Chapter 2 Menyesal

74 16 9
                                    

"APA kau sudah gila?!"

Tanpa sadar, aku telah berdiri sambil menggebrak meja dengan kedua tangan. Bagaimana tidak, namaku tiba-tiba disebut dalam pembicaraan ini. Aku memang mengajukan diri, tapi untuk berburu, bukan untuk berkelana ke dataran Aestmund dan mencari Elf dari sekian banyak Elf yang tinggal di sana!

Lagipula, bagaimana bisa dia menjadikan aku yang seorang Elfreahn sebagai alasan?

Elfreahn adalah sebutan untuk seorang manusia yang terlahir dengan memiliki kemampuan seperti seorang Elf. Baik dalam kekuatan fisik maupun dalam ketajaman indera. Namun sama seperti manusia pada umumnya, tidak ada darah Elf yang mengalir dalam tubuh seorang Elfreahn. Kami hanya terlahir seperti itu.

Elfreahn dapat dikenali dengan warma bola mata yang sangat berbeda dari manusia pada umumnya. Manik mata berwarna merah cerah dengan sebuah rune aneh berwarna keemasan melingkari pupil. Warna emas dari rune itu tak begitu mencolok, hanya terlihat jelas bila diperhatikan secara dekat.

Sampai saat ini tak ada yang bisa menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi. Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan anugrah, tapi ada juga yang berpendapat kalau itu adalah sebuah kutukan. Kutukan yang membuat tak bisa membedakan di sisi mana kami sebenarnya berada. Karena di setiap sisi menganggap kami berbeda.

Dan aku yakin mereka juga tahu cerita tentang bangsa Elf yang membenci para Elfreahn. Mereka menganggap kami adalah manusia yang telah mencuri kekuatan bangsa mereka.

"Aku tidak bisa melakukan itu," tegasku kemudian, mencoba lebih tenang. Lalu memandang pada Horald penuh harap. Tapi komentar yang diberikan Horald membuatku geram.

"Kurasa itu bukan ide yang buruk."

"Elf membenci para Elfreahn, kalian tahu itu!" Sepertinya aku tidak bisa menjadi wanita lemah lembut seperti Freya. Lihat, kali ini bahkan aku sudah gagal.

"Tapi itu bukan berarti mereka akan melukai seorang Elfreahn yang tidak punya urusan apa-apa dengan mereka. Kau hanya perlu mengejar pencuri itu dan mengambil kembali permatanya." Ron berkata-kata seolah itu mudah dilakukan. Lalu kenapa tidak dia sendiri saja yang pergi?

"Aku hanya pekerja di bagian dapur. Belum sampai di sana, aku mungkin sudah diculik oleh para penjual budak."

Astaga, Ron berhasil membaca pikiranku. Aku yakin para Elf tidak bisa melakukan hal seperti ini bahkan dengan menggunakan kemampuan mereka.

Aku beralih menatap Freya dengan tatapan memelas--jarang sekali aku melakukan ini, itu tandanya aku sudah sangat terpaksa--berharap Freya dapat memberikan saran bijak yang dapat menghentikan ide yang sangat sangat buruk ini.

Namun Freya menatapku prihatin. Disitulah aku tahu ia juga berpikiran yang sama dengan Horald dan semua orang yang ada di sini. Bahkan Kyle yang telah lolos dari pembicaraan ini juga memilih diam.

Apa-apaan ini?!

Aku bukan orang yang menghilangkan ataupun mencuri permata, tapi kenapa aku yang harus menjadi korban untuk menyelesaikan semua masalah ini?

Aku mengerang kesal sebelum meja kembali kugebrak. Masa bodoh dengan permata atau apa pun itu. Aku tidak mau terlibat dalam hal ini.

Kuhentakkan kaki dengan kesal meninggalkan meja makan. Menaiki tangga kayu menuju lantai dua dan masuk ke kamarku yang terletak di ujung lorong. Tak lupa, pintu kubanting dengan keras agar sampai ke indera pendengaran mereka.

***

Sebenarnya, merajuk seperti ini bukanlah gayaku. Mengurung diri di kamar tanpa mau berbicara sepatah kata pun dengan mereka seharian ini. Sejujurnya aku juga sudah cukup bosan berada di kamar tanpa melakukan apapun. Selain itu, aku juga merasa bersalah pada Ellie yang tak bisa masuk ke sini padahal tempat ini adalah juga kamarnya.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang