[44] Catatan Kecil Masa Lalu

130 34 7
                                    

Wooyoung meregangkan badannya setelah menyelesaikan beberapa bagian yang harus di-edit sebelum ia kirim ke email. Bukan hal penting, hanya naskah cerita karena ia mengikuti perlombaan menulis naskah novel bertema mystery/horror. Lumayan kalau menang ia bisa mendapat sertifikat resmi serta novelnya bisa diterbitkan secara gratis oleh pihak penerbit.

Yah, andai semudah itu.



"Kak Uyoong~"

Panggilan kecil dari sang adik membuat Wooyoung menoleh kearah pintu kamarnya.

"Hm?"

Sang adik mengeluarkan cengiran kecil lalu berlari menghampiri Wooyoung yang tengah duduk di kursi belajarnya. Sedikit menggeratak meja belajar Wooyoung untuk mencari sebuah pensil dan rautan.

"Adek pinjem ini ya, hehehehe. Makasih, kak!"

Tanpa mendapat izin anak kecil berumur sepuluh tahun itu sudah berlari keluar tanpa kembali menutup pintu kamar Wooyoung ㅡmembuatnya mendengus kecil dan mau tidak mau beranjak dari duduk hanya untuk menutup pintu kamarnya lagi.

"Orang tuh ada masalah apa sih kalo buka pintu gak mau ditutup lagi?" cibir Wooyoung kecil lalu menghela nafas panjang entah mengapa.

Ia turut mengunci selot pintu lalu merebahkan diri diatas kasur menatap langit-langit kamarnya. Sebenarnya masih ada tugas sekolah yang harus dikerjakan, tapi jujur ia malas. Nanti saja menunggu mood datang atau paling tidak besok subuh baru dikerjakan. Gampang, cuma lima soal matematika ㅡtidak akan menghabiskan banyak waktu.

Wooyoung menjatuhkan atensinya kearah rak buku nomor tiga, tempat khusus untuk buku-buku novel dan komik yang mulai penuh.

Benar, Wooyoung suka sekali membaca. Bukan bacaan mata pelajaran, tapi bacaan tentang berbagai kisah nyata dan fiksi dengan berbagai genre. Karya tulis berbagai penulis besar hampir ia kumpulkan. Lihat saja, rak itu terlihat bagus dengan sedikit hiasan dedaunan juga beberapa bola lampu kecil yang ditaruh asal.

Aesthetic untuk ukuran cowok bukan?


Desahan panjang disertai helaan nafas dari Wooyoung seolah mengisi keheningan kamarnya. Ada perasaan sedikit iri ketika melihat ia berhasil membeli banyak buku novel dan mengoleksi berbagai series komik, jangan lupakan merch kecil hadiah pre-order dan beberapa hadiah ia dapat saat menghadiri acara meet and greet dengan penulis serta sebagian lain perintilan keren ia dapat saat menghadiri acara seminar kepenulisan ㅡnamun belum satupun karya tulis Wooyoung ikut bersanding disana.

"Susah banget ya jadi penulis?" gumamnya lalu disusul helaan nafas panjang.

Seketika teringat perkataan ayahnya yang melarang Wooyoung untuk melanjutkan pendidikan mengambil prodi sastra saat kuliah nanti. Ayahnya ingin Wooyoung fokus pada ilmu ekonomi mengikuti jejaknya, sementara ibunya ingin Wooyoung melanjutkan jurusannya agar bisa menjadi arsitek kelak.

Haish, mereka terlalu banyak menuntut. Padahal diluaran sana banyak orang tua yang sudah bersyukur jika memiliki anak seperti Wooyoung yang tidak banyak mau, penurut, pendiam, juga pintar.

Tangan Wooyoung merogoh bawah kasurnya lalu mengambil benda rahasia yang sengaja ia simpan ㅡsebuah buku catatan lengkap dengan pena unik.

Atau bisa kita sebut ini dengan diary?

Ya, mungkin terdengar seperti hal yang alay untuk dilakukan dijaman modern ini. Tapi bagi Wooyoung tidak sama sekali. Ia mencatat segala kisah dan perkataan orang lain dalam bukunya, menyertakan tanggal bahkan waktu agar dirinya bisa selalu mengingat siapa saja yang pernah berbuat jahat dan siapa saja orang-orang yang baik padanya.

Ia tersenyum miring ketika halaman demi halaman terbuka perlahan. Berkali-kali dibaca pun tidak akan bosan, dan rasanya masih sama ㅡmenyakitkan.












7 April 2015, 18.36

Tau hal apa yang paling nyakitin bagi seseorang?

Dijauhi.

Tau apa yang bikin seseorang diem enggan buka mulut untuk sekedar ketawa?

Didiskriminasi.

Tau nggak kenapa seseorang bisa terpuruk dalam waktu singkat?

Dibenci.

Itu gue, yang hari ini dapet semua perlakuan kasar manusia sampah kayak kalian. Gue nggak pernah protesin mimpi kalian yang hebat.

Tapi kenapa kalian ngejauhin gue perkara mimpi gue adalah seorang penulis? Cowok gak bisa jadi penulis? Penulis cuma buat cewek? Kekanakan banget sampe ngatain gue banci ke seluruh penjuru sekolah.

Kita liat siapa yang berhasil sama mimpi-mimpi itu. Pilot, atlet, masinis, polisi, presiden... atau penulis yang bakal menang. 



-hwy-











Wooyoung masih ingat jelas wajah-wajah itu. Mereka tersenyum remeh lalu meledeknya dengan berbagai umpatan kasar yang bahkan tidak pernah sekalipun Wooyoung ucapkan.

Wooyoung bukan anjing yang suka menggonggong dan menjilat.

Wooyoung juga bukan laki-laki yang mengubah gendernya.

Juga bukan Tuhan yang menulis berbagai nasib manusia pada sebuah buku dengan pensil kayu.

Tapi dari situ Wooyoung sadar, lewat tulisannya akan ia buktikan itu semua hanyalah perkataan sirik belaka. Kepercayaan dirinya mulai muncul seiring waktu berjalan.

Wooyoung cukup melampiaskan rasa bencinya ketika ia menuliskan naskah lalu membuat orang-orang yang jahat padanya menderita dalam kisah yang ia tulis. Menyenangkan sekali melakukan hal itu.

Balas dendam sebenarnya akan ia buktikan saat karya tulisnya diterbitkan secara resmi. Wooyoung akan bekerja keras demi itu.

Meskipun orang lain mengatakan penulis dan sastrawan bukanlah cita-cita besar yang bisa membuatmu sukses, tapi Wooyoung percaya ia bisa mengubah pandangan orang lain.

Baginya, sastra itu jauh lebih indah daripada omong kosong mereka yang tidak tahu apa-apa.
















semangat uyeong^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

semangat uyeong^^

semangat uyeong^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[ RELAY  2003 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang