BAB 15 (part 1)

76 4 0
                                    

"Sobo, aitakatta."


("Nek, aku merindukanmu.")



Zafyan dan Gita saling memandang ketika mendengar satu kalimat bahasa Jepang mulus keluar dari bibir mungilnya Saidan.



"MasyaAllah ...." Gita tersipu senang sekaligus bangga. "Dari mana bisa bahasa Jepang?" tanyanya sambil mengusap sayang pucuk kepala Saidan.



"Dari Ayah, Nek," jawab Saidan semangat.



"Sofu, mou aitakatta."


("Kek, aku juga merindukanmu.")



Kali ini Zafyan dan Gita dibuat takjub oleh Saidar yang baru saja bicara menggunakan bahasa Jepang dengan wajah yang menggemaskan.



Zafyan menggendong Saidar. "Cucu-cucu Kakek semuanya pintar-pintar. Nanti kalau kalian udah dapat liburan sekolah, Kakek akan ajak kalian jalan-jalan ke Jepang."



"Yang benar, Kek?!" Saidan dan Saidar berseru kompak. Mata bulat polos milik bocah kembar itu berbinar gembira menatap Kakek mereka.



"Tentu saja," jawab Kakek Zafyan yakin.



"HOREEE!!!"



Saidan dan Saidar begitu sangat bahagia kedatangan Kakek dan Nenek mereka sampai lupa kalau dari tadi mereka masih saja berdiri di ambang pintu masuk ruang kumpul keluarga, ini karena bocah kembar itu langsung menghampiri Zafyan dan Gita ketika baru sampai.



"Nuhai."



Panggilan syahdu bernada lemah lembut dari Gita itu menyadar si pemilik nama yang sejak tadi terus diam sibuk dengan lamunannya sendiri.



Sayhan mempersilakan ibu dan ayahnya masuk ke ruangan dan duduk di atas sofa yang tersedia karena mungkin saja mereka merasa lelah selama di perjalanan. Sayhan sendiri pamit ingin meletakan terlebih dahulu koper-koper dan tas bawaan orang tuanya ke kamar yang telah dipersiapkan, sekaligus menyuruh pelayan untuk menyiapkan minuman serta camilan.



Zafyan duduk bersama Saidan di samping kanannya dan Saidar di samping kirinya. Bocah-bocah itu berceloteh ria menceritakan segala sesuatu pada sang kakek. Zafyan pun menanggapi dengan antusias, rasanya menggemaskan melihat cucu-cucunya sangat bersemangat seperti saat ini.



Sedangkan Gita mendekati menantunya yang hanya diam mematung. "Apa kabar, Nuhai?"



"Ah?!" Nuhai terkejut. Ia spontan mundur satu langkah karena gugup berhadapan dengan seorang mertua. "Ba-Baik, tante," jawabnya menatap ke bawah lantai yang dirinya pijak.



"Tante?" Gita merasa terganggu dengan panggilan menantunya untuk dirinya. "Kami sudah tahu tentang kamu dari Sayhan. Kamu ... amnesia, ya?"



Nuhai hanya menganggukkan kepala tanpa suara. Ia bingung harus bagaimana, tadi ia ingin memanggil wanita anggun di depannya dengan panggilan 'Mamah' tapi dirinya terlalu takut dan tidak berani, akhirnya malah memanggil 'Tante' salahkah?



"Kamu kok dari tadi menunduk terus? Gak mau lihat muka Mamah?"



Kan! Memang betul tadi Nuhai salah memanggil mertuanya. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bagaimana ini? Sayhan juga ke mana sih? Gak balik-balik, batin Nuhai panik sendiri. Pelan-pelan dengan diselimuti keraguan, Nuhai mulai mengangkat wajahnya dan menatap rupa dari mertuanya.



"Cantik." Spontan Nuhai berucap seperti itu. Dirinya terpana dengan pancaran kecantikan dan kelembutan bersinar di wajah mertuanya. Sangat cantik. Kulit wajahnya putih dan halus, sepertinya sangat terawat dan juga ... tidak tampak seperti nenek-nenek pada umumnya. Awet muda, orang-orang akan mengira kalau mertuanya wanita berusia tiga puluhan. Ya Allah ... Nuhai merasa insecure karena dirinya sadar kalau ia memiliki wajah yang boros alias kelihatan tua.

Mendadak Lupa IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang