33. Kecewa

1.4K 133 25
                                    

"Aku nggak menyangka, setelah bertahun-tahun menjadi menantu di keluarga ini, mamih masih meragukan aku dan lebih percaya dengan omongan mbak Kenanga." ucap Kandisya dengan sorot mata terluka.

Inaya tampak gugup dan merasa tidak enak hati. "Maksud mamih bukan gitu, Sya."

"Aku memang janda, mih. Tapi aku nggak akan melakukan hal serendah itu sama Rengga."

Saat itu juga Kandisya menangis pilu. Dia benar-benar tersinggung oleh ucapan mertuanya.

"Menjadi janda juga bukan keinginan aku. Kalau bisa memilih, aku nggak mau kehilangan mas Daniel. Tapi aku bisa apa, mih? Apa mamih bisa menghidupkan mas Daniel lagi?" Ucap Kandisya sambil menghapus air matanya dengan kasar.

"Sya..tenang dulu. Papih yakin kalau mamih nggak bermaksud seperti itu. Semua cuma salah paham aja. Ayo kita duduk dan bicarakan ini baik-baik." Ucap Bastian.

Kandisya menggelengkan kepala sambil menyampirkan totebag dibahunya. "Maaf, pih. Aku belum bisa membicarakan ini. Aku butuh waktu untuk sendiri dulu. Aku mau pulang ke rumah orangtuaku."

Keluarga Bastian terkejut mendengar keputusan Kandisya yang akan meninggalkan rumah mereka. Sungguh, bukan ini yang mereka inginkan.

"Tidak..kamu tidak boleh pergi dari rumah ini, Disya." Cegah Bastian. Dia tidak akan membiarkan Kandisya dan cucunya pergi dari rumahnya dalam keadaan marah.

"Untuk apa aku disini kalau mamih dan papih lebih mempercayai dia yang bahkan belum menjadi menantu tapi sudah bisa meracuni pikiran semua orang yang ada disini."

Mendengar itu, Inaya pun menangis. Seribu sesal kini telah dia rasakan akibat ucapannya. "Maaf...maafin kesalahan mamih, Sya. Kamu boleh marah dan menghukum mamih. Tapi tolong jangan pergi. Jangan tinggalkan mamih."

Aruna yang melihat ibu dan neneknya menangis, jadi ikut terisak. Walaupun dia tidak mengerti dengan pembicaraan orang dewasa disekitarnya tapi dia paham kalau ibunya sedang bertengkar dengan sang nenek.

Kandisya memeluk tubuh Aruna yang bergetar. Sejak ditinggal Daniel, gadis kecil itu menjadi lebih sensitif perasaannya. "Maaf, mih. Aku nggak mau Aruna melihat dan merasakan ketidaknyamanan ini. Aku akan tetap pergi."

Melihat Aruna menangis karena merasa tak nyaman dan Kandisya yang begitu menggebu ingin pulang dari rumah kedua orangtuanya, Rengga pikir, membiarkan mereka pergi dari rumah ini adalah keputusan terbaik. Ini demi menjaga mental Aruna. Rengga tidak ingin Aruna merasa tidak nyaman melihat hubungan dingin antara ibu dan neneknya.

"Biarkan Kandisya pulang ke rumah orangtuanya, pih."

"Tapi..."

"Apa papih tega Aruna melihat ketidakharmonisan antara nenek dan ibunya? Disya juga butuh waktu untuk mengembalikan suasana hatinya. Dengan begitu kita juga bisa memberi kesempatan sama mamih untuk intropeksi diri dan menyadari kesalahannya. Jadi biarkan semuanya dalam kondisi tenang dulu." Ucap Rengga.

Sesaat Bastian termenung. Apa yang dikatakan Rengga itu memang solusi yang tepat untuk mendinginkan kembali suasana diantara mereka. Meski taruhannya adalah hubungan baik antara dirinya dengan Bagaskara.

Meski berat, Bastian maupun Inaya akhirnya menghormati keputusan Kandisya yang ingin kembali kerumah orangtuanya. Mereka tidak mungkin lagi menghalang-halangi menantunya itu untuk pergi. "Baiklah kalau itu sudah keinginan kamu. Papih harap ini adalah keputusan terbaik untuk kita semua."

"Maafkan mamih ya, Sya. Meskipun sikap mamih sempat membuat kamu kecewa tapi mamih harap setelah semuanya kembali tenang, kita bisa duduk bersama untuk membicarakan masalah ini." Pinta Inaya. "Berhubung dulu mamih yang meminta dan menjemput kamu untuk tinggal disini, maka sekarang mamih sendiri yang akan mengantar kamu kembali ke orangtuamu."

Sang Mantan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang