Lunara Shaqueena Zahra, gadis kecil yang diacuhkan oleh ayah kandungnya karena terlahir dari rahim wanita yang dibencinya.
"Bawa pergi anakmu dari hadapan saya!"
"Luna juga anak kamu, Mas!"
"Saya tidak pernah menginginkan kehadiran kalian berdua dal...
"CUKUP!!" teriak Hasya. Sorot matanya memancarkan kebencian dan luka yang amat dalam."Kamu boleh menghinaku, mencaci makiku, membentak ku. Tapi tidak dengan anakku!"
"Dia yang lebih dulu memancing saya!"
Hasya mengangkat tubuh putrinya."Dia hanya seorang anak kecil. Seharusnya Anda bisa lebih bijak dalam mengambil tindakan!"
Arga tak menghiraukan sorot kebencian dimata istri keduanya. Bagi pria itu, dua orang dihadapannya adalah benalu bagi kehidupannya."Ini hanya tindakan kecil. Seharusnya kamu tidak perlu berlebihan seperti ini. Biarkan saja dia menanggung akibat dari perbuatannya!"
Hasya ingin sekali menampar wajah pria itu. Namun ia urungkan karena melihat wajah putrinya yang meringis kesakitan.
"Bunda, sakit..." rintih gadis kecil itu.
Hasya melenggang pergi dan membawa putrinya ke kamar."Tahan sebentar ya sayang. Awalnya memang sedikit perih, tapi lama-kelamaan nggak kok." ujarnya.
Luna mengangguk patuh dan menahan isak tangisnya kala merasakan perih di bagian lututnya yang sedang diteteskan alkohol.
Hasya sendiri pun tidak tega sebenarnya. Namun jika lukanya dibiarkan, takutnya malah akan menjadi infeksi."Nanti nggak usah mandi dulu ya. Tunggu sampai luka nya benar-benar kering."
"Iya, Bunda.." jawabnya lirih. Wajahnya yang semula ceria, sirna dalam sekejap.
Tak ada lagi senyuman bahagia, tak ada lagi wajah riang yang semula terpancar. Yang ada hanya isak tangis yang tertahan dan juga luka yang diciptakan oleh ayah kandungnya sendiri. Benar-benar gadis kecil yang malang.
___________________________________________
Hasya mengajak putrinya ke salah satu tempat perbelanjaan. Hari ini memang jadwal wanita itu belanja keperluan rumah.
Luna, gadis kecil itu tampak senang saat melihat berbagai mainan disekitarnya.
"Bunda mau cari perlengkapan dapur, kamu mau ikut atau tetap disini hm??"
"Disini aja." jawabnya, matanya tertuju ke arah mainan disekelilingnya."Nanti kalo Bunda sudah selesai, Bunda balik lagi kesini. Kamu jangan kemana-mana ya sampai Bunda kembali." Luna, gadis kecil itu mengangguk dan membiarkan ibunya pergi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ini kan mainan yang pernah Ayah beliin untuk Kakak. " gumamnya pelan sembari memperhatikan mainan itu dengan teliti.
"Hampir semua mainan yang ada disini, ada di kamarnya Kakak. Kapan ya, Luna bisa punya mainan sebanyak mainannya Kak Vira?" ucapnya bermonolog. Luna, ia seketika terdiam kala mengingat setiap momen indah yang terjadi antara kakak tirinya itu dengan ayahnya."Ayah, nggak sayang sama Luna. Itu yang sering Ayah bilang. Harusnya Luna nggak berharap lebih sama Ayah..." lirihnya, termenung.