BAB 6

76 5 1
                                    

Bunyi cicit burung dan kokok ayam di pagi hari menyambut sinar matahari yang menyinari belahan bumi bagian Timur yang di lintasi oleh Garis Khatulistiwa.

Wanita yang mengenakan gamis modis berbahan dasar warna Mauve di hiasi corak seni yang tidak beraturan. Pakaian islami tersebut panjangnya hingga melewati mata kaki, perempuan itu terlihat anggun dan dewasa dengan penampilannya saat ini.

Nuhai telah bangun dari tidurnya sejak azan waktu solat Subuh berkumandang. Ia melaksanakan kewajibannya lantas setelah itu dirinya sebentar membaca ayat suci Al-Qur'an.

Karena langit sudah terang, dia pun membangunkan dua bocah laki-laki yang masih terlelap dalam mimpi. "Saidan, Saidar, hei ... ayo bangun udah pagi ... ayooo banguuun."

Nuhai menepuk-nepuk pelan pipi kedua anaknya. Namun bocah-bocah itu malah hanya menggeliatkan tubuhnya malas enggan membuka mata.

"Dasar pemalas."

Akhirnya wanita itu menarik paksa tangan Saidan terlebih dahulu dan memposisikannya setengah duduk agar anak itu mau beranjak dari mimpi. Dia juga melakukan hal yang sama pada Saidar, dan caranya cukup efektif. Mata kedua anaknya sayu-sayu mulai membuka dengan mulut menguap lebar seraya tangan kecil mereka mengucek-ngucek mata.

"Masih ngantuk Bunda," rengek Saidar terlihat akan menangis sebentar lagi.

"Bangun dong, emangnya belum puas tidur delapan jam?"

Bocah kembar itu menggelengkan kepala mereka secara kompak menjawab pertanyaan sang Ibunda.

Nuhai menghela nafas. Dia masih berpikir kalau dirinya adalah gadis berusia sembilan belas tahun, jadi perasaannya agak canggung harus bagaimana bersikap sebagai seorang orang tua dari dua anak sekaligus.

Pintu kamar tiba-tiba terdengar terbuka dari luar, muncul sosok lelaki rupawan yang rapi sekali di pagi ini mengenakan kemeja Dark Grey berlengan panjang dipadukan celana bahan panjang hitam pekat.

"Pagi cintaku." Sayhan melangkah ringan mendekati Nuhai, tetapi wanita itu cepat-cepat melangkah mundur dengan tangan kanan yang lurus terbentang ke depan menahan tubuh pria itu supaya berhenti ditempat.

"Jangan dekat-dekat. Bukankah sudah kukatakan jangan sembarangan menyentuhku." Nuhai melayangkan peringatannya lagi.

Ekspresi Sayhan yang tadinya tersenyum penuh kehangatan, setelah mendapati sikap jaga jarak dari istrinya, wajahnya berubah menjadi datar. Dia membuang napas secara kasar menahan gejolak emosi dalam dada. Mana sudah dua hari dirinya tidur kesepian di kamar, rutinitas setiap pagi hari harusnya sang istri melayaninya tapi sekarang malah tidak. Apa-apa harus dia siapkan sendiri. Jika tak ingat Nuhai sedang amnesia, maka ia akan memberikan istrinya itu hukuman.

"Gimana sayang tadi malam tidurnya, nyenyak?" suara Sayhan terdengar seperti geraman yang tertahan, tapi Nuhai tak menyadari emosi suaminya dan dengan entengnya menjawab. "Iya nyaman sekali."

Pria itu kaget tidak menyangka setelah istrinya amnesia, wanita itu berubah menjadi tidak peka seperti sekarang. Padahal Nuhai yang dulu sangat memedulikan suasana hatinya. "Oh gitu, kok aku enggak ya, kayak ada yang kurang gitu."

Si wanita beranak dua tersebut menampilkan rasa tidak pedulinya. Ia berfokus kembali pada Saidan dan Saidar yang baru diabaikan sebentar sudah kembali tidur lagi dengan posisi duduk.

"Saidar! Saidan! Bangun!"






Semua anggota keluarga kini berada di ruang makan. Sayhan duduk di kepala meja, Saidan dan Saidar duduk bersebelahan di sisi sebalah kanan meja, sedangkan Nuhai duduk di sebelah kiri meja dekat dengan suaminya.

Mendadak Lupa IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang