"HAH, kenapa kau malah melakukan sesuatu yang tidak berguna?!"
Aku yakin wajahku langsung memberengut ketika Norez menanggapi dengan cara yang menyebalkan. Karena itu, aku memilih untuk mengabaikan pria itu dan menggeser kursiku mendekat pada Lydia.
"Kudengar ada seorang Elf yang datang ke tempat ini beberapa waktu lalu," kataku berbicara pada Lydia, sepenuhnya mengabaikan Norez yang masih sirik atas urusanku.
Ekspresi Lydia tampak terkejut, mungkin tidak menyangka kalau aku akan menanyakan perihal itu.
"Ah, ya, memang benar ada seorang Elf yang datang ke tempat ini. Seorang pria Elf yang tampan. Aku tidak mungkin melupakan matanya yang sangat indah." Lydia tersenyum cerah, wajahnya seolah mencoba membayangkan kembali 'mata indah' yang dia maksud.
Semangatku langsung bertambah seketika. Firasatku mengatakan bahwa petunjuk ini akan menjadi informasi yang sangat berguna.
"Lalu, apa yang dia lakukan? Apa kau tahu tujuannya datang ke Horthland? Ke mana tujuannya setelah itu?" cecarku dengan pertanyaan beruntun, terlalu antusias.
"Yang jelas, bukan melakukan hal tidak berguna sepertimu."
Mulutku mendesis tak senang dan menatap Norez dengan menyipitkan mata, "Aku tidak bertanya padamu," desisku kesal.
Norez mendengus sambil bersedekap, "Allerie, bukankah lebih baik kalau kau mengerjakan pekerjaanmu sendiri dengan sebaik-baiknya daripada harus mengurus Elf yang tidak penting?"
"Siapa bilang urusanku ini tidak penting?"
Pria itu baru hendak menyahut, tapi kemudian ia sudah meringis kesakitan. Lydia menyikut pinggangnya untuk yang ke tiga kali.
"Tidak usah dengarkan dia, pria ini memang tidak pandai mengungkapkan rasa pedulinya dengan baik," kata Lydia padaku sambil mengibaskan tangan.
Sebenarnya, aku lebih yakin bahwa perkataan Norez itu disebabkan karena dia memang tak pernah mengontrol ucapan dan suka berbicara seenaknya, alih-alih karena rasa peduli. Tapi aku tak mau membantah lebih jauh.
"Aku tidak yakin apa tujuan Elf itu datang ke Horthland, tapi yang jelas dia datang ke kedai ini untuk mencari informasi, sama sepertimu," jawab Lydia. "Dia mencari seorang pandai besi bernama Kaeros."
"Seorang pandai besi?"
Lydia mengangguk. "Pandai besi yang berasal dari daerah selatan, dari kerajaan Najhamra. Dulu dia adalah seorang pandai besi yang terkenal di sana. Tetapi beberapa tahun yang lalu, kudengar dia ditangkap karena ketahuan memasok senjata untuk gerakan pemberontakan menyerang keluarga kerajaan. Setelah itu, dia akhirnya dihukum mati," jelas Lydia.
Keningku mengernyit. Herkth memang mengatakan bahwa Elf itu nampaknya mencari seseorang, tapi ia sama sekali tidak menyinggung soal pandai besi.
"Apa kau tahu apa alasannya mencari pandai besi itu?"
Lydia menggeleng. "Entahlah," jawabnya. "Tapi yang anehnya, Elf tampan itu malah mengatakan padaku kalau sebenarnya pandai besi yang dicarinya tidak benar-benar mati."
Kerutan di keningku tercetak semakin dalam. "Apa maksudnya itu?" tanyaku. Sungguh, Elf pencuri ini membuatku jadi bingung.
Lydia mengendikkan bahu, "Seperti yang kukatakan, dia meyakini kalau pandai besi itu tidak jadi dihukum mati," ucapnya. "Lalu dia mengatakan padaku, jika Lynette juga tahu kalau apa yang dikatakannya itu benar, maka dia harus bertemu dengan Lynette bagaimana pun caranya."
Aku terdiam sejenak. Entah kenapa tiba-tiba merasa pusing. Jika Elf pencuri itu berusaha menemukan pandai besi yang dicarinya sampai ke daerah Najhamra, maka itu artinya, untuk sampai di sana aku harus berbalik kembali ke Vernia dan meneruskan perjalanan ke daerah selatan Horthland yang bisa memakan hampir dua minggu perjalanan lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FantasyDemi mendapatkan kembali permata Iorth, permata Elf yang katanya seharga segudang keping emas, Allerie terpaksa melakukan perjalanan ke dataran asing, dataran tinggi Aestmund, tempat di mana bangsa Elf tinggal. Sebuah perjalanan yang menuntunnya pad...