[Extra] Chapter 16: Pilihan

433 59 3
                                    

Gadis cantik nan anggun itu nampak tenang dengan majalah furniture yang tersampir di tangannya, berbanding terbalik dengan sang kekasih yang tak berhenti mengehentakkan ujung kakinya dengan perasaan was-was.

"Lo gugup?" tanya Minju saat melihat gadis di sampingnya nampak tidak tenang. "Lo gak perlu gugup, Yujin."

Gadis bernama Yujin itu menoleh dengan tatapan heran dan badan yang berkali-kali bergidik memikirkan apa yang harus ia katakan nanti.

"Lo bercanda? Saat lo bilang kita akan ke Taiwan, gue gak pernah berpikir bahwa kita akan bertemu dengan ayah lo. Gue ulangi, ayah lo." tuturnya kini sembari menggigit kuku-kuku di jemari tangannya.

Minju menoleh ke jendela besar di sampingnya, melihat terik matahari terasa panas seakan kaca yang membatasi dirinya dengan dunia luar tak mengurangi rasa terbakar yang terasa pada kulitnya, melihat gedung-gedung pencakar langit serta mobil-mobil yang berlalu lalang dengan lambatnya.

Sudah 8 tahun gadis itu tidak menginjak tanah Taipei itu, tanah kelahiran ayahnya dan juga keluarga besarnya. Seharusnya kota ini terasa seperti kampung halaman, terasa seperti ia kembali pulang ke rumah.

Namun, tidak baginya. Gadis itu hanya merasakan kenangan pahit di mana saat ia tinggal bersama keluarga besar ayahnya tepat setelah ia terbangun dari koma dan hampir semua orang menganggap dirinya tak kasat mata dan bahkan beberapa kali merendahkannya.

Saat itu ia bersumpah untuk tidak akan pernah untuk menginjakkan kakinya lagi di ibukota Taiwan ini. Tapi, hari ini ia harus melanggar sumpahnya demi memperjuangkan kebahagiannya. Memperjuangkan masa depannya.

Meminta restu kepada sang ayah.

Tentu Yujin sudah mengetahui fakta mengenai Minju. Tentang bagaimana ia diperlakukan oleh keluarganya sendiri, tentang bagaimana ia pernah dilecehkan oleh teman sekolahnya, dan bahkan bagaimana ia pernah kehilangan harapan untuk hidup sampai harapan itu kembali ada di saat Yujin hadir dalam hidupnya.

"Gue kemarin bertemu dengan orang tua lo dan gue gak gugup sama sekali." Yujin mengusap wajahnya, tak habis pikir dengan bagaimana Minju membandingkan dirinya saat bertemu orang tua Yujin dengan Yujin yang bertemu dengan Ayah Minju.

"Minju, lo hanya datang ke makam orang tua gue. Itu berbeda." Yujin mendecak dan berdiri dari kursinya, mengambil gelas kertas dari tumpukannya dan menekan tombol dispenser agar mengeluarkan air. Kegugupannya membuat tenggorokannya terasa kering.

"Gue juga gak mau ke Taipei," Minju menunduk, membenci fakta bahwa kini ia berada di kota yang ia benci. "tapi gue lakukan untuk mendapat restu ayah gue untuk bisa hidup bersama lo." Minju bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati Yujin hingga berhenti di depan gadis itu.

"Gue bahkan udah gak peduli dengan kemungkinan terbesar bahwa ayah gue akan merendahkan gue karena memilih untuk bersama dengan lo. Asal ia bisa merestui hubungan kita." tangan Minju terangkat untuk mengelus sebelah pipi Yujin dengan lembut.

"Jujur, gue takut dan bahkan tidak pernah punya keberanian untuk menatap ayah gue. Itu karena gue sendiri dan gak ada siapa pun di samping gue. Tapi semua berbeda sekarang, karena ada lo."

Mendengar pengakuan sang kekasih membuat rasa gugup dalam diri Yujin seakan menguap. Ia merasa mendapat ketenangan dan keberanian untuk apa pun yang akan dia hadapi. Yujin meraih tangan Minju dan mengenggamnya erat.

Suara pintu berhasil mengalihkan pandangan kedua gadis itu dan muncul seorang wanita anggun nan elegan dari balik pintu yang nampak enggan untuk menunjukkan sikap bersahabat kepada keduanya.

"Oh, lihat. Ada yang kembali ke Taipei setelah memutuskan untuk angkat kaki dari rumah." ketusnya sambil memandang Minju dan Yujin secara bergantian.

Fate [The Sequel of 'Connection'] [JINJOO FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang