Ini sebelumnya maaf kalau ada info yang salah tentang kehamilan dsb...saya minta koreksinya yah...maklum, belum ada bakat d bidang ini...jd info cuma didapat dari internet atau tanya2...jd mohon maaf kl ada salah...terima koreksi dengan senang hati yah...monggoh...happy reading...:*
-------------------------------------------
“Bu Kartika.” Sebuah panggilan yang terdengar biasa, namun tidak biasa untukku. Entahlah, bahkan dalam otakku yang terkadang ekstrim rasanya panggilan tersebut seolah menunjukkan ke mana arah neraka duniaku hari ini dimulai. Nama yang dipanggil memang bukan milikku, namun nama itu berkaitan erat denganku.
“Ayo Sya, nama Bunda udah dipanggil tu.” Nah, tahu kan apa maksudku. Haaaahh, entah mimpi apa aku semalam sampai-sampai hari ini rasanya tidak ada yang beres di hidupku.
Pertama, pagi-pagi aku harus direpotkan oleh ulah Bang Dipta yang ngeyel minta sarapan rendang, dan harus rendang buatanku. Hello … memangnya aku tukang masak di rumah makan Padang yang bisa dengan gampangnya masak rendang di waktu kapan pun karena bahan-bahannya sudah tersedia. Lihat-lihat juga kali. Bang Dipta minta sarapan rendang tapi membangunkan aku –yang selalu molor lagi setelah sholat shubuh– tepat pukul 7 pagi. Masak rendang kan butuh waktu berjam-jam supaya daging empuk. Belum lagi belanja daging, kelapa dan bumbu-bumbu lainnya. Bisa-bisa rendangnya matang sudah bukan lagi waktu sarapan, tapi makan malam. Lagian sudah dua hari ini aku tidak belanja bahan-bahan untuk memasak karena nafsu memasakku sedang jatuh ke dasar bumi. Boro-boro masak sayur dan lauk pauk, masak air untuk membuat teh, susu atau kopi saja rasanya malas. Jadi sementara ini kami memang hanya mengandalkan warung makan yang banyak berjejer di pinggir jalan. Dan bukankah Bang Dipta juga bilang kalau dia mencoba mengerti kemalasanku.
Hah, menyebalkan. Untung saja tadi Bang Dipta mau kubujuk membeli rendang di warung makan Padang dekat rumah dengan janji besok aku akan memasakkannya rendang. Asal minta rendang bukan buat sarapan, aku oke-oke saja.
Dan itu bukanlah ketidakberesan satu-satunya yang terjadi. Saat aku seperti yang sudah dibayangkan –mengawasi Bang Dipta yang (juga) sedang mengawasi laundry di depan— tiba-tiba saja aku mendapatkan telepon darurat yang intinya, Ayah harus mengisi sebuah seminat di salah satu Universitas di Solo sehingga tidak bisa mengantarkan Bunda untuk jadwal check up nya ke dokter kandungan. Sehingga sebagai putri satu-satunya, aku harus ditumbalkan untuk melakukan tugas tersebut. Entah aku harus bilang betapa beruntungnya aku atau betapa sialnya aku. Karena voila, saat ini aku sudah duduk manis selama 13 menit 47 detik di ruang tunggu praktek Dokter Rina atau yang biasa kupanggil Tante Rina hingga nama tadi disebut. Oh ya, sedari tadi aku tidak lepas mengamati jam tanganku dan menghitung setiap detik yang sudah terlewati.
Dengan menghela nafas setengah hati, aku meraih tangan Bunda yang saat ini terulur ke arahku. Semangat Bunda untuk segera melakukan pemeriksaan rutin yang mencakup USG –karena kebetulan sekali Ayah berhalangan justru saat jadwal USG Bunda– sama sekali tidak menular padaku. Justru yang terjadi rasanya aku berharap ini hanya mimpi. Oh, ayolah … siapa yang aku coba bohongi? Aku benar-benar tidak siap jika harus benar-benar melihat dengan mata kepalaku sendiri hasil dari keaktifan Ayah dan Bundaku setiap malam.
“Bun, Nisya nunggu di luar aja deh ya.” Ucapku. Siapa tahu kan Bunda dengan baik hatinya membiarkan aku menunggu di sini saja, daripada aku harus semakin menyiksa batinku di dalam.
“Eiy, nggak gitu ah. Nisya kan gantinya Ayah nemenin Bunda. Ayah juga selalu nemenin Bunda masuk. Lagian nanti gimana kalau Ayah nanya-nanya, kan Nisya bisa bantu Bunda jelasin juga keadaan adek di sini.” jawab Bunda sembari mengelus perutnya yang belum terlalu kelihat.
“Tapi, Bun. Kan ada Tante Rina. Biar nanti Ayah nanya-nanya sendiri pas check up selanjutnya.”
“Nggak mau. Pokoknya Nisya ikut Bunda masuk.” Jawab Bunda keras kepala yang membuatku mengerang dalam hati. Ya Allah, tolong lindungilah hati dan perasaanku di dalam sana. Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM(ME)
Ficción GeneralBagaimana rasanya harus mendengar kabar kehamilan ibumu di saat kamu baru 5 hari menyandang status sebagai istri seseorang? Oh kalian pasti tidak ingin merasakannya. Karena itulah yang saat ini aku rasakan.