Kampus

882 143 29
                                    

Mobil Johan memasuki area parkiran kampus. Dia sungguh membawa anak tetangga itu ke kampusnya. Benar-benar terniat memang. Kini ia dan Taelen keluar dari mobil.

"Tae, kita ke kantin dulu ya. Nggak makan, kan sudah tadi. Cuma minum kopi doang," ujar Johan. Taelen mengangguk saja.

Di sepanjang koridor banyak yang menatap heran mereka. Bukan pada Johan, lebih tepatnya pada anak di samping Johan. Hingga ada seorang cewek menegur mereka.

"Mahasiswa baru tuh, Johan?" tanya cewek dengan rambut pirang itu.

"Bukan."

"Terus? Adek lo?"

"Anak gue," sahutnya santai. Sukses membuat cewek itu mengangga lebar.

"Jangan ngadi-ngadi lo, Joh. Hamilin cewek mana lo?" tanya cowok yang baru saja nimbrung percakapan mereka.

"Mikir pakek sikut! Kalau gue hamilin anak orang, maksimal umur anak gue 5 tahunan. Ini udah segede gaban dibilang hasil mesum," sahut Johan.

"Tadi lo bilang anak elu. Gimana sih," sahut cowok tadi.

"Dahlah. Kalian nggak akan ngerti," sahut Johan sambil merangkul Taelen pergi.

Mereka memasuki kantin. Johan mengedarkan matanya ke segala arah, hingga tatapannya terfokus pada seorang cewek berambut pendek blonde. Mereka berdua segera menuju meja yang ditempati cewek itu.

"Halo Aerin sayang. Lama ya nunggu aku?" sapa Johan seraya duduk di hadapan cewek yang bernama Aerin itu. Taelen juga ikut duduk.

Aerin menatap heran pada Taelen yang bergabung dengan mereka. "Dia siapa?" tanyanya pada Johan.

"Anak aku, Yang."

Plak

"Jangan ngadi-ngadi ya, Johan! Maksudnya apa dia anak kamu?!" marah Aerin setelah menampar sekali pipi Johan.

"Astaga ditampar dong. Sabar, Yang. Belum dijelasin juga. Duhhss ..." ringis Johan. Ia sempat melirik Taelen disela ringisannya. Ekspresi anak itu telah berubah. Tatapannya menajam dengan mulut terkantup rapat.

"Astageh, ini lebih bahaya," gumam Johan.

"Nona nggak boleh tampar orang sembarangan!" ucap Taelen dengan nada meninggi.

"Astageh," ucap Johan bingung.

"Apaan sih nih anak. Gue pacar Johan, jadi bebaslah gue mau ngapain. Lagian gue tampar dia karena dengan mudahnya bilang kalau elo anak dia. Cewek mana yang nggak kaget kalau denger itu?!" sahut Aerin.

"Tapi Nona nggak denger penjelasan dulu! Emosi duluan! Aku nggak suka!"

Brak

Baik Aerin dan Johan terkejut melihat Taelen menggebrak meja. Pengunjung kantin juga melihat ke arah merek. Johan lah yang paling kalang kabut menenangkan.

"Sudah ya, Tae. Nona ini nggak jahat kok. Tadi tamparan kasih sayang doang. Kami biasanya kalau lagi sayang-sayangan ya kayak tadi. Tampar-tamparan dulu. Eehehe," ucap Johan menenangkan.

"Enggak percaya! Mama sama papa nggak gitu."

"I-ini kan kami, Tae. Bedalah. Yang muda emang gaya pacarannya kek gini. Enggak percaya? Nih buktinya."

Plak

Aerin mengangga tak percaya ketika Johan menampar pipinya. Yah, walaupun tak keras. Tetap saja dia heran dan marah sekali.

"Tuh, lihat sendiri kan, Tae? Kami emang sering kayak gini. Gapapa," ucap Johan lagi menunjukkan cengirannya.

"JOHAN! Kamu tampar aku karena anak ini? Seriusan?" tanya Aerin menatap tak percaya.

Anak Tetangga[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang