• • •
Hari ini hari minggu.
Dan saat ini gue tengah bersantai sambil memperhatikan para tukang yang sekarang lagi sibuk benerin pintu balkon gue yang rusak akibat tendangan Daniel yang ternyata kuat itu.
Well, gue nggak terlalu inget sama kejadian semalem. Yang gue inget cuma gue pulang dari bioskop terus keluarga gue pada nggak ada dirumah dan akhirnya Daniel vantu gue untuk masuk lewat balkon. Selebihnya gye nggak inget, karena gue yakin kalo gue langsung tidur habis itu.
Gue bersantai nggak sendirian. Ada Bang Dirga yang juga ikut mantau yang sayangnya dia cuma fokus sama hpnya sambil mengetik dengan cepat tombol yang ada dilayar ponselnya. Hanya dengan melihatnya gue tau kalo dia lagi sibuk chattingan. Beda sama gue yang bener-bener perhatiin tukang itu yang kelihatan sangat lihai denhan pekerjaan.
Melihatnya membuat gue penasaran dan akhirnya berdiri untuk menghampiri mas-mas tukang itu.
"Mas udah lama kerjanya ya jadi tukang?" tanya gue yang berusaha sok kenal agar mas itu nggak terlalu canggung kerjanya diliatin gue sama Bang Dirga.
"Iya, Dik. Udah hampir 5 tahun saya jadi tukang." jawabnya.
"Umur mas berapa?" tanyanya gue karena merasa aneh saat mendengar memanggil gue 'Dik' sedangkan dari mukanya gue perkirakan berumur dibawah Bang Dirga.
Mas itu menoleh dan menatap gue dengan pandangan heran yang ngebuat langsung saja menyebutkan alasan kenapa gue menanyakan namanya.
"Oh... Saya emang keliatan muda, Dik. Tapi umur saya udah kepala 3." ucap Mas itu yang cukup membuat gue terkejut mendengarnya.
Gila sih. Mukanya keliatan masih kayak remaja yang menuju dewasa, tapi umurnya ternyata udah kepala tiga. Hebat banget dah, gue jadi penasaran apa rahasianya.
"Mas perawatan pake apa Mas? Sampe awet mudanya, awet banget. Beda kayak Daniel yang mukanya udah kayak anak kuliahan semester akhir. Boros." ucap gue yang mulai membandingkan wajah mas itu dan Daniel.
Ah iya. Daniel.
Ada satu hal yang gue lupain untuk bantuannya semalem. Apalagi kalo bukan gue yang belum ngucapin terima kasih ke dia yang udah capek-capek nolongin gue dan bahkan rela dobrak pintu supaya gue bisa tidur dengan nyaman di kamar gue sendiri.
Mengingatnya membuat gue bergegas pamit ke Mas itu, lalu kemudian berjalan keluar kamar dengan niat ingin menemui Daniel dirumahnya.
Kali ini gue menginjakkan kaki gue kerumah itu tanpa adanya paksaan. Ini murni dari hati gue yang pengen ketemu Daniel dan ngucapin terima kasih secara langsung padanya. Gue sedikit tersenyum dan terkekeh kecil mengingat bagaimana dia dengan telaten menyusun tangga itu ubtuk gue yang mana hubungan gue sama dia pun nggak termasuk dalam hubungan yang sebatas teman.
Jadi itu ngebuat gue sedikit tersentuh. Ya walaupun itu hal kecil yang siapa aja bisa ngelakuinnya.
Gue langsung ke dalam rumah Daniel tanpa mengucapkan salam apapun karena gue udah menganggap rumah ini seperti rumah gue sendiri seperti apa yang Tante Mindy bilang kalo gue bebas melakukan apapun disini. Termasuk, masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi.
Tapi sepertinya gue menyesalinya. Saat langkah gue udah sampai ruang tamu dan mendapatkan sosok Daniel yang sedang duduk bersantai dengan seorang cewek yang ada di sampingnya sedang bersandar pada bahunya yang lebar.
Melihat itu membuat gue kikuk. Apalagi cewek itu terlihat sangat cantik dengan wajah campuran yang sama dengan wajah yang dimiliki Daniel. Gue yakin pasti Ayah atau Ibunya memiliki gen yang sangat baik sehingga menciptakan manusia cantik yang sulit untuk gue alihkan pandangan gue darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and That Fakboy [END]
Teen FictionIntinya, gue benci sama cowok yang namanya Daniel. Si Fakboy sialan yang hobinya nikung gebetan gue! Anjing kata gue teh! • • •