Sebuah Godaan

23.6K 971 18
                                    

Maaf lama baru apdet dan sekalinya apdet ceritanya jadi maksa begini...duh, biasa ini khayalan saya mulai gajeh jadi maaf ya...tp tetep makasih buat yang dah mau baca bahkan voment...
Siapa tahu ada yang pengen cerita ringan lainnya...saya kemarin abis lempar cerita gajeh yang lain yang judulnya Pernah Muda...yuk ah jangan kelamaan saya ngocehnya, mari dibaca...

-------------------------------------------

“Hoaaaahhmm ...” Aku menguap dan meregangkan badanku. Aaaahh, nikmatnya. Sebenarnya aku masih sedikit mengantuk, tapi teringat jam 9 pagi ada kuliah jadi aku harus memaksa diri bangun saat ini.

Merasa agak bangga, tumben sekali aku terbangun sebelum alarm berbunyi. Kuraih handphone –tempatku mengatur alarm semalam-, namun baru membuka kuncinya saat mataku melotot menatapnya. Ini tidak mungkin!

“Mati aku!”

Kuarahkan tatapan pada jam dinding yang tergantung di atas pintu kamar, dan mataku melotot semakin lebar. Jam 10.47 WIB? Serius? Lalu kenapa aku sama sekali tidak mendengar alarm berbunyi? Ini sudah hampir jam 11 dan sudah 2 jam aku melewatkan kuliah dan sudah 3 jam melewatkan bunyi alarm?

“Mati lagi!”

Argh! Jangan bilang aku mematikan alarm tanpa sadar dan kembali tidur? Dan ya ampun, baru kali ini aku bangun sesiang ini. Kalau kata Bunda, perawan macam apa yang hampir jam 11 siang baru bangun dari tidurnya sepertiku ini? Ups, salah, aku sudah bukan perawan ya. Tapi tetap saja ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Mas Dipta juga kenapa tidak membangunkanku. Padahal dia tahu hari ini aku kuliah jam 9 pagi.

Ah, ini semua pasti gara-gara cuaca dingin yang selalu melanda Jogja setiap akhir tahun, sehingga aku jadi doyan tidur seperti ini. Karena meskipun biasanya aku doyan tidur, tapi tidak akan sampai seekstrim ini. Jam 11 siang? Duh, ini sih rekor bangun siang paling dahsyat sepanjang hidupku.

Bagaimana ini? Hari ini mata kuliah Pak Djoko, dan beliau termasuk dosen yang memiliki prinsip 'absensi sebagian dari nilai' yang artinya absensi kelas dibatasi jika kau ingin lulus. Maksimal 3 kali, kalau kurang dimaklumi, kalau lebih dilaknati. Lalu dengan bodohnya aku sudah membolos 3 kali, pertama saat pernikahan, kedua saat bulan madu lalu ketiga saat bulan madu tambahan. Dan ditambah hari ini jelas 4 kali, matilah aku kalau begini.

Apa yang harus aku lakukan? Masa iya aku harus melalui ujian ulang yang jarang sekali bisa meningkatkan nilai? Atau lebih parahnya lagi masa iya aku pasrah saja kalau aku tidak lulus mata kuliah ini?

Tidak lulus.

Tidak lulus.

Tidak lulus.

Ah, dua kata itu tidak juga berhenti menggangguku.

Kenapa juga dengan bodohnya aku tertidur senyenyak ini sampai-sampai tidak mendengar suara alarm, bahkan mematikannya tanpa tersadar. Ck, memang rasanya akhir-akhir ini tidur terasa terlalu nikmat untuk dilewatkan. Bahkan tidur siang yang sangat jarang aku lakukan sepanjang hidup, selama 4 hari ini selalu rutin kulakukan. Entahlah, kurasa ada yang salah dengan hawa di Jogja ini.

Hah, sudahlah. Kurasa tidak ada jalan lain selain aku pasrah. Bukankah kata orang ketidak lulusan itu awal dari kelulusan? Jadi, kali ini tidak lulus, maka tahun depan aku pasti lulus. Oke, ini jelas kataku, bukan kata orang, abaikan saja. Tapi tetap di hatiku ada secuil harapan, menantikan sebuah mukjizat yang akan mengubah segalanya. Seperti contohnya, salah satu dari dua sahabatku mau berbaik hati melakukan segala cara mencegah hari ini aku dihitung sebagai salah satu pembolos. Atau kalau tidak tiba-tiba saja Pak Djoko tidak seteliti biasanya dalam mengabsen anak-anak di kelas. Semoga, Ya Allah, satu kali ini saja. Dan aku akan rela melakukan apa pun nantinya.

MOM(ME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang