Aduh sebelumnya maaf banget...dikarenakan dunia nyata dan tugas negara meminta belaian (tugas akhir taun full) akhirnya saya memaksa publish draft yang baru sempet saya ketik segini...pendek?banget...karena itu maaf banget kl nggak asik...
Pdhl kmrn niat sekali publish mau dua part ending plus epilog...tp apa daya...keknya saya g sanggup...ini bener2 lg syibuk banget...huhuuuu...
Jadi di catatan ini cm mau minta maaf karena apdetnya pendek (jujur saya skrg kl kelamaan g apdet rasanya hidup g tenang) dan ngabarin kalo momme bentar lg tamat...dan digantikan cerita lain yang semoga juga bisa disukai...
Sama satu lagi, bagi yang prnh membaca In (De) Kos di lapak ini (sebelum dihapus)...ada kabar bahagia...alhamdulillah Mas De dan anak2 kosnya akan segera diterbitkan dalam bentuk buku awal tahun depan...dan berharap ada yg nunggu kabar ini...hahahaaa...#plak
Ah pokoknya gtu aja...selalu mengucapkan terima kasih untuk semua...selalu kutunggu komen dan vote kalian...maaf kl jarang bales...kdg saya bingung mau bales apa selain sinyal jg angot2an...
Happy reading...#pelukciumdariku========================
"Kenapa Abang bayangin kalau dedek cewek?"
"Hm ... entah. Mungkin karena Abang pengin tetap jadi satu-satunya lelaki terganteng di rumah ini?" Senyum usil Bang Dipta saat menjawab pertanyaanku tersebut membuahkan cubitan maut dariku.
"Aduh! Sakit, Sya."
"Abisnya alesan Abang, basi."
"Nah kan bener. Abang kan juga pengin dipuja wanita lain selain kamu." Elusan lembutnya di pipi membuatku mencibir pura-pura kesal. Padahal aku senang. Membayangkan bagaimana putri kecil kami akan memuja Bang Dipta seperti aku memujanya. Dan aku tidak akan pernah meragukan kalau Bang Dipta akan berbalik memuja dedek lebih dan lebih.
"Tapi bukankah lebih ideal rasanya kalau anak pertama cowok, Bang? Paling nggak nantinya dia bisa bantu kita jaga adek-adeknya?"
"Memangnya yang bisa jagain adek-adeknya cuma kakak cowok? Cewek juga bisa kali, Sya. Justru menurut Abang, kakak cewek pasti bakalan lebih sabar dan ngemong adek-adeknya. Tinggal latih aja ilmu bela diri dari kecil, dia juga pasti bakalan bisa jaga adek-adeknya kalau ada yang nakalin." Kuresapi jawaban Bang Dipta tersebut. Benar juga. Selama ini di benakku hanya ada pemikiran untuk anak pertama idealnya berjenis kelamin laki-laki. Ditambah dengan aku yang terbiasa menjadi anak tunggal, sehingga sejak dulu selalu berpikir akan tepat rasanya jika aku memiliki kakak laki-laki yang akan menjagaku dan menyayangiku. Dan mendapatkan pemikiran Bang Dipta tentang kakak perempuan ini cukup menyegarkan untukku.
"Lagian, Sya. Ngapain anak pertama kita cowok? Toh dedek punya calon om jago bela diri, yang bakal jaga dia nanti. Iya nggak?" Mengedipkan matanya, aku hanya tertawa bahagia menatap Bang Dipta. Membayangkan nantinya saat aku, Bang Dipta, Ayah, Bunda, dedek dan adek tertawa bahagia seperti kami saat ini. Membuatku selalu berharap kebahagiaan ini akan terus kami rasakan.
Namun sebuah kebahagiaan ternyata tidak pernah bertahan lama. Saat aku merasa aku kuat, justru di saat itulah aku berpikir untuk menyerah. Kalah. Karena bayangan tidak pernah seindah kenyataan.
Dua hari aku dan Bang Dipta memenuhi benak kami dengan bayangan-bayangan tentang dedek. Membalut hidup kami dengan mimpi-mimpi itu. Dan sekarang kenyataan menunjukkan bahwa bayangan hanya akan selalu menjadi bayangan. Mimpi hanya akan selalu menjadi mimpi. Tidak akan ada kenyataan yang mengikuti atau bahkan mendekati.
Menyandarkan punggungku di tembok, tangan kanan berpegangan erat pada bak mandi. Mencoba menopang tubuhku supaya tetap berdiri tegak. Tatapanku terfokus pada aliran darah yang menuruni kaki, menyebarkan warna merah di lantai. Dengan kehampaan yang nyata, pikiranku mendadak kosong. Ini tidak mungkin, kan? Ini hanya mimpi? Tolong siapa pun, katakan kalau semua ini hanya mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOM(ME)
General FictionBagaimana rasanya harus mendengar kabar kehamilan ibumu di saat kamu baru 5 hari menyandang status sebagai istri seseorang? Oh kalian pasti tidak ingin merasakannya. Karena itulah yang saat ini aku rasakan.