Fifteen

187 80 576
                                    

"Alleta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alleta... maaf."

"Maaf Alleta, maafin gue."

"Maaf gue nggak ada tadi."

Entah, sudah berapa banyak kata maaf yang terlontar dari bibir seorang Gavin Avairo Prakasa.

Sejam lebih Alleta belum juga membuka matanya. Dokter bilang, tekanan yang diterima Alleta membuat tubuhnya melemah, kenyataannya Alleta memang sedang kurang sehat, ditambah kekerasan yang Alleta dapat membuat pertahanan tubuh gadis itu semakin lemah.

Selang infus melekat di punggung tangan Alleta. Dokter juga sudah memberikan obat lewat infusan untuk mengeluarkan air kolam ikan tadi.

"Bangun, Cantik. Gue nggak bisa liat lo begini," lirih Gavin memandang wajah pucat Alleta.

Ini kedua kalinya Gavin merasa sedih, sekaligus takut saat melihat perempuan dalam keadaan lemah.

Gavin tidak ingin kejadian 2 tahun yang lalu terulang kembali. Di mana kekasihnya dulu mengalami hal yang sama dengan Alleta. Di-bully sampai akhirnya bunuh diri karena tidak kuat menerima semua itu.

Satu-satunya hal yang membuat Gavin cukup trauma. Sejak saat itu Gavin tidak pernah lagi mencintai perempuan mana pun, menjadi lady killer, sampai akhirnya dia bertemu Alleta.

Gavin mengangkat kepalanya saat merasa ada pergerakan dari jari tangan Alleta dan benar saja secara perlahan, tetapi pasti Alleta membuka matanya.

"Alleta... udah sadar?" Pertanyaan konyol itu sudah lama tidak Gavin keluarkan dari bibirnya. Terakhir kalau tidak salah... saat kekasihnya dulu pingsan.

"A-air," ucap Alleta pelan dan terbata-bata tetapi, Gavin masih dapat mendengarnya. Dengan hati-hati Gavin membantu Alleta untuk minum air di gelas yang telah di siapkan jika Alleta sudah sadar.

Hati Allisa mencelos melihat itu. Bagaiamana Gavin memperlakukan Alleta begitu manis dan penuh perhatian. Sedangkan pada Allisa selalu dingin, bahkan kasar.

Ini juga kedua kalinya Allisa kembali mengalami sakit yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.

Allisa melihat Gavin sedang membantu Alleta untuk minum lewat kaca bening yang dapat memperlihatkan dari dalam ke luar dan dari luar ke dalam.

"Liat Gavin sama Alleta gue senang, kalo lo?" tanya Delvin yang menepuk pundak Allisa dan berdiri di sampingnya.

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Allisa. Pandangannya terus menatap Gavin dan Alleta. Allisa sendiri tidak tahu harus sedih, atau bahagia.

Allisa sudah sangat menyukai Gavin. Bahkan, perasaan suka itu sudah berubah menjadi cinta. Seperti dicabik-cabik ketika menyadari kalau orang yang Allisa cintai sekarang, justru mencintai teman dekatnya sendiri.

"Kalo lo sayang sama Gavin. Lo seharusnya bahagia liat dia temuin cinta barunya," Delvin menatap Allisa, terlihat mata gadis itu berkaca-kaca.

Apa Delvin salah bicara?

Friend Or Enemy? [TERBIT].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang