Langit oranye rasanya tau apa yang membuat Putri kerajaan itu termenung dengan jarum rajut di tangannya, menatap pohon persik berbunga yang melambai karna semilir angin sore. Nayeon meremas chima biru hingga buku-buku kukunya memutih, dadanya terasa remuk saat Ia kembali terngiang titah Raja untuk mengadakan perjodohan dirinya dengan salah satu anak bangsawan Joseon. Park Jinyoung.
Nayeon tengah di bungkam kuat-kuatㅡperintah Raja yang telak, tak terbantah.
Ia tau lambat laun ini akan terjadi, umurnya sudah pantas menyandang gelar marga lain, kakak-kakaknya juga sudah melewati fase yang sama sebelumnya. Hanya saja, mengapa terasa cepat sekali? Mengapa ayahnya mengatakan itu dengan wajah marah yang seakan tengah menguliti dirinya hidup-hidup?
Apa Ayah tau?ㅡhal terburuk yang Nayeon pikirkan saat ini. Oh, tentu itu tak boleh terjadi, atau Raja tak akan segan menggantungnya hingga mati, terlebih Ayahnya bisa melakukan apapun hanya dengan ujung jarinya sendiri.
Butuh beberapa waktu bagi sepasang mata coklat itu mengerjap akan kehadiran seseorang yang saat ini memutus atensinya, jeogori abu-abu, dengan baji hitam dan gat yang menaungi kepalanya cukup membuat Nayeon berpaling menatap laki-laki itu.
Ini tak bagus. Tidak, harusnya laki-laki itu berada di sini. Setidaknya, tidak sekarang.
"Ku dengar, kau akan menikah" laki-laki itu berdiri di hadapannya yang tengah duduk di sebuah rumah kecil tempat Ia biasa merajut. Nayeon mencoba menenangkan diri, setidaknya Ia harus memasang rupa sebaik mungkin meski tenggorokannya seakan di cekik untuk berbicara.
"Ah, beritanya sudah menyebar, rupanya" gadis itu menyemat senyum terbaik.
Meletakkan jarum ke dalam sebuah kotak kayu, Nayeon berhenti merajut, melipat lagi kain sutra berwarna kelabu itu untuk di masukkan ke tempat yang sama. "Anda tak seharusnya di sini, pangeran" ㅡtak seharusnya seorang anak raja berada di wilayah Putri kerajaan. Kenapa berani sekali?
"Mengapa harus kau?" laki-laki itu justru mengabaikan peringatan Nayeon.
"Karna ini sudah giliranku" Jawabnya tanpa berpikir panjang.
Mereka membeku untuk beberapa saat, saling bertatapan tanpa tau bagaimana kondisi hatinya yang bergemuruh. Menatap mata mendung laki-laki itu tentu sukses mengoyak hatinya secara brutal.
"Pergilah, Lim Jaebum. Ayah akan melihat semuanya jika kau terlalu lama di sini"
Jujur saja gadis itu mulai gusar karna sebentar lagi pengawal kerajaan akan datang menjemput. Tidak, jangan sampai mereka melihatnya, ini tidak baik.
"Aku akan menemuimu lagi, nanti malam, Putri. Ah ya-" Jaebum menghentikan ucapannya sejenak, melangkah mendekati Nayeon yang bahkan masih tak beranjak dari duduknya. "Aku akan berbicara dengan Ayah, kau tauㅡsedikit mengungkapkan kebenaran"
"Jangan gila, ayah akan membunuhmu!"
"Aku akan membunuh Jinyoung terlebih dahulu sebelum dia menyentuhmu"
"Lim Jaebum!"
Laki-laki itu tersenyum tipis, kemudian membungkuk di hadapan Nayeon. Jaebum lantas pergi, menyesat dengan sekejap dalam sekali kedipan mata.
Gadis itu menatap kepergian Jaebum getir, kemudian isaknya terdengar mengudara.
Mereka tak tau, Ratu melihat semuanya.
❁❁❁
"Mama" desis gadis itu, di hadapan Wangbi, di hadapan Ratu.