Chapter 2

454 13 0
                                    

          Kedua mata Drupadi terbuka secara tiba-tiba, dirinya masih terbayangi peristiwa ketika pakaiannya akan ditanggalkan oleh Kurawa. Dengan panik Drupadi mendudukkan tubuhnya, lalu menatap sekitar dan menyentuh pakaiannya, namun semua itu asing baginya. Melihat tidak ada siapa pun disekitarnya membuatnya lebih tenang sedikit. Pikiran Drupadi penuh dengan pertanyaan, 'Dimana aku? Kenapa semuanya berwana putih? Kemana pakaianku yang sebelumnya? Apa sudah berhasil dilepaskan oleh Kurawa? Dan apa ini di tanganku? Kenapa rasanya seperti ditusuk? Lalu barang-barang apa ini? Aku belum pernah melihatnya' batin Drupadi. 

          Suara pintu terbuka mengagetkan Drupadi, sehingga dengan instingnya ia menyembunyikan diri di balik kain putih tebal atau sering kita sebut sebagai selimut. Seseorang yang membuka pintu itu melihat pergerakan Drupadi, dengan suara yang keras ia menghampiri Drupadi. "Dinda! Kamu sudah sadar nak?" ucap seseorang itu. Batin Drupadi berteriak lega mendengar suara itu, dengan cepat ia menyingkirkan kain yang menutupi tubuhnya. 

          "Ibu!" sahut Drupadi dengan wajah cerah. Namun cerah di wajahnya tidak berlangsung lama, ia menyadari ada yang berbeda dari Ibunya. "Syukurlah kamu sudah bangun Dinda" ujar Ibu Drupadi sambil memeluk Drupadi dengan erat. Drupadi yang merasa aneh dengan Ibunya melepaskan pelukan dan memberikan pertanyaan beruntut, "Ibu? Ini benar Ibu kan? Mengapa pakaian Ibu berbeda? Ayo Bu kita kembali, kita temui Arjuna, Yudhistira, Bhima, Nakula, dan Sadewa. Drupadi tidak nyaman berada di sini" ujar Drupadi.

          Melihat tingkah aneh anaknya, Ibu Drupadi segera menekan tombol yang berada di belakang Drupadi. Tidak berapa lama setelah Ibu Drupadi melakukan itu, satu orang laki-laki dan dua orang perempuan berbaju putih atau yang kita kenal sebagai dokter dan suster menghampiri Drupadi. "Bu, mereka siapa? Mengapa mereka menghampiri kita?" kata Drupadi dengan nada panik. "Tidak apa-apa Din, mereka cuman mau periksa kamu" ucap Ibu Drupadi.

          Setelah proses pemeriksaan, dokter menatap Ibu Drupadi dengan tatapan prihatin. "Sepertinya Dinda mengalami benturan yang sangat keras di kepalanya sehingga mempengaruhi ingatan dan memorinya. Untuk saat ini saya hanya bisa menyarankan, apabila Dinda bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya, cukup beritahu saja. Diperkiraan kondisi ini akan terjadi sementara, jadi tolong kondisi Dinda tetap diawasi." ucap dokter itu.

          "Terima kasih dokter" kata Ibu Drupadi dengan senyum di wajahnya. 

          Setelah dokter dan suster itu keluar, Ibu Drupadi menatap anaknya dengan tatapan sendu. "Kamu istirahat saja ya Din, Ibu mau keluar dulu mengabari hal ini ke Ayahmu" Drupadi yang masih berusaha mencerna semuanya hanya mengangguk dengan perlahan. 

          Selama beberapa hari di dalam ruangan itu dan mengamati semua yang terjadi disekitarnya, Drupadi dapat menyimpulkan semuanya walau pun sebenarnya hanya perkiraan saja. 

          Ia mengalami perjalanan waktu. 

          ***

          Kondisi Drupadi sudah membaik sehingga dokter memperbolehkan ia pulang ke rumah. Drupadi pun pulang ke rumah bersama kedua orang tuanya. "Jangan lupa di makan ya buburnya. Ibu mau pergi belanja dulu, kalau ada apa-apa telfon Ibu ya. Di bawah juga ada Bibi. Kamu sekarang tidur aja dulu, istirahat, jangan kecapaian" kata Ibu kepada Drupadi. Drupadi hanya mengangguk sambil tersenyum.

          Ia menjelajahi kamarnya atau kamar orang yang disebut Adinda itu. Ia melihat kamar itu dengan seksama sembari melihat foto-foto yang terpajang di dinding kamar Adinda. "Ini aneh, bagaimana bisa semua orang yang ku kenal di masa lalu juga ada di sini" batin Drupadi di dalam hati. Ia menemukan sebuah buku diary berwarna biru di atas meja di kamarnya. Ia pun membaca buku itu.

KALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang