The Boy

7.9K 639 24
                                    

Chapter 2 ~ The Boy

Viktor tidak merasa heran atau terkejut, ekspresinya hanya datar melihat ke arah selembar kertas yang ia gambar semalam. Ia juga tidak mengelak kepada Megan, karena memang benar dia yang menggambar hal yang dianggap orang-orang normal mengerikan tersebut. Tapi bagi Viktor, itu adalah gambar biasa.

Viktor juga tidak terkejut Megan mendapatkan gambarnya, Viktor sengaja meninggalkan kertas tersebut di atas meja lengkap dengan krayon berwarna senada dengan gambar, agar Megan yakin itu adalah gambar buatannya. Tak seperti biasa, Viktor selalu membereskan meja belajarnya bersih dari kertas atau kotoran apapun. Agar Megan atau Albert menemukan gambarannya.

Dan benar sekali, siang ini dia pulang sekolah, masuk ke kamarnya dan mendapati meja belajarnya telah kosong. Hanya tersisa sebuah krayon, itu artinya Megan atau Albert telah menemukan gambar itu. Dan melihat dari raut wajah Megan, sepertinya wanita itu terlihat khawatir dan juga sangat terkejut. Viktor menyunggingkan senyum tipis, itulah yang terjadi jika Albert sudah melangkah terlalu jauh.

"Viktor, apa kamu suka menonton film pembunuhan sewaktu tinggal bersama Daddymu?" Tanya Megan, nada suaranya benar-benar khawatir. Viktor jadi membayangkan, bagaimana jika dirinya melakukan hal mengerikan lebih dari ini, wanita itu pasti akan menangis histeris.

"Ya." Jawab Viktor, Megan menghembuskan nafas kasar. Pikir Megan, ia terlalu lama membiarkan anaknya bersama Robert. Karena Robert adalah tipe pria pebisnis yang sibuk, dan sudah pasti Robert tidak terlalu memperhatikan perkembangan Viktor.

Pemikiran Megan sudah dapat ditebak oleh Viktor, bahwa Megan pasti akan berpikir jika Ayahnya terlalu sibuk dan tidak menghiraukan Viktor. Namun, pada kenyataannya, pengasuh Viktor selalu melarang Viktor untuk menonton film pembunuhan sadis, tapi Viktor tidak pernah mengindahkan permintaan pengasuhnya dulu.

Megan memegang dahinya, kepalanya tertunduk dan Viktor tahu Megan ingin menangis. Viktor ingin seperti Megan, ingin menangis ketika wanita itu sedih. Tapi Viktor tidak memiliki rasa empati dan kesedihan, dan itu sangat sulit bagi Viktor dari pada berimajinasi membayangkan pembunuhan.

"Vicky, jika Mom memintamu untuk tidak menonton film seperti itu, maukah kamu berjanji untuk Mom?" Pinta Megan, berusaha menjadi Ibu sekaligus orang tua yang bijaksana. Memarahi Viktor hanya akan membuat mental anak tersebut menjadi rusak dan mungkin malah akan memperburuk keadaan. Jadi Megan bersikap lembut tapi tetap tegas, ia rasa itu adalah jalan keluar terbaik.

"Tentu Mom, asalkan Mom juga mau berjanji satu hal." balas Viktor.

"Apa itu?" Tanya Megan, setidaknya sekarang ia memiliki sebuah celah untuk mengatur Viktor agar menjadi anak yang lebih baik. Meskipun Megan tidak tahu, di balik itu semua adalah manipulasi dari Viktor.

"Maukah Mom berjanji untuk bersamaku selamanya?" Pinta Viktor, Megan tersenyum. Di sela kekhawatirannya Viktor sempat membuatnya hampir tertawa, tentu saja ia akan bersama dengan anak laki-lakinya itu selamanya. Mendapatkan Viktor kembali adalah sebuah kesempatan yang selama ini ditunggu oleh Megan.

Walaupun bagi Viktor itu adalah sebuah keseriusan, bukan bualan untuk menghibur Megan.

"Ya Vicky, Mom berjanji... akan selalu bersama Viktor selamanya..." ucap Megan dengan yakin, tersenyum ke arah Viktor dan Viktor selalu menyukai senyum manis itu.

Selamanya...

Selamanya...

Selamanya....

Viktor terus mengulang kalimat Megan di dalam otaknya, terekam dengan baik dan disimpan baik-baik di dalam memorinya. Sebuah momen yang tidak akan pernah Viktor lupakan.

Ketika anak seumuran Viktor akan mudah melupakan sesuatu meski sangat penting, tidak halnya bagi Viktor. Ia akan menyimpannya dengan baik di kepalanya, dan akan ia tagih sewaktu-waktu jika Megan mengingkari janjinya.

Megan merebahkan tubuhnya di atas ranjang, hari ini benar-benar menguras emosinya. Ia mengambil ponsel yang ada di atas nakas, menekan tombol dan menelpon Albert.

Tak lama kemudian, pria itu mengangkat telponnya,

"Megan, kau baik-baik saja"

"Ya, aku baik-baik saja." Balas Megan, suara Albert terdengar khawatir, dan Megan sadari pria itu sangat khawatir akan dirinya.

"Bagaimana dengan Viktor, apa masalahnya sudah selesai?"

"Ya, aku sudah bicara dengannya. Dan dia bilang, dia memang suka menonton film pembunuhan sewaktu tinggal bersama Robert" jelas Megan.

"Apa itu berarti sesuatu?"

"Ya, aku pikir Viktor memiliki imajinasi seperti itu dari film-film itu" kata Megan, di seberang telepon, Albert sebenarnya tidak terlalu yakin. Ia juga seorang pria, dan dia juga pernah menjadi bocah lelaki yang gemar menonton film seperti itu meski usianya masih sangat kecil dan sudah pasti film tersebut terlarang untuk anak kecil. Tapi, Albert tidak pernah membayangkan sampai sejauh itu, dan jujur saja, perasaannya ketika menonton film pembunuhan, malah membuatnya takut dan paranoid.

Tidak seperti Viktor yang malah mengembangkan tontonannya menjadi sebuah imajinasi dan menjadi sebuah gambar.

Tapi Albert tidak ingin menjelaskannya di telepon, ia ingin bertemu langsung dengan Megan.

"Megan, bisa kita bertemu di luar?" Pinta Albert.

"Tentu Albert. Ahh, maafkan aku. Viktor sepertinya belum terbiasa dengan kehadiran orang lain di rumah ini" kata Megan memelas.

"Tidak apa Megan, aku mengerti. Malam ini, aku tunggu di sebuah kafe yang ada di dekat rumahku, kau ingat?"

"Ya, aku ingat. Baiklah, aku akan kesana malam ini" kata Megan.

"Bagus, berhati-hatilah di rumah dan jaga dirimu baik-baik. Aku mencintaimu..." ujar Albert.

Megan mengernyit, sedikit bingung dengan maksud Albert barusan.

"Aku juga mencintaimu..." ucap Megan dengan pelan, masih mencerna pesan Albert tadi. Seolah di rumah ini ada monster atau pembunuh yang siap membunuhnya kapan saja. Membuat Megan menjadi paranoid dan keanehan dirinya pada rumah ini semakin bertambah.

Albert ingin membicarakan sesuatu dengannya malam ini, itu artinya ada sesuatu yang penting. Albert adalah tipe pria yang jarang mengajak pasangannya keluar rumah untuk sekedar makan malam atau kencan biasa.

Dan dari nada suara pria itu terdengar sangat khawatir, khawatir bukan karena dia yang digambar oleh Viktor dengan leher terbelah. Melainkan, Megan merasa Albert khawatir kepada dirinya sendiri, seolah memperingatkan Megan akan sesuatu hal.

Perlahan, Megan beranjak dari ranjang. Bertelanjang kaki ia berjalan keluar dari kamarnya yang terbuka lebar, tanpa menimbulkan decitan atau suara langkah, Megan mengintip ke arah ujung lorong di mana kamar Viktor terletak. Megan merasa, suara jantungnya lebih nyaring dari pada suasana yang ada di rumah ini.

Saat ia melihat bocah lelaki berumur delapan tahun itu duduk di kursi belajarnya, sedang belajar atau menggambar sesuatu yang aneh lagi. Megan melihat jelas punggung itu tengah sibuk menulis atau sekedar membuat coretan.

Namun Megan semakin sadar, rasa aneh yang ada pada dirinya bukan dari rumah yang sunyi ini, tapi semenjak kehadiran Viktor di sini.

***

To be continue

8 Februari 2020

***

Love you Vicky ☻🖤

MOMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang