"Kayaknya aku kena quarter life crisis, tiba-tiba aku pengen punya pacar," ucapku pada Jean lewat telepon.
Kuliahku hari ini baru akan dimulai pukul 11 pagi. Maka, di sinilah aku, terbaring di atas kasurku dengan kedua kaki yang aku angkat dan aku sandarkan pada tembok. Mengganggu ketenangan pagi hari Jeanna dan membombardirnya dengan curhatan ampasku.
Kedua mataku menatap lurus ke arah langit-langit; di pikiranku, terproyeksi wajah Kak Seonghwa yang tersenyum manis ke arahku. Oh, jangan lupakan sapuan manis jari jemarinya di rambut panjangku tadi malam. Rasanya, pipiku memanas jika mengingat momen itu.
"Apa gara-gara ujian blok makin deket, ya," ujarku lagi. "Stres berat, mana dokternya jarang ngajar."
Jeanna terkekeh, "Doctorpreneur kayak Dokter Younghoon tuh susah, jadwal ngajar gak cuma tabrakan sama jadwal praktik, tapi sama jadwal ngartis juga. Mau gimana lagi, yang gak stres di masa-masa kayak gini tuh cuma orang gila."
"Tapi tiba-tiba ngoceh pengen punya pacar juga orang gila," aku balas tertawa. "Semoga Dokter Younghoon ngasih kompensasi berupa nilai A. Hobi banget ninggalin PPT selusin."
"Pokoknya, cari yang kayak Kak Seonghwa," balas Jeanna. "Ngomong-ngomong, Dokter Younghoon masih jomblo nggak, ya?"
"Haha, mau kamu ditinggal-tinggal sama Dokter Younghoon? Mahasiswanya aja di-ghosting,"
"Ah, merusak momen halu aja kamu," omel Jeanna. "But on a serious note, karena kamu belom pernah pacaran, kamu harus benchmarking gebetan kamu ke Kak Seonghwa. Kak Seonghwa sets the bar too high as he should. Udah ada contoh green flag di depan mata kamu, jangan sampe dapetnya yang lebih bapuk dari Kak Seonghwa."
Wejangan Jeanna berputar-putar seperti pusaran air di dalam otakku. Ah, Jeanna, asal kamu tahu saja, orang itu memang Kak Seonghwa. Dan, ya, Kak Seonghwa bukan hanya green flag, he's the whole forest. Kau tidak perlu khawatir tentang hal itu.
"Kayaknya susah, sih, nyari yang paket lengkap begitu, kecuali nyarinya di rumah makan padang,"
Suasana tiba-tiba hening. Untuk beberapa saat, aku mengecek layar ponselku. Masih tersambung, kok.
"Rachel ... asli jayus," ujar Jeanna, memecah keheningan.
Tawaku pecah dengan kencang, "Haha, Mau gimana lagi."
"Pokoknya, jatuh cinta itu jangan ditahan. Ungkapkan kalo kamu tertarik—sebenernya pilihan, sih, mau confess atau enggak. Yang penting jangan denial dan jangan nolak perasaan itu, nyiksa diri sendiri itu namanya. Sit back and relax, everybody!"
Ah, sial. Jeanna terdengar begitu bersemangat di ujung sana. Mungkin ia merasa telah menjadi pemberi saran terbaik satu dunia.
Mungkin masalah perasaan ini akan jauh lebih mudah jika bukan Kak Seonghwa orangnya. Mungkin semuanya lebih mudah jika aku bahkan tidak mengenal Kak Seonghwa sebelumnya.
Jadi, semuanya tetap salah Kak Seonghwa. Suruh siapa dia memiliki pahatan wajah yang sempurna? Suruh siapa dia memiliki kepribadian yang membuatnya sangat mudah untuk dicintai?
Namun, kurasa dia bukan tipe orang yang mudah untuk dimiliki. Fisikku pun jauh di bawah apabila dibandingkan potret Kak Yeeun yang luar biasa cantik dan anggun. Sebagai mahasiswi kedokteran, aku juga bukan terbaik di kelas—meskipun aku punya 1001 privilese sebagai "adik" Kak Seonghwa.
Singkatnya, jika benar aku menyukai Kak Seonghwa, I stand no chance untuk memiliki "hubungan romantis" dengan pria itu.
Bah, tubuhku seakan tersengat listrik ketika memikirkan hal tersebut. Sangat menggelikan, memikirkan bahwa aku mungkin menyukai Kak Seonghwa, seperti orang yang tidak tahu diri saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPTY SPACE ─ Seonghwa ATEEZ
Fanfiction[ ON HOLD ] Dokter Seonghwa itu terlalu kaku, aku tidak akan heran jika ia akan "sendirian" sepanjang hidupnya. - side story 'Rewrite the Stars'. Originally written by Penguanlin, 2020.