"Dokter SeonghwaㅡDOKTER SEONGHWA!!!"
Kak Seonghwa berlari secara tergesa-gesa dari arah ruangannya, sepertinya menuju ruang IGD. Satu lusin perawat beserta jajaran dokter bedahㅡmungkin, karena mereka memakai pakaian serba hijauㅡikut berlari, mengikuti langkah panjang pria itu.
Sementara itu, di depan pintu masuk, aku berdiri mematung sembari memeluk tas laundry milik Kak Seonghwa. Pantas saja ia tidak ingat pulang, pekerjaannya benar-benar menuntut pria itu untuk selalu ada di rumah sakit. Ia barangkali tidak perlu berolahraga lagi karena sudah terlalu banyak berlari-lari.
"MINGI!!"
Seorang pria berjas tiba-tiba muncul, berlari tepat di sebelahku. Ia bahkan tidak menyenggolku, tetapi rasanya seperti aku terhempas karena ia berlari dengan sangat cepat. Tampak banyak sekali bercak darah pada pakaian pria itu. Agaknya ia berlari menuju IGD juga.
Rasa keingintahuanku datang lagi. Masih dengan tas laundry di tanganku, aku mengikuti jejak pria tadi, orang dengan bercak darah di pakaiannya. Setelah kulihat-lihat, tangan pria tadi juga dipenuhi darahㅡAPAKAH BARU SAJA ADA PEMBUNUHAN???
Di depan ruang IGD, pria yang tadi aku temui ternyata ada di sana, dengan satu pria lagi yang sepertinya sama tingginya dengan ia yang pertama, tetapi lebih kurus. Tunggu, sepertinya aku tidak asing dengan ia yang lebih kurus itu. Namun, siapa?
Pria kurus itu terduduk di sebelah pintu IGD, menangis. Kemejanya juga dipenuhi noda darah, bahkan lebih banyak daripada pria yang pertama tadi. Lebih-lebih pada jasnya; jas hitam itu barangkali telah berubah warna saking banyaknya darah di sana.
Ah, tangis pria itu benar-benar memilukan, aku tidak tega mendengarnya. Diam-diam, aku berbalik arah, hendak kembali ke ruangan Kak Seonghwa. Oh, ya, Kak Natasha pasti tahu sesuatu!
"Kak Natasha!" Aku memutuskan untuk mampir ke meja resepsionis.
"Wih, apaan tuh?" tanya Kak Natasha, mengerling pada tas yang kubawa.
"Punya Kak Seonghwa," jawabku. "Di IGD ada apa, Kak, kok kayaknya banyak banget darahnya? Apa ada pembunuhan?"
Kak Natasha tampak termenung mendengar pertanyaanku. Sekilas, ia menolehkan kepalanya ke kanan-kiri, kemudian sedikit membungkuk dan mengecilkan volume suaranya. "Dia salah satu pasien penting, relasinya Dokter Seonghwa. Kayaknya bener kata kamu, percobaan pembunuhan," bisik Kak Natasha lirih.
Mataku membulat mendengar jawaban Kak Natasha. Tunggu, sepertinya aku ingat sesuatu. Pria itu... aku pernah bertemu dengannya di Earl Coast!
Dahiku berkerut, "Bukannya istrinya lagi hamil?" mataku kembali membulat lebar, "jangan-janganㅡ"
"Sstt, kita gak boleh ngomongin pasien VIP!" ucap Kak Natasha, lirih tetapi penuh penekanan. "Lebih baik kamu tunggu Dokter Seonghwa di ruangannya, jangan sampai ada orang yang tau tentang ini."
Jari telunjuk dan ibu jariku membentuk lingkaran, sebuah tanda non verbal untuk berkata "oke". Aku pun mengubah haluan tubuhku, kembali berjalan melintasi lorong-lorong menuju ruangan Kak Seonghwa.
Sungguh, benakku tidak bisa berhenti memikirkan pria tadi. Memori tentang pertemuanku dengan pria itu beserta istrinya di Earl Coast mendadak kabur begitu saja. Namun, aku ingat pasti, pria tadi itu dan istrinya pernah berkunjung ke Earl Coast, seingatku juga ketika kandungannya belum sebesar itu.
Jika dugaanku dan Kak Natasha benar tentang percobaan pembunuhan, siapa yang tega membunuh seorang ibu yang hamil besar? Ah, tetapi belum tentu juga yang dibunuh itu istrinya, kan? Barangkali masih keluarga pria itu, yang entah siapa.
Tubuhku kembali berbelok menuju ruangan Kak Seonghwa. Lorong yang tampak selalu sepi, seperti biasanya, membuatku tidak perlu berpikir dua kali untuk memasuki ruang kerja pria itu.
Aku meletakkan tas laundry Kak Seonghwa di sofa dan menghempaskan tubuhku di sebelahnya. Ya ampun, aku tidak bisa membayangkan bagaimana sibuknya aku nanti di masa depan. Kak Seonghwa yang merupakan dokter spesialis, yang notabenenya hanya memegang satu bidang, saja sesibuk itu. Bagaimana nanti aku, yang kemungkinan tidak akan terus melanjutkan studi spesialis seperti pria itu?
Aku bangkit dari sofa dan berjalan mendekati meja Kak Seonghwa. Mataku mengintip pada kotak bekal yang aku bawakan untuknya. Ia bahkan belum sempat untuk menghabiskan makanannya.
Kepalaku menggeleng heran, "Jadi dokter ribet banget deh. Semoga dokter-dokter lain gak lupa makan kayak Kak Seonghwa."
Huft, aku tidak mungkin menunggu pria itu kembali ke ruangannya. Ia barangkali sibuk di meja operasi, saat ini. Lebih baik aku pulang dan menikmati hidup selagi Kak Seonghwa tidak ada di rumah, kan?
Sebelum pulang, aku meninggalkan sebuah pesan yang kutulis pada sticky notes yang aku temukan di meja Kak Seonghwa. Kutempel kertas kecil itu di tutup kotak bekal yang tak lupa kututup rapat-rapat.
nanti kotak bekalnya jangan lupa dibawa pulang ya kak. -rachel
note. duh aku kangen dedek song
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPTY SPACE ─ Seonghwa ATEEZ
Fiksi Penggemar[ ON HOLD ] Dokter Seonghwa itu terlalu kaku, aku tidak akan heran jika ia akan "sendirian" sepanjang hidupnya. - side story 'Rewrite the Stars'. Originally written by Penguanlin, 2020.