Wajahnya dipenuhi senyuman bahagia, Viktor pulang bekerja dengan cepat pada sore hari hanya untuk membawa berita bagus pada Megan. Lebih tepatnya berita bagus untuk dirinya sendiri, tapi tidak untuk wanita itu. Terbukti ketika Viktor menyerahkan dua lembar kertas yang berisikan tiket penerbangan mereka berdua, wajah Megan semakin suram dibuatnya.
Viktor benar-benar gila, ia menganggap semua ini adalah sebuah hubungan antara sepasang kekasih. Dimana hanya ada satu pihak yang menganggapnya seperti itu, sementara pihak yang lain merasa ketakutan karena kehidupannya terancam.
"Aku mengambil cuti beberapa hari dari kantor, ku harap hal ini dapat membuatmu senang." Katanya, seolah berkata kepada tunangannya. Jika ini adalah hubungan yang normal, dimana tidak ada status Ibu dan anak yang pernah melekat pada mereka berdua. Ya, mungkin Megan akan girang dengan perasaan bahagia seraya memeluk pria itu dan mengecup sebelah pipinya. Semua wanita tentu saja bahagia diperlakukan seperti itu, tapi bagaimana jika pria tersebut adalah anak lelakinya sendiri? Mengerikan..
"Kau saja yang pergi, aku akan menetap di sini!" Ketus Megan, Viktor menyunggingkan senyum seraya mendekati Megan yang duduk di meja makan menyantap makanan.
"Jangan begitu.. aku berjanji akan bersikap baik." Bujuk Viktor seraya memijit bahu Megan dengan lembut, membuat Megan risih seketika dan berusaha menyingkirkan jemari Viktor dari tubuhnya.
"Jangan buat aku memaksamu, Megan!" Balasnya, tidak ada lagi kata Mommy yang dulu menghiasi telinga Megan dan membuat kehidupannya menjadi lebih berwarna. Perasaan sesak di dada seolah merayap hingga ke jantung dan membuatnya sakit hati, bocah kecil yang dulu sangat ia sayangi kini telah berubah menjadi seorang monster yang mengerikan.
Dan monster itu kini duduk di hadapannya dengan segala bujuk rayu agar Megan mau mengikuti kemauannya, tiba-tiba saja hal itu membentuk sebuah ide di dalam kepala Megan.
"Apa hanya kita berdua?" Tanya Megan, Viktor mengangguk.
"Hanya kita." Balasnya singkat, tentu saja. Viktor tidak menyukai siapapun untuk hadir bersama mereka.
Megan mengambil nafas dalam-dalam, berusaha senormal mungkin agar Viktor tidak curiga dengan gerak-geriknya. Ia menyetujui ajakan Viktor, tapi hanya demi suatu hal. Agar ia bisa menyusun rencana kabur dari Viktor dan menjebloskan pria itu ke dalam Rumah Sakit Jiwa.
"Baiklah, aku ikut."
Viktor lagi-lagi menyunggingkan senyum kemenangan, meski ada sebuah gurat kecurigaan terlukis di wajahnya.
"Aku mengawasimu, Megan!" Katanya dengan nada santai dan wajah yang terlihat bersahabat, tapi siapa sangka di balik kalimat tersebut berupa sebuah ancaman secara tak langsung kepada Megan. Hal itu cukup membuat Megan sedikit gusar, ia perlu sebuah rencana yang benar-benar matang dan dikerjakan dengan baik, karena menghadapi seseorang dengan gangguan jiwa dan kecerdasan tinggi tidaklah mudah.
"Baiklah, aku akan menyiapkan keperluan kita." Ujar Viktor seraya meninggalkan ruang makan.
Megan menoleh ke belakang dan pria itu terlihat sibuk mengambil beberapa pakaian dan keperluan Megan dari dalam kamarnya, menuju lantai atas, Viktor benar-benar menatap semua keperluan tanpa terkecuali.
Seolah kehidupannya sangat disiplin dan penuh dengan perhitungan, Megan pun harus melakukan hal itu. Bedanya antara dirinya dan Viktor adalah, Megan harus menyembunyikan rencananya di dalam kepalanya sendiri. Tidak seperti Viktor yang menuangkan segala rencana di sebuah papan tulis atau buku catatannya.
