[3] Pagi Pertama di Radio

46 6 0
                                    

Hati-hati! senyumanmu itu mengganggu. Maka menjauhlah. – Alterra

*

Pagi ini harusnya Alterra sudah berada di ruang siaran atau minimal ada di jalan raya bersama dengan pengendara lainnya yang tidak sabar untuk memulai hari ini.

nyatanya gadis itu masih merebah di kasurnya dengan mata yang memerah karena belum terpejam sejak adik perempuannya memulai kanal Youtube channel miliknya.

Ia tahu, perkembangan jaman memungkinkan semua orang untuk mengakses dunia maya lebih luas dari jangkauan tangan dengan gawai mutakhir.

Namun nyatanya ketika melihat adik perempuannya yang baru menginjak usia 15 tahun itu sudah mengerti cara menggunakan iPad Pro hanya dengan sekali lihat, ia mengerti jika gawai itu bukan hanya sekedar konsumsi orang dewasa.

Namun, sudah memasuki ranah anak-anak dan remaja.

Alterra menghela nafas jengah. Tubuhnya terasa sakit dan rasanya ia ingin absen kali ini. tapi sekilas ingatan muncul di benak Alterra.

Tentang lamarannya pada stasiun radio yang sudah diterima. Seketika Alterra melemas.

Dari semua jadwal siaran, ia sangat amat membenci pagi dan aktivitas yang terkait akan waktu matahari menyingsing itu.

Mau tidak mau, ia memang harus pergi siaran dengan wajah kacaunya sekarang.

Alterra keluar kamar sambil menyambar handuk dari rak di dekat pintu kamarnya dan melihat pemandangan yang sudah tak asing di kehidupannya.

Ibu yang menyiapkan sarapan, adik laki-lakinya yang memakan sarapan sembari men-dribble bola basket dan adik perempuannya yang masih berkutat dengan gawai.

"Pagi bu," sapanya sambil meminum kopi susu yang sudah disiapkan ibunya.

"Kamu gak siaran sampai malem kan' hari ini?" tanya ibunya yang langsung dijawab dengan gelengan oleh Alterra yang sudah mengunyah roti kacang.

"Tasya, bisa gak, kalo makan jangan main gawai?" tanya Alterra pada gadis yang masih memakai seragam putih biru itu.

Gadis berkuncir dua itu hanya bisa cemberut lalu menaruh gawainya di saku seragamnya sebelum menghabiskan sarapannya.

Alterra menoleh kearah adik laki-lakinya yang kini sudah berhenti men-dribble bola dan sibuk menghabiskan nasi goreng di hadapannya.

Untung saja ia memiliki adik yang mengerti jika ia sudah marah. Sehingga Alterra dapat lebih menenangkan jiwanya pagi ini.

"Mata kamu merah banget. Kenapa?"

Meskipun ibunya bertanya, nyatanya nada suara ibunya terdengar dingin.

Alterra yang sudah paham dengan sikap ibunya hanya menggelengkan kepalanya.

"Gak apa, bu." jawabnya singkat sambil menyesap tegukan kopinya yang terakhir lalu beranjak meninggalkan ruang makan menuju kamar mandi.

"Kak, gue nebeng sampai depan warung Mamok, ya!" jerit Tora ketika dirinya sudah berada di dalam kamar mandi.

Sambil menghela nafas panjang, Alterra membuka sedikit pintu kamar mandi agar kepalanya bisa menjulur keluar.

"Kebiasaan, dari tadi lo gak mau ngomong, giliran gue di kamar mandi malah ngajakin ngomong. Panasin motor, tunggu gue depan pager!" sahut Alterra.

Dengan cepat, Tora melaksanakan perintah kakaknya.

Alterra bersiap-siap ke tempat kerjanya dengan memakai kaus army warna hijau gelap dan skinny jeans hitam.

Arka's ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang