[59] Philomath

132 28 8
                                    


"Woah~"

"Sumpah anjir gue merinding!"

"Sungjun gila, sih. Parah cuy."

Yang disebut hanya mengeluarkan senyum malu-malu saat satu persatu anggota grup Dua Ribu Tiga memasuki kamarnya.

Hojin dengan dramatisnya menutup kedua mata serta mulutnya dengan Taeyoung yang berjalan di depan ㅡtentunya juga dengan mulut terbuka lebar seperti yang lain seolah takjub dengan isi kamar Sungjun.

Bagaimana tidak, kamar berukuran 10 x 15 m2 itu diisi dengan satu kasur big size, seperangkat meja dan kursi belajar,  serta rak buku yang ditempel pada dinding ㅡmembuat kamar itu seolah penuh, belum lagi dengan penghargaan berupa medali, piala, sertifikat, hingga banner styrofoam yang menggantung diatas seolah mencerminkan sosok Lee Sungjun yang dikenal dingin dan ambis.

"Gue kalo disini bakal betah, apalagi kalo banyak komik sama novelnya," komentar Wooyoung yang langsung menyerbu lemari buku Sungjun tepatnya pada deretan buku warna warni yang disusun rapi.

"Gue kalo disini bakal stres tiap hari. Lu bayangin, di sekolah udah belajar dengan berbagai buku, terus pas nyampe kamar bukannya refreshing otak malah ketemu buku lagi. Masih mending kalo komik, ini kamar lu isinya Ensiklopedia IPTEK, Kamus Sains, sama buku-buku hukum semua. Apa nggak bosen bacanya?" celoteh Seongmin sesekali menyentuh permukaan rak Sungjun yang tidak berdebu, menandakan anak ini selalu membersihkan rak kamarnya setiap hari.

"Juuun!! Darah, Jun! Daraah!!"

Teriakan Siyoung berhasil membuat keenam temannya melongok pada laci meja belajar Sungjun yang dipenuhi tisu berdarah.

Donghyun merinding seketika. "Anjrit serem banget itu darah siapa woy ah."

"Disitu juga ada, liat deh." Donghyun menunjuk tempat sampah yang berisi sobekan kertas serta tisu berdarah lagi. "Darah siapa, njir?"

"Ssh... darah gue, sorry." Sungjun memungut kertas tisu bercak merah di laci mejanya lalu membuangnya pada tempat sampah kecil yang dilapisi plastik. Setelahnya ia mengikat plastik tersebut dan mengeluarkannya dari tempat sampah. "Gue buang ini dulu ke bawah sekalian minta cemilan. Kalian tunggu sini aja."

"Waah, gila." Donghyun tidak habis pikir bagaimana Sungjun begitu tenang dalam  merespon segala hal. "Jangan bilang itu darah dia karena mimisan?"

"Lu pernah liat Sungjun mimisan?" tanya Hojin bingung.

"Kagak, sih. Tapi ya masa dia berdarah karena luka. Itu darahnya masih merah, masih baru. Mungkin kemaren dia mimisannya," jawab Donghyun berdasarkan tebakannya.

"Sungjun sakit apaan sampe mimisan?" Kini Seongmin yang bertanya.

"Daripada sakit, kayaknya gue lebih yakin dia mimisan gara-gara belajar terlalu sering alias kecapean," Wooyoung menimbrung. "Terlalu banyak belajar juga bisa bikin stres dan stres bisa jadi pemicu pendarahan anterior hidung yang biasa kita sebut mimisan biasa. Nggak terlalu bahaya sih menurut gue, tapi kalo sampe sebanyak itu dan se-sering itu mungkin Sungjun bisa anemia lama-lama."

Hojin menyenggol lengan Donghyun di sampingnya lalu berbisik, "lo ngerti?"

"Nggak," jawab cowok bermarga Keum itu singkat. "Lu nanya gue, terus gue nanya siapa, njir? Anterior apa pula gue gatau."

"Yeu!"

"Anemia yang lupa ingatan ya?" tanya Siyoung.

"Itu mah amnesia anjir, lu lupa apa gak tau?" ujar Taeyoung menjitak kecil dahi Siyoung.

"Oh iya, kebolak hehe."


Tidak lama, Sungjun kembali muncul sambil membawa nampan berisi cemilan kering dengan beberapa kue basah. Di belakangnya ada satu asisten yang membawa nampan berisi enam gelas kecil dengan dua teko berisi es limun segar, cocok untuk mendinginkan tenggorokan di siang terik.

[ RELAY  2003 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang