SALAHKU tidak bertanya dengan detail mengenai persisnya lokasi kedai yang diberitahu Herkth sebelumnya. Kota ini besar dan luas, serta bangunan yang berada dekat tembok kota bagian timur juga tak kalah luasnya. Pada akhirnya, aku hanya membuang-buang waktu dengan berputar-putar selama dua jam penuh sebelum akhirnya aku berdiri di depan sebuah rumah makan sederhana berlantai dua.
Bangunan itu menempel tepat dengan tembok kota pada bagian belakangnya. Dan tepat di sebelah, terdapat sebuah bangunan lebih besar yang bagian depannya menyatu dengan sebuah toko yang menjual berbagai macam rempah-rempah. Bangunan yang menyatu dengan toko rempah-rempah itu besar dan memanjang. Aku yakin di dalam sana terdapat lebih banyak lagi rempah-rempah serta barang dagangan lainnya yang dijadikan sebagai tempat persediaan.
Kusibak tirai tipis yang menggantung setengah menutupi pintu kedai, lantas berjalan masuk tanpa mencoba menarik perhatian. Meski jubah beserta tudung kepala yang tak kulepas malah terlihat mencurigakan.
Tak seperti tampak luar, kedai itu jauh lebih luas pada bagian dalam. Terdapat beberapa meja dan kursi kayu yang diatur sedemikian rupa untuk disediakan bagi para pelanggan. Meja-meja yang disediakan tak terlalu besar, mungkin hanya cukup ditempati oleh dua atau tiga orang dalam satu meja. Setengah di antaranya telah terisi oleh beberapa orang, mereka tampak bercengkerama satu dengan yang lain tanpa menyadari--atau memang tak peduli-- kedatanganku. Tapi di balik semua itu, aku tak melihat ada sesuatu yang 'aneh' dari situasi ini.
"Selamat datang." Seorang wanita bertubuh ramping datang menyapa begitu aku masuk dan menempati salah satu meja di bagian sudut. Rambut wanita itu berwarna hitam panjang bergelombang sampai ke pinggang, sedang senyumannya yang lebar menghiasi wajahnya yang cantik. "Ada yang bisa kubantu?"
Aku baru saja hendak membuka mulut untuk bersuara, tapi wanita itu sudah lebih dahulu menyela, "Oh, maaf. Apalagi yang dilakukan seseorang di kedai makan seperti ini selain untuk mengisi perutnya?" Ia tertawa sendiri. "Baiklah, jika mau kurekomendasikan, daging rusa bakar di tempat ini adalah yang terbaik. Kau ingin mencobanya?"
Aku mengangguk. "Tentu."
"Keputusan yang bagus." Wanita itu tersenyum manis, lalu ia memanggil salah seorang pelayan wanita yang sedang membersihkan meja tak jauh dari tempatku. Memerintahkan padanya untuk menyiapkan satu porsi daging rusa bakar yang baru saja kupesan.
Kukira wanita itu juga akan ikut pergi setelahnya, tapi ia malah menarik salah satu kursi dan ikut duduk di meja yang sama denganku. Kulihat ia baru saja hendak membuka mulut, tapi gerakan bibirnya berhenti mendadak. Matanya kemudian melebar, dan dalam detik setelahnya, wanita itu tiba-tiba maju dan mencondongkan tubuhnya ke arahku.
Aku mengerjap kaget dan refleks bergerak mundur, karena wajahnya sudah berada persis di hadapan wajahku yang masih tertutup oleh tudung. Tapi aku ragu ia tak menyadarinya.
Kecemasanku terjadi ketika wanita itu berucap kaget, "Oh? Elfreahn?"
Beberapa orang yang menempati meja lain terlihat menoleh padaku ketika mendengar wanita itu terkesiap dengan suara keras. Sempat terlintas olehku, apakah aku akan ditendang keluar setelah ini.
Tapi tak seperti yang kuduga, wanita itu malah tersenyum cerah. Juga beberapa pelanggan lain kembali melanjutkan pembicaraan mereka sendiri dan berfokus lagi pada makanannya.
Aku kembali menoleh pada wanita itu dan ia masih menampilkan ekspresi yang sama, senyuman yang cerah dengan mata berbinar. "Astaga, ini pertama kali aku bertemu dengan seorang Elfreahn!" katanya antusias sambil menepuk tangannya sekali. Ia mengamati wajahku lekat, dan lebih dekat tentunya. "Oh, warna bola matamu cantik sekali! Kuharap aku juga punya manik berwarna seperti itu, pasti menyenangkan!" ucapnya sambil mengerjapkan matanya sendiri yang berwarna hitam legam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FantasyDemi mendapatkan kembali permata Iorth, permata Elf yang katanya seharga segudang keping emas, Allerie terpaksa melakukan perjalanan ke dataran asing, dataran tinggi Aestmund, tempat di mana bangsa Elf tinggal. Sebuah perjalanan yang menuntunnya pad...