20. Aruna sakit

960 107 5
                                    

Kandisya menghubungi Arjuna untuk meminta izin tidak bekerja hari ini karena demam Aruna yang tak kunjung mereda sejak dua hari yang lalu. Bahkan tadi malam suhu tubuh putrinya itu sudah mencapai 39°c.

Tak tega melihat kondisi Kandisya yang tengah kerepotan, Arjuna pun berinisiatif menawarkan bantuan untuk mengantar mereka ke rumah sakit. Awalnya Kandisya sempat menolak karena tak ingin merepotkan pria itu, apalagi dilakukan pada saat jam kerja. Namun karena Arjuna bersikeras dan tetap memaksa, akhirnya Kandisya pun memberikan alamat rumahnya.

"Ngobrolnya kita lanjut besok lagi ya, Ga. Gue izin mau nganter Disya dulu. Kemungkinan nggak bakal balik ke kantor lagi."

"Nganter kemana?" Tanya Rengga.

"Rumah sakit. Tadi Disya telpon gue minta izin nggak masuk kerja. Aruna udah dua hari ini sakit dan tadi malam suhu badannya panas banget."

Mendengar gadis kecil itu sakit, Rengga menjadi sangat khawatir. "Ya udah, kalau gitu gue aja yang nganter." Rengga menawarkan diri.

"Nggak usah, gue aja yang kesana. Nggak enak sama Kenanga kalau nanti dia tahu." tolak Arjuna.

Menyadari maksud dari kalimat yang Arjuna lontarkan, Rengga merasa sahabatnya itu terlalu berlebihan. "Gue kan perginya sama elo, jadi nggak mungkin Kenanga keberatan."

"Tapi yang lo tolong itu Disya dan anaknya. Siapapun pasti akan marah kalau tunangannya masih berhubungan dengan mantannya." Ucap Arjuna.

"Gue itu cuman nolongin mereka, nggak ngapa-ngapain. Ayo cabut!"

Mereka berdua pergi menuju kediaman Shinta Barly, tempat dimana Kandisya dan Aruna tinggal. Sejak kedatangan putrinya ke Bandung, Kandisya akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah peninggalan ibunya itu agar bi Marni bisa menjaga Aruna selama dia bekerja.

Melihat Aruna yang terbaring lemah tak berdaya, Rengga benar-benar merasa sedih. Diambilnya tubuh mungil gadis kecil itu, lalu digendongnya menuju mobil untuk diantarnya ke rumah sakit.

Rengga bisa merasakan kekalutan yang tengah dirasa Kandisya saat menghadapi situasi seperti ini. Senyum teduh milik wanita itu pun seolah sirna ditelan kabut pilu yang tengah menghampirinya.

Setelah melakukan beberapa pemeriksaan dan cek darah, dokter menyarankan Aruna untuk di rawat sambil dilakukan observasi. Kandisya yang baru pertama kalinya menghadapi hal seperti ini terlihat semakin panik. Karena sejak lahir, Aruna belum pernah sekalipun di rawat di rumah sakit.

Pemandangan itu tak luput dari perhatian Rengga. Melihat bagaimana Kandisya menghadapinya seorang diri tanpa suami, Rengga tidak bisa membayangkan bagaimana repotnya wanita itu jika dia tidak ikut membantu mengantarkannya.

"Disya itu wanita kuat. Tapi dia akan kehilangan kekuatannya ketika Aruna sakit." ucap Rengga memandang mantan kekasihnya itu dengan tatapan iba.

Arjuna mengangguk setuju. Tangan kanannya kemudian menepuk pelan bahu Rengga. "Lo nggak usah khawatirin dia lagi. Disya masih punya Rama, gue dan Sindy yang bakal bantu dia."

Hati Rengga merasa tercubit mendengar ucapan Arjuna. Seolah dia bukan siapa-siapa lagi bagi Kandisya. Padahal apa yang dilakukannya masih dalam batas wajar mengingat mereka sedang terlibat dalam sebuah pekerjaan. Anggap saja itu sebuah bantuan sebagai sesama manusia.

Tanpa mempedulikan ucapan Arjuna, Rengga bergegas mengurus administrasi dan menempatkan Aruna di ruang vvip karena ingin gadis kecilnya itu mendapatkan perawatan dan pelayanan terbaik. Selain itu dia juga ingin memberikan kenyamanan untuk Kandisya saat harus menjaga putrinya yang sedang di rawat.

"Makasih atas bantuannya, Ga. Aku nggak tau gimana jadinya kalau nggak ada kamu." Ucap Kandisya saat berterima kasih atas bantuan yang Rengga berikan.

"Jangan sungkan untuk menghubungiku kalau terjadi apa-apa dengan Aruna." pinta Rengga.

Sang Mantan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang