Anak Angkat

1.1K 181 73
                                    

"Ternyata ya, si anak tetangga itu punya kepribadian ganda! Pantesan aja kemarin sikapnya aneh. Kadang polos kek anak 5 tahun, kadang ngeri kek orang tua pemarah. Pantesan tante Rosa mau titipin anaknya ke sini," celoteh Jeka bercerita di hadapan anggota keluarganya. Malam ini mereka berkumpul di ruang tengah.

"Hebat ya dia! Kepribadian satu aja syukur banget. Ini dua loh," decak Arga kagum.

"Yaelah si Ayah pakek kagum sama yang begituan. Itu bukan kelebihan, Yah. Tapi kekurangan yang disebut istimewa biar halusan dikit. Tapi keren loh, bisa ubah sikap drastis kayak gitu. Johan kalau punya dua kepribadian, bakal kek gimana ya?" celoteh Johan membayangkan.

"Gue curiga elu sebenarnya bukan anak Ayah. Tapi kembarannya," celetuk Yooni.

"Nggak bisa! Nggak mungkin Johan saingi ketampanan Ayah," sahut Arga telak.

"Yah, maksudnya apa nih?" tanya Johan menatap datar.

Kasih yang melihat itu merotasikan matanya malas. "Mulai deh! Udah pada tua tuh yang akur. Lagian kalian sama-sama ganteng kok. Makanya Bunda nikah sama Ayah dan punya anak si Johan," ujar Kasih menengahi.

"Nah ... itu yang bener. Ayah nih sudah tua tak dewasa," sahut Johan.

"Kamu juga, Johan."

"Oh iya, Yah. Bunda merasa kita nggak usah terima Rosa titipin anak di sini terus deh. Gimana kalau kepribadian gandanya kambuh, terus bisa melukai kita? Bahaya, kan?" ujar Kasih cemas.

"Tapi kan dia tetangga kita, Bund. Nggak enak dong kalau tolak gitu aja. Lagian dia kan masih kecil. Anak-anak kita udah pada gede semua," sahut Arga sambil meraih martabak lagi.

"Tuh si Jiman sama bang Yooni, masih kecil," sahut Jeka tak tahu muka.

"Jangan minta kopi gue lagi," umpat Jiman.

"Nggak usah ajak ngomong gue lagi," timpal Yooni pelan, namun tatapan tajam.

"Pokoknya Bunda nggak mau tanggung jawab kalau ada apa-apa ya. Bunda juga nggak mau kasih anak Bunda ke Rosa kalau sampai anaknya malah kenapa-kenapa. Bisa aja kan dia mau minta ganti rugi," celoteh Kasih.

Johan mengangkat tangannya, mengundang atensi tertuju padanya.

"Johan mau ngomong," ujar Johan.

"Perkara tinggal ngomong doang," sahut Hobi.

"Johan mau minta izin buat angkat anak tetangga jadi anak Johan. Tapi nggak sama mamanya, Johan nggak minat sama janda," ucap Johan. Sukses membuat mereka semua melongo.

"Kalau ngomong yang serius, Johan! Sok-sokan mau angkat anak. Duit kau minta sama siapa?" komentar Arga."Bund, pijitin dong!" ujar Arga membelakangi Kasih.

"Tapi nggak ngasih jajan sama makan juga. Maksudnya Johan mau jaga dia gituloh. Yah ... bisa dibilang Tae jadi objek percobaan Johan yang pengin jadi Good daddy nanti. Eheheh."

"Masalahnya ya, Johan. Taelen bakal jadi tanggung jawab kamu. Emang kamu yakin bisa jaga dia dengan baik? Gimana kalau anak orang jadi sawan gegara sama kamu terus," ujar Arga.

"Yaelah si Ayah kagak percayaan sama anak," Johan misuh-misuh sendiri.

"Johan, jangan ngadi-ngadi kamu. Nanti ribet urusannya. Biar aja Rosa cari orang yang bisa jaga anaknya," ucap Kasih.

Johan berdiri, lalu menatap mereka semua dengan serius. Terutama pada Kasih yang menatapnya heran.

"Tolong berikan Johan waktu satu minggu untuk membuktikannya. Kalau Johan berhasil, maka kalian semua harus setuju dia jadi anak angkat Johan."

Anak Tetangga[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang