• • •
Gue menunggu di depan gerbang setelah beberapa menit yang lalu gue bergegas siap-siap untuk ikut ke perusahaan dimana Erick akan menjadi seorang artis nantinya.
Tadi pagi gue baca pesannya yang minta maaf setelah Bang Dirga menceritakan kalo gue udah menyiapkan minuman untuknya yang sayangnya nggak jadi karena pintunya terkunci sehingga gue sendiri yang minum teh itu. Dan sebagai permintaan maafnya dia bakal ngajak gue ke perusahaan entertainment yang menaungi dirinya yang akan segera debut tahun depan.
Gue sih oke-oke aja, walaupun nggak artis kesukaan gue yang berasal dari Indonesia. Selain jarang liat tipi gue pun nggak tau artis-artis siapa aja yang lagi nge-hype sekarang ini. Tujuan gue menyetujui tawarannya adalah karena gue mau refreshing mata untuk melihat manusia-manusia bening yang memiliki ketampanan dan kecantikan yang alami. Nggak sih, gue lebih liat yang cantik-cantik aja. Yang ganteng udah sering, apalagi kalo gue lagi ngaca.
Mata gue segera menangkap sosok Erick begitu dirinya sudah berjalan keluar dari area rumah Daniel hingga akhirnya sampai di hadapan gue.
"Maaf, Vin. Niel nggak ngebolehin gue minjem mobil Om Louise. Jadi kita naik taksi aja ya?" ucapnya yang terlihat ragu untuk mengatakannya.
"Nggak apa kok. Nggak jauh juga tempat untuk nyetop taksi dari sini." ucap gue padanya, tersenyum ramah dengan harapan bisa menghilangkan rasa nggak enak karena memang dirinya berjanji akan memakai mobil Om Loiuse untuk mengajak gue kesana.
Tapi gara-gara Daniel yang entah kenapa melarangnya meminjam mobil Ayahnya. Rencana Erick pun tidak terjadi dan kini kita berjalan berdampingan menuju keluatr komplek perumahan untuk menunggui taksi lewat disana.
"Semalem kalian konsultasi apa sih? Sampe dikunci gitu." tanya gue basa-basi karena sudah beberapa menit kami terdiam untuk menunggui taksi yang belum lewat juga.
"Nggak banyak sih. Gue cuma bilang kalo gue juga mau fokus nyanyi. Jadi gue minta bokap lo untuk ngajarin gue lagi, dan di studio semalem bokap lo mau ngetes suara gue masih bisa di asah atau nggak." jelasnya yang ngebuat gue mengangguk-angguk paham.
"Terus gimana? Lu bisa?" tanya gue lagi, dan kini giliran Erick yang mengangguk.
"Bisa. Tapi butuh waktu yang lama supaya gue bisa percaya diri untuk nyanyi di tempat umum." ucapnya yang ngebuat sedikit bingung mengingat beberapa waktu yang lalu kalau dirinya berkarir di industri hiburan hanya untuk fokus berakting.
"Waktu itu lo bilang lo mau jadi aktor. Dan aktor itu fokusnya akting kan? Kenapa sekarang lo mau nyanyi juga?" tanya gue padanya.
"Kalo bisa dua-duanya, kenapa enggak?" balasnya sambil mengedikkan bahunya.
Setelah itu sebuah taksi datang dan gue segera menyetopnya. Dan saat taksi berhenti, gue masuk duluan disusul Erick yang duduk di samping gue. Setelahnya Erick menyebutkan kemana kita akan pergi, lalu taksi itu pun langsung menjalankan mesinnya setelah menyalakan kargo untuk menghitung biaya dan jarak untuk menuju ke sana.
"Oh iya. Semalem Daniel mencak-mencak dikamarnya. Kayak nyalahin diri sendiri gitu. Gue nggak tau kenapa, tapi dari yang gue denger ada nama lo di dalam kalimatnya. Emang semalem kalian bareng ya pas gue lagi konsul?" ucap Erick setelah beberapa menit perjalanan.
Gue menoleh ke arah nya dan berpikir sejenak untuk memikirkan alasan mengapa Daniel seperti itu dan memasukkan nama gue di dalamnya. Tapi yang gue inget cuma dirinya yang ngebohongin gue yang berakhir dengan gue usir dirinya dari sana.
"Mungkin gara-gara semalem gue usir dari kamar gue. Makanya dia nyebut-nyebut nama gue." ujar gue yang kurang yakin dengan jawaban yang gue berikan. Karena bagaimanapun gue nggak tau alasan sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and That Fakboy [END]
أدب المراهقينIntinya, gue benci sama cowok yang namanya Daniel. Si Fakboy sialan yang hobinya nikung gebetan gue! Anjing kata gue teh! • • •