Rasa bimbang itu selalu ada, ketika aku hendak percaya jika kamu memang ada. - Alterra
*
Pagi ini, Arka menghabiskan waktunya di apartment Meera sampai jam makan siang nanti. Reya dan Meera sudah tiba di Jakarta dan mengabarkan jika anggota geng PSK harus berkumpul di apartment Meera.
Meera berbaring di sofa bed karena tubuhnya sudah terasa sangat lelah. Celine sedang memasak mie instan dan Candy serta Arka menemaninya di ruang keluarga.
"Lu yakin udah nikah, Meer ?" tanya Arka membuat Meera menatap Arka.
"Ya, gue udah nikah. Setidaknya sampai anak ini lahir." Meera mengusap perutnya lalu Celine pun datang dengan nampan makanan yang dia bawa.
"Cincin nikah lu mana ? trus suami lu orangnya kek mana wujudnya?" tanya Celine.
"Mendingan kalian gak usah tanya-tanya pria itu deh," jawab Reya yang sepertinya masih kesal dengan Zyan. "Ganteng, sih. tapi, gak ada akhlak-nya."
Lagi-lagi Reya masih sangat kesal.
"Hidup memang penuh kejutan, ya," ujar Candy yang terlihat memikirkan sesuatu.
"Lu kenapa dah ?" tanya Celine menyikut Candy. Mereka semua tertawa melihat raut wajah Candy yang kesal.
Arka merasa senang melihat sahabatnya itu sudah jauh lebih bahagia daripada setelah kepulangan dan berita mengejutkannya. Namun, meskipun begitu, Arka sangat paham. Jika seorang Meera tidaklah mudah ditaklukan lelaki. Apalagi, lelaki yang baru mengenalnya selama 1 malam.
Ponsel Meera bergetar namun wanita itu tidak menyadarinya. Arka menepuk pundak Meera dan menyuruh wanita itu mengangkat telepon di ponselnya.
"Angkat aja, Meer. siapa tahu itu suami lu." ucapan Arka sukses mendapatkan balasan berupa toyoran di kepala. Dan, berlanjut dengan ponsel Meera yang dimatikan oleh si pemilik.
Seketika pikiran Arka mengabur. Ia tidak lagi penasaran dengan jalan cerita Cinta Meera. Ia justru pusing dengan keadaan dirinya yang akan didiamkan oleh Alterra.
Ia merutuki kebodohannya sendiri. Ia tidak habis pikir bagaimana dirinya bisa melupakan janjinya pada Alterra.
Setelah ia uring-uringan di sudut ruangan, Candy menepuk pundaknya sembari tersenyum manis.
"Cara satu-satunya buat menenangkan hati wanita adalah, minta maaf dan berkata jujur. Gebetan lu pasti akan paham dengan apapun alasan lu kalo lu jujur."
Penjelasan Candy membuat secercah harapan muncul di hati Arka. Ia yakin, ia dapat meminta maaf pada Alterra dengan lancar. Setidaknya ia harus bertemu dahulu dengan gadis itu. Baru ia dapat mengetahui apakah permintaan maafnya diterima atau tidak.
*
Baru saja Arka sampai di minimarket depan kantor BlackShot, ponselnya bergetar meminta untuk diperhatikan.
"Ini Arka. Siapa ya?" tanya Arka pada si penelepon.
"Ini gue, Dhimas. Malam nanti ada acara gak lu?"
"Kagak. Kenapa?"
"Kumpul, yuk. Sama anak2 SMA dan kuliah kita dulu. Gimana?"
Arka tampak menimbang sembari membuat kopi instan di minimarket. Matanya menatap kearah luar dan langsung melotot ketika melihat bayangan Alterra seperti berada di parkiran BlackShot.
"Iya, iya, Dhim. Gue ikut nanti malem." ucapnya sebelum mematikan telepon dan bergegas membayar minumannya dan keluar dari minimarket.
Ia menyebrang jalan dan berlari kearah parkiran dengan niat mengejar Alterra. Namun, sayangnya ia keliru. Ia tidak melihat Alterra.
Arka menghela nafas. Sesampainya di pelataran parkir, ia tidak melihat Alterra serta bayangannya di depan minimarket. Yang ia temukan hanya gerombolan teman-temannya yang masih asik menjadi band dadakan.
Arka duduk di dekat Bimo yang langsung disambut dengan sikap berlebihan dari laki-laki itu.
"Alhamdulillah, Ar. Bagaimana keadaan kau nak? Sudah sembuh kau dari kesurupan?" goda Bimo yang memang sudah memperhatikan tingkah aneh Arka sejak pagi.
"Arka kesurupan atau kurang asupan warteg?"tanya Riyo sembari memainkan puntung rokok ditangannya.
"Kayaknya sih dua-duanya. Btw, kayanya Arka belum makan dari tadi? Makan bang Arka." sahut Ali.
"Arka diem mulu dari tadi kita cengin. Nahan boker kayanya." sambut Bimo.
"Flushnya mati lagi apa?" lanjut Ali.
Arka menatap teman-temannya bergantian lalu tersenyum lebar.
"Gue sayang banget sama kalian."
Dan senyum lebar Arka berganti dengan tawa ramai setelah mendengar decihan jijik dari teman-temannya.
*
Arka berdeham gugup. Setelah sore tadi ia gagal meminta maaf pada Alterra, malam ini adalah siaran pertama mereka berdua.
Di tangannya sudah ada skrip bagian cerita yang harus dibacakan olehnya. Dan dugaannya, Alterra sudah ada di ruang siaran dari tadi.
Arka melihat jam tangannya dan menghitung menit. 15 menit lagi siaran dimulai, dan sepertinya ia harus menentukan musik pengiring apa yang cocok untuk cerita yang akan mereka bacakan ini.
Arka masuk disambut dengan suhu ruangan yang dingin serta tatapan biasa dari Alterra. Arka meneguk ludahnya gugup lalu duduk di sebelah gadis itu.
"Untung lo masuk tepat waktu. Gue mau nentuin musik pengiring." sahut Bram setelah masuk ke dalam ruang penyiar.
"Menurut gue, kayanya lebih bagus kalo pake instrumen aja, Bram." sahut Arka yang ditanggapi diam oleh Alterra.
"Oke, instrumen apa?" tanya Bram pada mereka berdua.
"Gitar."
"Saksofon."
Dan malam itu, Arka merasa tidak pernah segugup itu ditatap oleh Alterra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arka's Valentine
Teen FictionArkana Meivio adalah lelaki yang menghabiskan masa mudanya bersahabat dengan 4 perempuan. Ia sudah terbiasa menghadapi mereka karena kebersamaan mereka sejak kelas 10 SMA. Namun , siapa sangka jika Arka harus bertemu perempuan yang jutek melebihi s...