• • •
Gue nggak tau kalo gue bakal drop sampe demam tinggi gara-gara kejadian dua hari yang lalu dan menyebabkan gue nggak masuk sekolah karena demam yang belum turun juga sampai hari ini.
Badan gue terasa sangat panas, denhan tenggorokan yang kering dan sangat enggan untuk berbicara atau berganti posisi. Rasanya nggak menyenangkan, bahkan untuk bergerak sedikit pun gue nggak mampu karena emang badan gue terasa sakit dengan kepala yang terasa pusing untuk sekedar membaca situasi disekitar gue yang saat ini sudah ramai dengan beberapa orang yang menjenguk gue
Gue nggak tau siapa aja mereka, tapi dari yang gue dengar disana ada Reno dan Erick. Sedangkan yang lainnya adalah suara keluarga gue dan keluarga Daniel. Entahlah mereka ngomongin apa, yang jelas gue berusaha sebisa mungkin untuk mendengar suara Daniel yang tak kunjung gue denger.
"Vin. Kita ke rumah sakit aja yuk, Nak. Udah dua hari ini demam mu nggak turun-turun." ucap Bapak dengan nada yang sangat lembut sambil mengelus kepala gue pelan. Gue yang memejamkan mata gue pun menggeleng kecil, sangat kecil namun bisa di rasakan oleh tangan Bapak yang merasakan kepala gue yang bergerak.
Gue emang menolak untuk pergi kerumah sakit saat pertama kali gue jatuh sakit. Alasannya sangat klasik, gue nggak suka bau rumah sakit dan yang berbau obat-obatan. Walaupun pada akhirnya gue disuruh minum obat Dokter yang di bawa kerumah, setidaknya itu lebih baik daripada gue harus dirawat di salah satu tempat yang paling gue hindari.
Bapak menghela napas pelan lalu menghentikan elusan tangannya di kepala gue untuk kemudian mengusap dahi gue yang terasa hangat begitu beliau mengusapnya. Gue menyukainya, tapi itu nggak bertahan lama karena Bapak segera menyudahinya dengan alasan gue yang harus beristirahat dan menyuruh semua orang yang menjenguk gue untuk keluar dan meninggalkan gue untuk beristirahat.
Tapi enggak dengan Reno. Dia ditugaskan untuk menemani gue di kamar untuk berjaga-jaga kali gue butuh apa-apa. Mendengarnya membuat gue dengan berusaha membuka mata gue untuk menatap sosok Reno yang udah duduk di kursi tepat di samping ranjang gue.
"Dari awal gua kenal sama elu. Baru ini lah gua ngeliat lu secara langsung jatuh sakit. Biasanya lu selalu bersemangat dengan emosi lu yang membara. Ternyata bisa ngedrop juga." ucapnya yang gue balas dengan senyum setipis mungkin.
"Tapi wajar sih. Lu pasti kena serangan syok karena kejadian kemaren. Dan efek dari serangan itu terlambat untuk menyerang tubuh elu, jadi ya gini, elu ngedrop dan demam tinggi." ucapnya lagi yang hanya gue tatapi saja sosoknya karena gue nggak memiliki kekuatan untuk mengucapkan satu kata pun padanya. Gue bener-bener ngerasa lemes walaupun udah beberapa sendok bubur yang masuk ke dalam ketenggorokan gue.
Reno mengalihkan pandangannya ke arah balkon kamar gue lalu kemudian berkata.
"Lu bisa berhenti sembunyi disitu, Niel. Udah nggak ada siapa-siapa disini." ucapnya yang ngebuat gue dengan perlahan berbalik untuk melihat apa yang Reno lihat.
Dan benar saja. Pintu balkon gue tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok Daniel yang berjalan mendekat ke arah gue setelah dirinya menutup kembali pintu itu
"Gimana lo bisa tau?" tanya Daniel begitu sudah tiba disamping Reno yang berdiri dari duduknya.
"Cara lu ngintip kayak bocah. Jagain nih Melvin. Gua mau ke bawah dulu, ntar gua balik lagi." ujar Reno lalu kemudian sedikit meremas lengan gue untuk berpamitan keluar dari kamar gue dan di gantikan oleh Daniel yang mengambil alih tempat duduk milik Reno.
"Rasanya pasti nggak enak ya terbaring lemah kayak gini. Biasanya kan lo aktif, walaupun masih tergolong pasukan mager." ucapnya yang gue usahain tersenyum untuk menghargai usahanya menghibur gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and That Fakboy [END]
Teen FictionIntinya, gue benci sama cowok yang namanya Daniel. Si Fakboy sialan yang hobinya nikung gebetan gue! Anjing kata gue teh! • • •