[17] Gombalan Arka

14 3 0
                                    

Ijinkan ku untuk mencuri dirimu hanya untuk malam ini saja. Aku belum puas menatap wajahmu –Arka

***

Arka tidak pernah merasa segugup ini dalam hidupnya. Ia baru sadar kalau ia merasa debaran jantungnya sangat cepat ketika Alterra berada di boncengannya. Kemarin ia tidak menyadari hal ini, yang ia pikirkan hanyalah cara bagaimana gadis ini tersenyum kembali.

Namun kali ini, dengan keadaan tangan Alterra yang memegang erat ujung jaketnya serta helm gadis itu yang selalu terantuk pelan ke helm Arka membuat laki-laki itu gemetar menahan debaran jantungnya.

"Ar.." panggil Alterra tepat di telinga Arka yang langsung membuat laki-laki itu refleks menjauh.

"I–Iya..." tanpa sadar Arka menetralkan debaran dan suaranya yang tiba-tiba gugup.

'Ya tuhan, tolongin hamba. Jangan sampe hamba kena serangan jantung di jalan.'

"Mampir kesitu dulu, bentar." Ajakan Alterra. Setelah melihat ke spionnya, Arka langsung menepi dan membiarkan gadis itu turun dan masuk minimarket.

Tidak sampai 5 menit Alterra keluar dari minimarket dengan membawa 2 botol kopi instan yang sangat dikenal oleh Arka. Gadis itu tersenyum. Hal itu cukup menghangatkan hati Arka. Sangat kontras dengan cuaca yang mendung dan semilir angin yang dingin.

"Nih, buat Arka."

Alterra mengulurkan satu botol kearah Arka sedangkan yang satu lagi diteguknya. Arka mengambil alih botol yang terulur di hadapannya lalu membersihkan sisa kopi di ujung bibir Alterra dengan ujung lengan jaketnya.

"Berantakan nih, minumnya." Ejeknya pelan. Tanpa ia menyadari kalau gadis yang digodanya kini merona.

***

Kantor pagi itu masih sepi. Belum ada geng pengamen jalanan ala Blackshot yang berkumpul di halaman parkir. Belum ada juga petugas kebersihan yang mengepel lantai. Hanya ada Rena, sang Front Office yang baru saja datang.

"Pagi Rena..." sapa Alterra yang dibalas Rena dengan ramah.

Rena menatap bingung kearah Arka dan Alterra yang datang beriringan. Alterra masuk ke dalam ruang siaran terlebih dahulu sebelum akhirnya disusul oleh Arka.

"Udah ada materinya, Ra?" Tanya laki-laki itu yang dibalas gelengan oleh Alterra.

Arka mengecek meja audio yang biasa ditempati Riyo. Letaknya yang berseberangan dengan meja siar dan terpisah oleh dinding kaca, membuat Alterra menatap laki-laki itu. Arka tampak mengecek computer lalu laci-laci meja audio. Sampai akhirnya Arka tersenyum. Tangannya melambaikan beberapa kertas putih pada Alterra. Alterra terdiam. Senyum Arka kembali terlihat menyilaukan. Seperti seseorang yang tidak punya beban dalam hidupnya. Memberi rasa tenang pada Alterra.

Arka masuk dari pintu penghubung lalu menutupnya kembali. Tangannya membenarkan posisi bangkunya sebelum duduk di samping Alterra.

"Aku udah nemuin dua cerita yang kayanya baru diterima sama Riyo. Ini sih, yang pernah kubaca sekilas dan udah kepikiran buat iringan lagunya," Arka mengangkat kertas yang berada di tangan kanannya.

"Kalo yang ini, aku bingung. Belum pernah baca soalnya." Ucap Arka lagi sambil mengacungkan kertas yang berada di tangan kirinya.

Alterra memperhatikan. Hanya itu. ia bingung harus menjawab apa. Melihat laki-laki itu duduk sambil bergumam seolah sedang membaca saat siaran, membuatnya kagum. Ia jarang melihat seorang laki-laki menyukai dunia sastra seperti Arka. Padahal sebelumnya Arka tampak tidak suka dengan Wigo dan saran-sarannya.

Tepat ketika Arka menoleh dan menatap Alterra bingung, gadis itu melarikan fokusnya ke handphone yang langsung diambilnya dari kantung celananya. Ia tau kini Arka tersenyum menggodanya lagi setelah melihat sikap gugupnya. Laki-laki itu mendekat, membisikkan sesuatu di telinganya.

Arka's ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang