• • •
"Maaf, Vin. Kayaknya gue nggak bisa jadi pacar elo deh." ujar Fina. Cewek cantik yang saat ini berdiri di hadapan gue dengan kepala yang menunduk.
"Loh, kenapa, Fin? Bukannya lo bilang lo udah nyaman sama gue? Gue juga udah nyaman sama elo. Makanya gue berani nembak lo sekarang." ujar gue, dengan nada heran dan sedikit rasa tidak terima dengan ucapannya sebelumnya.
"Iya. Gue nyaman sama elo. Tapi hanya sebagai temen. Nggak lebih. Dan yang lebih penting, gue...udah punya orang lain di hati gue." ucapnya, yang membuat gue terdiam beberapa saat dengan jantung yang berdetak kencang.
Gue menggeleng pelan. "Nggak. Itu nggak mungkin kan? Baru kemaren lo bilang kalo lo itu jomblo. Tapi kenapa sekarang lo dengan mudahnya bilang begitu?" ujar gue yang mengingat jelas ucapannya kemarin yang membuat gue berani mengutarakan perasaan gue padanya.
Namun karena ucapan itu pula gue tersadar. Otak gue yang bekerja dengan cepat, langsung saja mendapatkan satu nama yang menyebabkan hal ini terjadi. Dan itu bukan lain karena....
"Ini ulah Daniel kan?" tanya gue. Dengan nada datar karena akhirnya gue mengetahui alasan perubahan hati Fina yang sangat cepat.
Fina mendongak. Matanya membesar dengan bibir yang sedikit bergetar.
"L-lo tau?" tanyanya. Gue berdecih mendengarnya.
"Gue nggak nyangka lo bakal kayak cewek-cewek lainnya. Mudah tergoda dengan cowok kayak dia. Nggak perlu minta maaf, karena gue pun juga menarik kata-kata gue untuk nembak lo tadi. Gue ilfeel." ucap gue, lalu kemudian berbalik untuk kembali menuju ruang kelas yang jaraknya lumayan jauh dari belakang kantin yang sepi ini.
Gue memang memasang wajah datar. Tapi hati gue panas dan rasa ingin marah itu sangat besar. Apalagi saat Fina berlari dengan meneriaki nama gue, membuat gue nggak tahan hingga akhirnya gue berhenti ditempat untuk menunggunya menghampiri gue.
"Apa lagi?" tanya gue tanpa menatapnya.
"Gue cuma mau minta maaf, Vin. Gue tau lo pasti jijik sama gue. Tapi plis, maafin gue ya." ujarnya sambil sedikit meremas lengan gue.
Gue segera melepaskan tangannya lalu kemudian berkata.
"Satu hal yang bisa lo lakuin supaya gue maafin lo." ujar gue.
"Apa?"
"Jangan pernah manggil-manggil nama gue lagi. Hubungan kita berakhir sampe disini." jawab gue lalu kembali melanjutkan langkah gue meninggalkannya sendirian disana. Gue nggak tau apa yang dia lakuin saat ini. Tapi satu hal yang pasti. Gue nggak perduli.
Ini yang pertama kalinya gue rasain saat nembak cewek. Kalo dihitung sudah hampir 10 cewek yang gagal gue tembak dengan alasan yang sama. Apalagi kalo bukan karena tergoda oleh Daniel.
Cowok setengah bule yang hampir tiap saat gue liat mukanya. Bukan cuma satu sekolah. Kelas kita pun juga sama, bahkan rumah pun bersebelahan. Itu yang membuat nggak bisa untuk nggak ngeliat dia dalam satu hari penuh.
Awalnya gue biasa-biasa aja. Dia nggak pernah ganggu gue, bahkan ngajak gue ngomong pun jarang. Bukan dia sih, tapi lebih ke gue. Gue yang nggak mau ngomong lama-lama sama dia. Gue nggak suka cara dia ngomong dan berakrab ria dengan keluarga gue yang sayangnya udah dekat dengannya.
Ya gue nggak masalah sama itu. Tapi setelah kejadian satu tahun yang lalu, saat gue dengan mata kepala gue sendiri ngeliat dia ciuman dengan cewek yang rencana mau gue tembak, disitu gue tau kalo selama ini dia lah dalang dari semua cewek yang selalu menolak pernyataan rasa suka gue.
Gue nggak tau gimana dia bisa ngelakuin dan naklukin cewek yang gue suka hanya dalam semalam. Tapi yang jelas itu membuat gue sakit hati dan menanamkan kata kalo Daniel adalah manusia yang paling gue benci di dunia ini. Agak lebay emang, tapi itu pantas bagi gue yang selalu di tikung olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and That Fakboy [END]
Genç KurguIntinya, gue benci sama cowok yang namanya Daniel. Si Fakboy sialan yang hobinya nikung gebetan gue! Anjing kata gue teh! • • •