Senin, 03 Agustus 2020
"Maybe, it would be better if you have someone who truly loves you" ucapmu, sembari menghembuskan asap rokok yang kau linting sendiri, aromanya wangi, mengepul hingga langit-langit.
Aku yang tertidur di sampingmu lantas membuka mata, melihat punggungmu yang telanjang, ada bekas kemerahan di sana, sisa percintaan kita.
"You know, someone that you believed if she's the one that you want to spend life with, seorang yang juga kau cintai sama besarnya"
Kau menoleh, memberikan senyum simpul, menciptakan satu garis manis di ujung bibirmu.
Aku tak ingin berkata apapun, rasanya tubuhku masih sangat lelah untuk sekedar berkomentar. Jadi aku hanya melihatmu dalam diam, melihatmu yang berbalut selimut sekedarnya, memunggungiku sembari memeluk kaki. Alunan lagu Cigarrets after sex terdengar lebih pelan dari percakapan kita ㅡ kau tetap saja terlihat cantik dalam keadaan kacau seperti ini, pikirku bercabang.
Lantas kau mematikan rokok, kemudian tidur di sampingku, lenganku kau jadikan bantal, dan aku merasakan lagi hangat tubuhmu dengan deru nafas menyentuh dada.
"Lim Jaebum"
"Hmm?"
"Kau berhak bahagia" bisikmu.
Ada satu debaman keras dalam hatiku setelah kalimat itu kau ucapkan. Sebab setelahnya, aku mulai tak merasakan hangatmu lagi, sekalipun kau tetap memelukku, sekalipun kau tidak beranjak dari tempat yang sama.
"Hanya aku yang bahagia? Lantas kau bagaimana?" Tanyaku serak, ku usap lembut rambutmu yang baru kau cat kemarin dengan warna kayu tua.
Kau memejamkan mata, kemudian memelukku lebih erat lagi, kali ini kau memberikan satu kecupan lembut di dada, menciptakan desiran memabukkan yang hanya bisa kurasakan sendiri. "Aku sudah bahagia" jawabmu singkat.
Aku kembali membisu. Barangkali aku memang tak menemukan kata-kata yang tepat untuk mempertanyaan kebahagiaanmu itu. Atau memang, aku tak ingin tahu lebih jauh. Jiwamu bebas, Lim Nayeon. Tak terikat, tak diikat, tak bisa aku rengkuh sekalipun aku menginginkanmu seutuhnya. Kau jelas tak akan memberikan kepastian yang seperti itu, sebab kau sudah lama membiarkanku pergi, membiarkanku menemukan cintaku pada orang lain yang nyatanya tidak dapat aku temukan pada siapapun.
Aku terus kembali padamu. Berulang kali. Dan kau tahu itu, Nay. Dengan sangat jelas.
"Ini akan menjadi yang terakhir" katamu, mengangkat kepala agar dapat melihatku, "Setelah ini, kau harus sudah siap untuk meninggalkan semuanya"
Mulutku kelu, pahit luar biasa. Aku tidak memberikan jawaban apa-apa, membiarkanmu menciumku sekilas yang kemudian melepaskan pelukan, memakai kembali gaun satin berwarna hitam, hendak pergi entah kemana.
"Lim Jaebum" Panggilmu memegang ganggang pintu, menoleh sekilas kemudian mengukir satu garis senyum getir pada bibirmu, "Jika kita terlahir kembali, ku harap kita tak pernah bertemu"
Matamu mengembun, menciptakan luka dari dalam sana, "Jika kita terlahir kembali, ku harapㅡ aku tidak sepengecut ini". []