Walaupun Megan tahu bahwa Viktor melakukan semua hal itu hanya untuk memberi Megan petunjuk, Viktor bisa saja menyimpan semua rencananya di dalam kepalanya sendiri dengan rapat dan baik tanpa seorang pun tahu. Terbukti dengan semua peristiwa mengejutkan yang terbayang di benak Megan, Viktor mungkin memiliki segudang memori di kepalanya, hingga dia tidak mudah melupakan sesuatu.
Malam pun tiba, Megan tidur di dalam kamarnya sendiri. Hal seperti ini terjadi setelah beberapa hari Megan menuruti semua perkataan Viktor, dan pria itu selalu menepati janjinya. Viktor tak lagi menyekap Megan di dalam kamarnya, Megan bebas berkeliaran di dalam rumah meski semua jendela dan pintu tertutup dan terkunci rapat. Setidaknya ia tidak lagi kelaparan dan kehausan menunggu Viktor pulang bekerja.
Namun malam ini ia tidak bisa tidur, lampu di kamarnya telah redup hanya menyisakan cahaya rembulan yang masuk melalui kaca jendela. Kamarnya telah gelap, tapi kedua matanya tak bisa tertutup karena memikirkan sebuah rencana agar bisa kabur dari Viktor dan mengadu kepada pihak berwajib agar Viktor dapat dijebloskan ke Rumah Sakit Jiwa.
Demi apapun, Megan tidak pernah berniat meninggalkan Viktor dengan penyakit mental seperti itu. Ia hanya ingin yang terbaik bagi Viktor, dan Rumah Sakit Jiwa adalah satu-satunya tempat yang tepat untuk pria itu.
Semoga saja...
Malam berganti pagi, Megan hanya bisa tertidur selama dua jam. Ia terbangun di pagi hari lalu membersihkan diri agar Viktor tidak merasa curiga jika Megan tidak tidur. Memoles wajahnya terutama kantung mata agar tidak terlihat menghitam seperti orang yang kekurangan tidur. Saat Megan telah siap, ia keluar dari kamar dan terkejut mendapati pria itu telah rapi di dapur menyiapkan sarapan.
Selalu saja, Viktor bangun lebih awal dari Megan. Megan hanya berharap Viktor tidak tahu rencananya.
"Selamat pagi!" Ujar pria itu seraya meletakan piring di atas meja makan dan menuangkan minuman untuk Megan.
"Pagi." Balas Megan singkat, langsung mengambil duduk di kursi tanpa melihat ke arah pria yang terlihat sangat tampan pagi ini.
Tidak seperti biasanya, Viktor selalu rapi di balik balutan jas kerja. Hari ini ia mengenakan pakaian yang cukup sederhana, celana jeans dan kaos. Dibalut dengan jaket kulit berwarna gelap, sangat kontras dengan kulitnya yang bersih walau tidak terlalu putih seperti Megan.
Sementara Megan hanya mengenakan dress selutut yang tidak terlalu ketat, dengan belahan dada tertutup. Ia hanya menenteng sebuah sweater jika diperlukan pada saat perjalanan nanti, sebab Megan tidak menyukai rasa dingin.
"Aku sudah selesai." Kata Megan menyudahi makanannya, tak terasa sepotong roti bakar telah habis. Viktor segera mencuci piring dan membereskan meja makan.
"Kau tunggu di luar, aku akan membawa barang-barang!" Kata Viktor.
Layaknya boneka, Megan mengikuti perkataan Viktor. Ia keluar dari rumah itu untuk pertama kalinya seraya membawa sweater dan tas tangan, menghirup udara segar yang menerpa wajah dan helaian rambutnya.
Megan merasa seolah hidup kembali, cuaca pagi ini tidak terlalu cerah seperti wajahnya. Terlihat mendung seperti hatinya yang gelap, rasa dingin menembus pakaian yang ia kenakan hingga menusuk ke kulit tubuhnya. Megan mengenakan sweater yang ia bawa seraya menuju kendaraan Viktor yang telah terparkir rapi di halaman rumah, setelah ini ia hanya berharap rencananya akan berjalan dengan lancar.
***
To be continue
2 Januari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
MOMMY
Mystery / ThrillerSudah terbit! Seorang anak laki-laki, yang terpisah dari Ibunya semenjak lahir. Saat mereka bertemu lagi ketika anak tersebut menginjak umur delapan tahun, Putranya tumbuh dewasa hidup bersama sang Ibu, tapi sang ibu melihat keanehan kepada Putrany...