Sebuah Kabar

72.8K 1.9K 59
                                    

Rasanya tak pernah merasa bosan mengamatinya. Sedari tadi mataku tak lepas memperhatikan cara dia menggenggam setir, mengatur perseneling,bahkan wajahnya yang berkerut kesal saat ada kendaraan ugal-ugalan menyalip pun terlihat menawan. Katakanlah dia terlihat seksi. Tanpa kusadari sedari tadi aku tersenyum-senyum sendiri memandanginya. Entahlah, euforia menyandang nama Nyonya Erlangga Pradipta rasanya tidak juga hilang. Suamiku. Ah, tidak ada sebutan paling indah untuknya selain itu. Walaupun kenyataannya sudah selama 5 hari kami resmi menyandang status suami istri, namun rasanya seperti baru tadi aku mendengar kalimat qabul yang Bang Dipta ucapkan dengan lantang dan lancar.

"Sya, jangan ngeliatin terus ah." Ucapnya sembari mencoba menutup mataku dengan tangan kirinya, membuatku tersenyum semakin lebar. Suamiku ini memang tidak suka jika aku terus memandanginya. Katanya risih dipandangi seseorang, bahkan aku yang notabene adalah istrinya ini. Yah, maklum juga, Bang Dipta ini bukan tipe-tipe pria romantis idaman para gadis remaja masa kini. Karena kalau Bang Dipta ini jenis-jenis pria romantis, seharusnya dialah yang saat ini menatapku dengan penuh cinta, bukan sebaliknya. Justru kurasa akulah yang sepertinya kelebihan hormon romantis.

Dengan usil aku meraih tangan kirinya dan mengecup telapak tangannya lembut, "Bang Dipta tahu kan kalau aku cinta, Abang?"

"Nisya! Jangan mulai alay deh."

Begitulah Bang Dipta, jika aku memancingnya dengan rayuan atau kata cinta, dia pasti akan menganggapku alay. Kalau wanita normal pastilah akan merasa sakit hati saat berusaha menyatakan cinta justru dianggap alay. Untung saja aku bukan wanita normal, jadi aku kebal saja dikatakan alay, lebay dan segala bintinya. Lagipula menurutku hal ini romantis, aku yang kelebihan sifat romantis diciptakan untuk mendampingi pria kekurangan sifat romantis seperti Bang Dipta. Lebih ditambah kurang, kalau ditimbang akan menjadi pas atau seimbang.

Ah, kurasa aku perlu memancing dengan cara lain. Masih belum puas rasanya menggoda suamiku ini.

"Bang Dipta, Abang ganteng deh."

"Emang." Jawab Bang Dipta tanpa menatapku. Pandangannya masih fokus ke jalanan.

Mengucapkan kata cinta dibilang alay, mengucapkan pujian langsung disetujui. Lagi-lagi kukatakan, untung saja aku bukan wanita normal. Karena aku yakin, wanita normal sengaja memuji pasangannya supaya si pasangan balas memujinya. Dan kalau mendapatkan jawaban seperti jawaban Bang Dipta tadi, pasti wanita itu akan merasa sangat kesal serta menganggap bahwa sang pasangan sangat tidak romantis. Tapi ingat, aku beda, aku bukan wanita normal, dan aku sudah menyadari suamiku yang sama sekali tidak romantis ini. Lagipula aku juga memuji Bang Dipta bukan ingin dipuji balik, tetapi lebih karena memang menurutku suamiku ini pria paling ganteng sedunia.

"Dan karena Bang Dipta ganteng, pokoknya aku mau secepatnya punya anak cowok yang mirip Bang Dipta." Ucapku sembari menelusurkan jari-jariku di sekitar paha Bang Dipta.

"Sya!" Dengan nada memperingatkan, Bang Dipta segera menepis tanganku yang sengaja menggodanya. Tanpa menghiraukan peringatannya, aku kembali menggodanya dengan jari-jariku yang kembali menelusuri pahanya. Senyum sama sekali tidak pernah meluntur dari wajahku sedari tadi. Senangnya merayu atau menggoda Bang Dipta.

"Sya! Kalau kamu kaya gini, mending kita balik ke rumah. Nggak jadi ke rumah Bundanya!" Ucapnya sok galak.

Aku segera tertawa mendengar ucapannya, "Hahahaa ... jangan dong, Bang. Nanti apa kata Bunda, menantu kesayangannya dan satu-satunya ini batal main ke rumah mentang-mentang pengantin baru."

"Ya aku jawab jujur. Bilang sama Bunda kalau aku digoda putrinya jadi terpaksa balik lagi ke rumah demi meladeni segala godaan." Jawabnya yakin yang membuatku tertawa semakin keras.

Ya Allah, aku benar-benar mencintai suamiku ini. Meskipun dengan kadar keromantisan yang sangat minimalis, aku tetap mencintainya. Rasanya tidak akan pernah bosan untukku mengucapkan terima kasih karena segala keberuntungan yang aku miliki hingga saat ini. Ayah Bunda yang selalu menyayangi dan kusayangi, dan sekarang dilengkapi dengan suami ganteng nan menawanku ini. Kurasa hidupku tidak akan pernah kekurangan atau kelebihan. Semuanya terasa pas sesuai tempatnya.

MOM(ME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang