"Saya Adelyn. Adelyn Yvette."
Hugo menarik nafas dingin dan segera memerintahkan kepada Therens untuk membubarkan pesta. Dengan wajah tak terbaca, Hugo menyeret Adelyn ke sebuah ruangan kosong dan mulai menginterogasi gadis kecil tersebut.
"Katakan, di mana Aster McLaren?" tanya Hugo dengan suara dingin, membelakangi Adelyn.
"Maksud anda Aster Yvette? Itu ibu saya. Namun sayangnya beliau telah meninggal seminggu yang lalu."
Hugo merasa kakinya lemas. Jantungnya serasa naik ke tenggorokan.
"Sudah meninggal?" lirihnya tertahan.
Adelyn berusaha agar tetap tenang sekaligus bingung. "Ada apa yang mulia? Sejak saya datang kemari beberapa orang terus bertanya ini pada saya."
Hugo berusaha mendapatkan kembali setengah jiwanya dan berbalik guna melihat Adelyn.
Tak ada lagi semangat juang yang dapat ditemukan Adelyn di mata Hugo. Namun kehangatan seorang ayah yang melihat putrinya, kembali Adelyn dapatkan setelah berpisah dari Hugo semenjak ia masih bayi berumur 6 bulan.
"Nak, aku ayahmu... Namamu Adelyn Blythe Heller. Kau anakku dengan ibumu Aster McLaren."
Adelyn berpura-pura terkejut dan menutup mulutnya tak percaya. "Benarkah? Itu tak mungkin!"
"Tidak nak. Kau benar-benar anak kandungku. Kau bisa lihat dari warna rambut, mata dan juga wajah kita yang serupa."
Adelyn terlihat masih tak percaya dan hanya menunduk sedih. "Pantas saja orang-orang itu terus menanya-nanyaiku. Rupanya aku disangka anakmu?" gumam Adelyn yang masih dapat didengar oleh Hugo.
"Orang-orang siapa nak?" Tanya Hugo kini berlutut guna menyamai tinggi Adelyn.
"Count Fredrick dan juga penyihirnya Miguel. Mereka yang menculikku dan ingin melakukan sesuatu yang jahat padaku. Untung saja aku bisa lari dari mereka," jawab Adelyn polos.
Count Fredrick terkenal mendukung sisi putra mahkota. Dan tadi pun orang itu tak hadir di pesta. Apakah Fredrick ingin menggunakan Adelyn sebagai tameng agar Arthur dapat terus mewariskan tahta? Itu bisa saja, mengingat betapa bencinya Raja Dalbert dengan Aster dan Adelyn.
"Jangan khawatir. Ayah akan membereskan orang itu."
"Ya. Dan juga tolong jangan lepaskan penyihir yang bekerja dengannya. Penyihir itulah yang paling jahat padaku!" Adelyn tersenyum tak terlihat.
Hugo mengangguk dan kembali menatap Adelyn lekat. Ia telah sedikit lupa bagaimana detail wajah Aster. Walau Adelyn lebih mirip dengannya, namun bentuk mata Adelyn mirip dengan Aster. Itu sedikit mengobati rasa rindunya.
"Bolehkah ayah memelukmu?" tanya Hugo sopan.
Adelyn awalnya masih kesal dengan Hugo, tapi setelah melihat betapa terpukulnya lelaki itu saat mendengar kematian Aster, Adelyn sedikit melunak. Ia mengangguk dan berinisiatif untuk memeluk Hugo terlebih dahulu.
"Anda bilang anda ayahku?" ujar Adelyn yang diangguki Hugo. "Kalau begitu bolehkah saya memanggil anda ayah?"
Hugo terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas dengan suara kecil. "Tentu saja boleh. Kau satu-satunya anakku."
"Terima kasih, ayah."
***
Seminggu setelah kedatangan Adelyn. Hugo bergerak dengan cepat dan segera menangkap Count Fredrick dengan tuduhan bersekongkol dengan penyihir. Hanya saja penyihir tersebut berhasil melarikan diri dan menjadi buronan.
Gerakan Hugo tentunya menyita banyak perhatian khususnya para bangsawan. Sudah banyak rumor yang mengatakan bahwa pangeran Hugo sudah mulai bergerak menuntas orang-orang yang tak mendukung posisinya sebagai raja. Karena saat itu Count Fredrick masih belum mengatakan jika ia sudah berpindah sisi ke pangeran Hugo dan merupakan pendukung Arthur.
Rumor itu membuat banyak orang yang mendukung sisi Putra Mahkota takut. Sebagian yang mendukung Arthur sudah memilih untuk angkat tangan dan menjadi netral guna menghindari keduanya.
Padahal Hugo sendiri sekarang tengah sibuk keluar masuk istana untuk mendaftarkan Adelyn sebagai anak kandung sahnya. Ia terus keluar dari kantor administrasi dengan wajah masam karena terus dipersulit prosesnya. Banyak alasan melatarbelakangi hal itu. Salah satunya diduga karena Adelyn lahir tanpa pernikahan antara Hugo dan Aster. Mengingat memang kerajaan Canvira sulit menerima anak haram dan umumnya anak haram akan dibiarkan tanpa status jelas.
"Sialan! Lihat apakah mereka bisa hidup besok!" Umpat Hugo sembari mengebrak meja di ruang kerjanya dengan emosi.
Therens yang menjaga di luar juga tak dapat menahan helaan nafas. Sungguh kasihan ia melihat junjungannya itu. Beliau terus mengalami masalah di hidupnya yang seharusnya mulus.
Saat Therens akan menghela nafas untuk kedua kalinya, ia melihat tak jauh dari posisinya ada Adelyn yang tengah berbincang asik dengan seorang bocah kecil. Ini sungguh mencengangkan karena pangeran kecil, Arthario berhasil menarik minat Adelyn hingga keduanya dapat akrab hanya dalam waktu satu Minggu.
Hugo masih belum mengetahui hal ini, dan Therens juga tak berani mengatakan itu pada Hugo yang sudah cukup dibuat pusing oleh para petugas yang mengatur akta kelahiran para bangsawan.
Ngomong-ngomong tentang Hera, wanita itu telah Hugo kirim untuk pergi 'berlibur' tepat setelah Adelyn memasuki istana Ellen. Arthario berhasil lolos karena Hugo mungkin sudah melupakan keberadaannya, yang membuktikan betapa bencinya Hugo pada eksistensi Arthario di hidupnya sehingga terjebak bersama Hera. Semenjak Arthario lahir, sedetikpun Hugo tak pernah menganggapnya bernafas dan ada di hidupnya.
Therens kembali melihat dari kejauhan dua sosok cilik yang tengah bersenda gurau di taman penuh bunga. Terlihat Adelyn yang sedang memahkotai kepala mungil Arthario dengan rangkaian bunga yang ia buat. Pemandangan itu sangat indah dan menyentuh, dimana Therens semakin kuat menghela nafas penuh emosi tak berdaya.
•••
[Seminggu yang lalu]
Adelyn dikawal oleh Therens menuju kamarnya, yang dielu-elukan sebagai kamar paling mewah dan termegah di istana Ellen. Melihat Adelyn untuk pertama kalinya, hampir seluruh pelayan selain di sisi Pangeran Hugo, mengeluh.
Hugo jarang ada di rumah, dan sementara itu Hera telah lama menanam antek-anteknya dan mengusir hampir seluruh pelayan asli di kediaman Duke Ellen. Alhasil, saat Adelyn melangkah, puluhan mata penuh permusuhan diarahkan padanya walau tidak terang-terangan.
Adelyn tak peduli. Yang penting tujuannya untuk menyusup ke kediaman ini terpenuhi.
Namun detik berikutnya, Adelyn yang tak peduli itu ditarik minatnya pada sepasang mata emas yang bergetar gugup saat mencuri lihat padanya. Pemilik mata itu bersembunyi diantara pilar raksasa yang menopang langit, dan hanya menyisakan setengah kepalanya guna melihat dirinya.
Adelyn langsung mengetahui identitas anak tersebut. Siapa lagi yang memiliki perpaduan rambut ungu dan mata emas di seantero kerajaan Canvira selain putra dari ayahnya sendiri, Hugo. Ah, jadi ini hasil benih yang menyebabkan ibunya meninggalkan Hugo?
Adelyn menyipitkan matanya dalam hati dan mulai menandai Arthario dibenaknya.
Awalnya Adelyn benar-benar ingin menghancurkan Arthario secara perlahan, namun keesokan harinya, saat Adelyn benar-benar melihat wajah Arthario, Adelyn tertegun.
Sial, bagaimana dia bisa ada disini!
To be Continued
![](https://img.wattpad.com/cover/252988391-288-k438347.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Refuse to be a Chess Piece
Fantasy[Reincarnation #1] Setelah lahir kembali menjadi anak haram dari pangeran kedua dan kekasih masa kecilnya, Adelyn si agen penakluk dunia bawah itu terpaksa merasakan pengalaman baru yang kadang manis kadang pahit. Setelah koma-nya sang ibu, Adelyn k...