ciri-ciri wanita itu?" Walau di dunia ini banyak yang bernama Aster, tapi Miguel tak akan tenang sebelum memastikan. Jadi walau kecil, kecurigaan mulai tumbuh di hati Miguel.

"Aku kurang tau. Yang jelas menurut rumor yang ada, rambutnya coklat keabu-abuan." Semakin Miguel mendengar, semakin besar kecurigaannya tumbuh.

Bernama Aster dan berambut cokelat keabu-abuan. Ciri-ciri ini persis sama dengan Aster yang ia kenal. Tak mungkinkan jika hanya sekedar kebetulan?!

Untuk memastikan lagi, Miguel kembali melemparkan pertanyaan terakhir. Jika sampai tebakannya benar, maka...

"Apakah benar, keturunan dari anggota kerajaan Canvira memiliki ciri-ciri rambut dan mata emas?"

.

.

.

To be Continued

Tumben yak tepat waktu :^)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tumben yak tepat waktu :^)

I Refuse to be a Chess PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang