Murderer

4.6K 504 37
                                    

Chapter 3 - The Story of Murderer

"Ini hasil uji lab yang kau minta.." ujar pria paruh baya menyerahkan beberapa lembar kertas kepada Viktor, pria berkacamata itu menunggu ketika Viktor membaca lembaran kertas yang ia berikan.

"Kau paham cara membacanya?" Tanya pria tersebut, Viktor menggeleng.

"Antidepresan, setraline, fluoksetin dan berbagai macam zat atau kandungan untuk mengatasi depresi. Biasanya banyak dikonsumsi oleh rumah sakit jiwa atau pengidap depresi, tentu saja sesuai anjuran dari dokter..."

"..tapi aku heran, kenapa kau membawa banyak sekali obat seperti itu? Jika semua obat-obatan tersebut dikonsumsi sekaligus secara bersamaan, maka efek sampingnya akan lebih berbahaya." Jelas pria tersebut.

Pria tua itu seketika melirik tajam ke arah Viktor, "kau tidak mengonsumsinya, 'kan?" Tanyanya.

"Tidak, ini tugas sekolah." Jawab Viktor seraya menaikan sebelah alisnya, untuk apa dirinya mengonsumsi obat-obatan seperti itu?

"Oh.." pria tua itu mengangguk.

"Apa bahayanya jika dikonsumsi oleh orang normal yang tidak memiliki riwayat depresi sama sekali?" Tanya Viktor penasaran.

"Maka orang tersebut malah akan memiliki gangguan depresi, bahkan lebih buruk dari pada orang yang memiliki riwayat depresi. Bisa menyebabkan gangguan tidur, halusinasi berlebihan, bahkan hingga bunuh diri." Jelasnya, seketika Viktor ingin memecahkan sesuatu saat ini juga setelah mendengar penjelasan orang tersebut.

Albert lebih mengerikan dari pada yang ia bayangkan...

Megan tidak memiliki riwayat depresi, stress atau semacamnya. Wanita itu terlihat energik, segar dan bugar. Namun Albert berhasil memanipulasi pikiran Megan seolah Viktor yang membuat wanita itu menjadi demkian, sugesti buruk ternyata lebih mengerikan dari pada pembunuhan. Membunuh seseorang secara perlahan, dan ketika korbannya melakukan bunuh diri, dia akan angkat tangan seolah hal itu bukan perbuatannya.

Cukup cerdik untuk membuat tangannya tetap bersih ditambah sebuah drama yang hebat.

"Baiklah, terimakasih." Ujar Viktor lalu merogoh sesuatu dari dalam saku celananya.

"Kau masih sekolah bukan?" Tanya pria tua itu, Viktor mengangguk.

"Tidak usah, bawa pulang saja." Ujar pria tersebut, Viktor menaikan sebelah alisnya. Well, padahal ia memiliki banyak uang yang selalu rutin dikirim oleh Daddynya.

Viktor akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah, menyembunyikan lembaran kertas tersebut di dalam tas sekolah yang ia kenakan. Bibir tipisnya membuat lengkungan tipis, berkata dalam hati jika sebentar lagi Megan akan kembali kepadanya.

"Mary, aku butuh bantuanmu..." Viktor berbicara melalui ponselnya.

.
.
.
.
.

Saat tiba di rumah yang selalu terasa sepi dan dingin, Viktor mengendap masuk dan melirik ke arah kamar Megan. Ia perlu waspada karena Albert bisa berada di mana saja di rumah ini, pria itu seperti hantu. Namun saat Viktor mendengar denting piring dan gelas, ia yakin Albert ada di dapur.

Dengan langkah pelan, Viktor memasuki kamar Megan. Melihat wanita yang sangat dikasihinya selalu terbaring di atas ranjang membuat hatinya menjerit pilu, pucat pasi dan semakin kurus. Tulang pipi yang dulu begitu merona dan selalu tersenyum kini menjadi kurus layaknya tengkorak yang masih menyisakan kulit.

Viktor menyentuh jemari dingin dan kurus tersebut lalu menggenggamnya, "maafkan aku Mom..." bisik Viktor lalu mengambil sebuah bantal di sebelah Megan seraya menutup kedua matanya, tak ingin melihat ia menyakiti wanita yang ia sayangi melebihi dirinya sendiri.

Seketika Megan terbangun, merasakan nafasnya begitu berat dan gelap di sekitar wajahnya. Tangan kurusnya mencoba menggapai bantal yang menutupi dan menyesakan wajah, ia tak dapat menjerit. Bertahan untuk bernafas saja sulit, Megan hanya bisa merasakan jemari-jemari kurus dan panjang mencoba menutup akses udara yang masuk ke paru-parunya tanpa dapat ia lihat siapa pelakunya.

Selang beberapa detik kemudian, tubuh Megan mulai melemas. Tubuhnya sudah terlalu lemah untuk melawan.

Viktor berlari ke dapur, menyerukan nama Albert dan begitu ia menemukan pria itu. Viktor mengadu kepada Albert bahwa Megan sempat menjerit meminta tolong setelah itu kehilangan kesadaran. Albert yang mendengar hal tersebut buru-buru menuju kamar dan mendapati Megan terbujur di atas ranjang.

"Nafasnya masih ada... kita harus membawanya ke rumah sakit." Kata Albert.

"Tidak perlu! Aku sudah menelpon rumah sakit untuk datang kemari." Balas Viktor, Albert yang mendengar hal tersebut merasa emosi. Harusnya hanya dirinya yang merawat dan mengatasi Megan, bukan anak aneh itu.

"Kau!!!" Albert segera menarik kerah baju Viktor dan menyudutkannya ke dinding.

Namun suara ketukan pintu segera membuat Albert terdiam, "permisi, aku ingin membuka pintu. Mereka pasti sudah menunggu." Kata Viktor seraya melepaskan jemari Albert dari pakaiannya.

Albert mulai gusar saat beberapa perawat dan seorang dokter memasuki kamar Megan, dan pria itu malah bertambah panik ketika melihat Kenny anak kandungnya juga datang bersama temannya Mary.

"Kenny?" Ujar Albert.

"Hai Dad!" Sapa Kenny lalu melewati Albert begitu saja.

Viktor menyerahkan semua obat-obatan Megan kepada seorang perawat sekaligus hasil uji lab, setelah dokter memeriksa keadaan Megan ia hanya bisa menggeleng. Awalnya tak percaya dengan laporan para remaja ini, namun setelah melihat sendiri apa yang terjadi pada wanita yang terbaring lemah di atas ranjang, ia menyadari wanita tersebut hampir saja kehilangan kewarasannya.

"Tuan Albert, anda ditahan karena memalsukan vonis gangguan kejiwaan kepada Megan dan telah menyalahgunakan obat-obatan!" Ujar dokter tersebut.

"Tapi, dia istriku. Kalian bahkan bukan polisi!" Jerit Albert, wajahnya memerah setelah ia baru saja kalah telak dari seorang remaja yang aneh sedari kecil.

"Memang, tapi polisi sudah menunggu di luar." Kata dokter tersebut.

Albert yang gegabah lalu menatap ke arah Viktor dengan wajah datar dan tampilannya yang tampak tak memiliki ekspresi apapun.

Baru saja ia ingin menyerang Viktor, Albert ditahan oleh dua orang polisi dan segera membawanya keluar, lurus ke penjara.

Viktor sempat mendengar seruan dan makian Albert yang mulai menghilang. Tergantikan oleh suara dokter dan perawat yang meminta Megan agar dirawat di rumah sakit. Viktor meng-iyakan tersebut dan meminta tolong kepada Mary dan Kenny untuk menemani Megan selama berada di rumah sakit.

.
.
.
.
.
.
.

Viktor berlari tergesa-gesa menelusuri lorong rumah sakit, tak lama kemudian ia sampai di ruangan di mana Megan dirawat. Mary dan Kenny yang sedang menyantap makan malamnya di dalam ruangan tersebut sedikit terkejut melihat Viktor dengan aura berbeda.

"Ku pikir kamu masih di kantor polisi menjadi saksi, besok giliran Kenny." Kata Mary.

"Sepertinya Kenny tidak perlu hadir ke kantor polisi besok." Balas Viktor seraya membuka botol air mineral lalu duduk di kursi.

"Kenapa?" Tanya Kenny penasaran.

Viktor menghembuskan nafas kasar, mengatur nafasnya sejenak. "Albert ditemukan meninggal di dalam mobil van milik polisi yang mengangkutnya, otaknya terburai karena tempurung kepalanya terbuka."

Mary dan Kenny seketika mual mendengarnya, meskipun Kenny adalah anak kandung Albert. Dia tidak bersedih atas kepergian sosok Ayah yang telah menghilangkan nyawa Ibunya itu, tapi ada suatu hal yang membuatnya penasaran.

"Bagaimana kamu tahu otak Albert terburai sementara Albert masih berada di dalam van mobil polisi?" Tanya Kenny.

Viktor melirik datar ke arah dua gadis tersebut.



***

To be continue

20 September 2020

***

Author memang senang mengulur waktu 👀
Next part adegan Gore 🚫

MOMMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang