BAB 3

118 10 0
                                        

Sesaat Nuhai yang jatuh terkapar pingsan di pelukannya, Sayhan langsung menggendong membawa tubuh istrinya, ditidurkan di atas ranjang dan setelah itu langsung menghubungi seseorang. "Kisan, datang ke villaku sekarang, cepatlah! Istriku mendadak pingsan!" Rasa khawatir memuncak tinggi sehingga nada suaranya meninggi. Setelah orang yang dihubunginya berkata 'oke' Sayhan tanpa basa-basi memutuskan panggilan teleponnya.

Pria tersebut duduk di tepi ranjang mengamati permukaan kulit wajah istrinya yang berubah pucat. Rasa gelisahnya semakin menjadi-jadi, ia raih telapak tangan Nuhai dan menggenggamnya erat. "Bangunlah sayang, jangan membuatku takut."

Sayhan takut. Sangat takut. Dirinya begitu mencintai Nuhai sejak pertama kali dia bertemu. Ketika usia pria tersebut menginjak tiga puluh tahun, hatinya langsung tersentuh hanyut dalam pusaran dua bola mata hitam milik istrinya pada saat itu. Ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama kala Nuhai baru berusia dua puluh tahun.

>>>
<<<

Dengan terpaksa Sayhan memarkirkan mobil hitam mewahnya di salah satu mall besar di ibukota. Dirinya bukan tipikal pria yang senang dengan keramaian seperti sekarang, jika saja kalau bukan karena sekumpulan sahabatnya yang rese banget meminta bertemu di salah satu restoran yang katanya enak di mall tersebut.

Kaki panjangnya melangkah memasuki pusat area mall. Sosok Sayhan sontak menjadi pusat perhatian, banyak mata mencuri pandang ke arah pria tersebut. Bagaimana tidak, Sayhan terlihat gagah dan keren hanya mengenakan kemeja atasan polos dengan lengan yang digulung hingga ke siku dan celana bahan panjang yang berwarna hitam pekat.

Kabar dari salah satu temannya bilang kalau mereka akan makan siang di restoran yang berada di lantai dua. "Ini gua udah sampai di lantai dua. Lu pada di mana?" ujar Sayhan melalui panggilan telepon menghubungi salah satu temannya yaitu Andre.

Sayhan melangkah sambil mengikuti arahan dari Andre menunjukkan posisi keberadaannya. Tidak sampai sepuluh menit akhirnya dia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang terdiri dari Gilang, Yono, dan Adi.

Mereka berlima memesan tempat duduk di outdoor agar bisa merokok sambil menunggu pesanan datang.

"Makan siang gua udah kalian yang pesan?" tanya Sayhan saat mengambil tempat duduk kosong di sebelah Adi.

Yono mengangguk bersamaan ia mengembuskan asap rokoknya yang mengepul di udara, "Udah."

"Lah? Emang lu pada tau gua lagi kepengen makan apa?"

Kondisi restoran tersebut terbilang ramai sehingga Sayhan menampilkan tatapan yang kurang nyaman, dan agar dirinya bisa santai, dia pun ikut mengeluarkan sebungkuk rokok kesenangannya dan mulai membakar ujungnya. Untung saja orang-orang di sekeliling mereka semua adalah laki-laki juga, jadi gak akan masalah kalau banyak asap yang bertebaran sebelum asap itu terbawa oleh hembusan udara.

"Apa pun menu yang ada disini pasti lu suka." jawab Gilang.

Kelima lelaki dewasa yang sedang berkumpul ini benar-benar menyita perhatian para kaum hawa. Pasalnya mereka sangat menarik dan juga tampan, dari wajah mereka berlima jelas sekali kalau mereka berdarah campuran alias blasteran.

Adi mengernyitkan dahi dan memerhatikan satu persatu teman-temannya. "Dih, kita udah kayak homo aja, pada bawa cewe kek." Mata Adi berfokus pada Sayhan. "Han, lu biasanya juga sama si Luna yang nempel mulu kayak lintah darat."

"Tadi dia mau ikut cuman gua larang. Risih gua dia deket-deket mulu, kalau bukan karena kinerja yang bagus udah gua pecat kali."

Luna Juliyanti, perempuan yang tengah dibicarakan adalah seorang asisten Sayhan di perusahaannya. Luna terkenal cantik dan sangat berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan, itulah yang menjadi poin plus di mata Sayhan selama lima tahun mempekerjakan perempuan tersebut di sisinya. Namun sayangnya perempuan itu menginginkan sesuatu yang lebih darinya.

Mendadak Lupa IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang