Evelyn

114 25 30
                                    

   Jam dinding di rumah Anggika menunjukkan pukul 10:14 pagi, tetapi keadaan rumah sudah sangat ramai saat itu. Bukan karena penghuninya yang banyak, tetapi karena pertengkaran ibunya dengan kakak perempuannya yang biasa Anggika panggil kak Aneth.

sebenarnya namanya adalah Anastasya, tetapi ia lebih sering memanggilnya dengan sebutan kak Aneth karena sejak kecil ia selalu memanggilnya kak Anas, sebab dulu Anggika masih cadel ia tak dapat mengucap 'S' dan malah terdengar seperti Aneth, hal itu keterusan sampai ia dewasa.

meski orang rumah lebih sering memanggilnya dengan sebutan Tasya, tetapi Anggika tetap memanggilnya dengan sebutan ' kak Aneth ' ia bilang itu adalah panggilan sayangnya untuk kakaknya itu.

Di ruang makan ibunya bertengkar dengan kakak nya itu, Anggika tak tau apa yang membuat keduanya bertengkar pagi-pagi begini, Anggika segera menghampiri keduanya dengan tatapan bingungnya.

" Kenapa ini? " Tanya Anggika entah pada siapa.

Sementara kedua orang yang tadi bertengkar itu melihat ke arah Anggika dengan tatapan kesalnya. Ibunya mulai duduk di kursi makan.

" Anggika nanti ikut mama " kata ibunya sembari melihat ke depan, entah apa yang dilihat. Sedangkan tangannya ia ketukkan berkali-kali di atas meja.

" Gak bisa! " Sergah Aneth cepat.

" Ikut kemana? " Tanya Anggika cepat.

" Kita pindah ke Bandung " jawab ibunya tanpa merubah posisi.

Anggika kaget mendengar jawaban ibunya saat itu, ibunya memang selalu bertengkar dengan kakak perempuannya itu atau dengan ayahnya, tetapi sepertinya pagi itu adalah puncaknya, Anggika tak pernah tau kenapa ibunya itu selalu membuat ayah dan kakak perempuannya itu marah.

" Aku gak mau " jawab Anggika lagi dengan detak jantung nya yang tak beraturan.

" Kamu mau bantah mama? " Tanya ibunya, sembari mengarahkan pandangannya ke arah Anggika dengan serius. Raut mukanya merah padam menahan marah.

" Ma... " Jawab Anggika belum selesai tetapi segera di potong oleh Aneth.

" Dia gak mau ma, kalo mama mau pergi sama laki-laki gila itu. Pergi aja sendirian, Tasya sama Anggi dirumah. Masih ada papa " jawab Aneth dengan nada keras kearah ibunya.

" Jaga mulut kamu Tasya " jawab ibunya berdiri sambil menunjuk Aneth dengan jari telunjuk nya.

" Kenapa? Bener kan? Emang mama mau pergi sama laki-laki itu kan? Yaudah pergi aja. Tapi jangan harap Anggi sama Tasya ikut mama. Kami gak akan pernah mau ikut mama. Sampai kapanpun! " Jawab Aneth lagi dengan nada penuh penekanan.

" Tasya! " Teriak ibunya menghampiri anak perempuan itu. " Kalo kamu gak mau ikut mama, biar Anggi yang ikut mama " lanjut ibunya.

" Kami berdua gak akan ikut mama sama laki-laki gila itu " jawab Aneth dengan nada tinggi.

Ibunya hampir saja menampar wajah Aneth saat itu, tetapi ia tahan saat Aneth menyembunyikan wajahnya dengan tangannya itu. Anggika kaget bukan main saat melihatnya, ia menangis dengan keras pagi itu. Ia terlalu bosan untuk mendengar perkelahian yang sama berulang-ulang, maka ia lari keluar rumahnya tanpa barang apapun, masih dengan baju tidur yang melekat di badannya. Kakak dan ibunya meneriaki namanya berulang kali tetapi ia mengabaikannya.

Anggika duduk di kursi taman tak jauh dari rumahnya pagi itu, saat itu adalah hari Minggu dimana taman itu ramai. Banyak orang yang datang kesana entah untuk lari pagi atau sekedar jalan-jalan bersama hewan peliharaan mereka ataupun pasangan mereka.

Ia duduk sendirian di kursi taman, banyak orang di sana sekedar berfoto riang atau duduk dengan karpet dan makanan di rumput hijau, terkadang ia merasa iri dengan orang-orang yang dapat dengan mudahnya pergi piknik dengan keluarga kecilnya, makan bersama, bercanda tawa bersama, sementara ia jangankan untuk piknik, bahkan makan bersama dirumah pun tak pernah terjadi, ia tersenyum miris dengan keadaannya sendiri, menangisi keadaan keluarganya yang antah berantah.

About Us | Ahn Yujin•Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang